Jimin secepat mungkin berlari menyusuri lorong rumah sakit yang terasa begitu panjang. Peluh di kening nya terkadang terjun, kaki nya sudah tidak terasa karena berlari terus menerus.
Hingga langkah nya memelan, nafas nya tersengal. Dokter dan kedua orang tua nya dapat di tangkap oleh matanya.
Mereka tengah berbincang, "A-ayah....Ibu" Jimin memanggil terbata.
Semua menoleh, tatapan kedua orang tuanya seketika berubah sendu. Mata mereka berkaca-kaca.
"J-Jungkook.....ba-gaimana?" Jimin mendekat, menatap lekat kedua wajah orang tuanya bergantian.
Kedua orang tua Jimin bungkam, mereka tidak bersuara. Merasa di diamkan oleh mereka Jimin kesal, ia menatap dokter yang sedari tadi ikut terdiam melihatnya.
Mengerti maksud dari tatapan Jimin, dokter itu berujar maaf. Hingga setetes air mata turun dengan mudah, Jimin tercengang. Tak bisa berkata apa-apa, lalu isak tangisnya lah yang mewakili semua itu.
Matahari yang tadi nya terik, mendung seketika. Langit yang tadi nya cerah seakan hancur berkeping-keping. Semua kacau, semua kalut.
Begitupun hati semuanya termasuk Jimin, hati Jimin hancur berkeping-keping . Dan itu terasa sangat menyakitkan.
Ini tidaklah lucu. Raut wajah dokter sangat serius, "kami telah berusaha, namun takdir menolak untuk membantu kami. Maaf."
Sungguh Jimin tidak akan siap, menerima kenyataan yang ada. Bahwa adik nya tidak akan bisa bergerak lagi. Seluruh tubuh.
Kini tangan mereka saling bertautan, saling menguatkan walau semua merasakan sakit yang sama.
Seorang ayah harus berusah tegar di balik ribuan rasa sakit, begitupun seorang ibu yang sedang menenangkan putra sulung nya.
"Semua salahku" isak tangis Jimin tak bergenti sedari tadi.
"Tidak nak. Kau tidak salah" Nyonya Park berujar lirih, tangan nya mengusap lembut punggung Jimin.
"Jika saja....aku tidak datang ke perlombaan itu" Jimin terus terisak, tangis nya tak kunjung berhenti.
Tak peduli dirinya yang menjadi lelaki lemah, karena Jungkook masih saja menutup rapat kedua matanya. Membuat Jimin terus merasa bersalah.
"Ini salahku.....salahku....jika aku tidak pergi, Jungkook tidak akan seperti ini"
"Kita harus kuat demi Jungkook, Jim. Jika kau lemah seperti ini, bagaimana Jungkook bisa kuat?" Tenang Tuan Park.
"Lagipula, jika kau tidak pergi berlomba dan kau tetap disini menunggu bersama ayah dan ibu, apa semua akan berubah? Apa Jungkook akan berhasil dalam operasi nya?"
Nyonya Park kembali bersuara, "ini bukan salahmu Jim. Ini memang takdirnya"
Benar. Ini bukan salah Jimin, ini salah takdir. Takdir yang begitu kejam pada adik kesayangan nya.
Bersambung?
Sebenarnya aku ngerasa cerita ini ga jelas banget, tapi makasih banyak buat yang udah baca sampai disini.
Cerita ini udah ku ketik dari lama banget, tapi males buat revisi hhehe.
Jadi tolong nikmati ceritanya sampai akhir dan juga ceritaku yang selanjutnya, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Provisions Of Memories
FanfictionCanda tawa dan hal-hal kecil yang biasa di lakukan, mulai sekarang akan menjadi hal yang paling berharga. Karena Park Jungkook menyadari bahwa hidup nya tidak akan lama lagi.