Part 22

48.5K 2.5K 199
                                    

"Hallo.. Ya Pa ada apa?" setelah dari RS dan mengirimkan surat gugatan cerai itu pada Brian, Clara memutuskan untuk pergi ke rumahnya yang berada di puncak. Bukan karena dia adalah calon direktur RS tempat dia bekerja sekarang jadi dia bisa seenaknya saja ambil cuti atau tidak masuk kerja tapi karena jatah izin sakit Clara masih sampai 3 hari kedepan.

"Apa tidak ada yang mau Clara jelaskan pada Papa?" jika sudah memanggil namanya seperti itu Clara yakin pembicaraan ini akan cukup panjang dan Clara tidak akan bisa menutupi permasalahannya.

"Maksud Papa apa?" tanya Clara pura-pura tidak tau.

"CLARA HANZELIN," ucap Papa Clara lebih tegas. Jika sudah begini maka berkata jujur adalah jalan satu-satunya.

"Clara rasa Papa sudah tahu," jawab Clara lirih.

"Papa akan lebih percaya kalau anak Papa yang bilang langsung, Clara tau Papa gk suka di bohongi kan?," kata Papa Clara.

"Ya... Papa, Clara ingin akhiri hubungan pernikahan ini, papa pasti udah taukan," dan Clara pun akhirnya menceritakan semua hal yang terjadi pada rumah tangganya.

"Clara sudah mengajukan gugatan cerai pa," Papanya sudah tau maka dia juga akan menceritakan soal gugatan cerai itu.

"Apa?..." awalnya Vero Papa Clara kaget mendengar kata cerai dari anaknya tapi setelah di pikir-pikir anak perempuan semata wayangnya itu memang pantas menggugat cerai Brian. "Papa Setuju sayang, apapun pilihan kamu Papa sama mama dukung. Clara anak perempuan Papa yang kuat dan pintar dalam setiap tindakan. Maafin Papa yang menyetujui perjodohan itu. Hah pernikahan yang seumur jagung ini harusnya memang tidak ada," jika akan berakhir seperti ini maka Vero akan menolak perjodohan ini. Vero amat marah dengan menantu dan besannya itu, jadi apa ini alasan di balik pesta yang tak perlu diketahui publik. Sungguh Vero Papa yang gagal menjaga anak tercintanya.

"No.. Papa gk salah, jangan salahin diri Papa Clara gk suka, ini udah takdir Tuhan. Dan Clara mohon jangan benci Papa Aldi dan Mama Liliana," Clara meneteskan air matanya. Dia tahu laki-laki paling berharga dalam hidupnya itu sedang menangis saat ini.

"Papa akan pulang ke Indonesia besok," putus Vero.

"Clara yang akan menyusul Papa sama Mama, hitung-hitung Clara mau liburan dan juga kalau Clara gak hadir di persidangan itu bakal mempercepat perceraian bukan," Clara berusaha tertawa agar lelakinya itu tidak lagi bersedih dan merasa bersalah.

"Papa tunggu sayang.. Papa tunggu disini, peluk jauh dari Papa Mama, ah iya Mama sudah tidur sayang kamu tau disini sudah tengah malam," Vero mencoba tersenyum dari sebrang telfon, Hatinya sakit melihat anak perempuannya yang selalu dia jaga bahkan memarahinya saja tidak pernah. Dia kecewa dengan dirinya sendiri yang dengan bodohnya menyerahkan harta berharganya pada laki-laki brengsek seperti Brian.

"Kalau gitu Papa harus istirahat, Clara akan pesan tiket penerbangan untuk besok. Clara sayang Papa," setelahnya Clara menutup telfonnya.

Tak lama Hp Clara berbunyi kembali.

Brian Calling...

Sudah sedari tadi Brian menghubunginya tapi tak pernah Clara gubris. Pesan dari Brian pun tak satupun Clara baca. Sungguh Clara benci dengan sikap Brian yang seolah-olah peduli dengannya tapi kenyataannya tidak.

"Giliran bisa di hubungi sibuk dan gk di angkat, SHIT!!" geram Brian yang sedari tadi menghubungi Clara setelah mencari ke RS dan seandainya dia tidak lupa untuk menyuruh anak buahnya menjemput Clara di hotel maka Clara tidak akan hilang lagi.

"Kenapa sayang?" tanya Stevani menghampiri Brian, saat ini mereka sedang berada di rumah.

"Tak apa," jawab Brian sembari membawa Stev dalam pelukannya.

My Ex-Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang