Katanya, satu senyuman dapat menghilangkan seribu luka. Coba tersenyum, aku pengin lihat lukamu hilang.
*****
"Jangan takut Princess, aku di sini."
Deka masih menggenggam erat tangan Kuna yang begitu terasa dingin. Begitu juga gadis itu yang membalas genggaman tangan Deka tak kalah erat.
"Deka," lirihnya pelan. Nadanya terdengar getir. "Aku, aku udah din--"
"Sudah Kuna, jangan dibahas. Kamu baik-baik saja," potong Deka tak ingin membuat Kuna kembali sedih dengan mengingat kejadian yang terjadi beberapa jam lalu.
Kuna kembali menangis. Kini tangannya melepaskan genggaman Deka. Gadis itu meracau marah. Ia juga menggosok tubuhnya yang sudah dinodai oleh Ion dengan jijik.
"Aku kotor! Aku benci!" pekiknya dengan air mata yang bercucuran. Deka menatapnya, tak kuasa melihat Tuan Putrinya terluka begini.
"Kuna, tenanglah. Kak Alkan ada di sini." Kini Alkan mulai buka suara. Mendekap Kuna dalam pelukannya. Gadis itu masih meronta.
"Kuna kotor kak! Kuna benci sama diri sendiri karena nggak bisa jaga diri! Kuna takut Kak!" akunya sendu. Alkan sangat tahu bagaimana perasaannya.
"Kuna, kamu baik-baik saja."
Hanya kata itu yang sedikit bisa membuat Kuna lega. Sedikit, tak sepenuhnya dapat memaafkan dirinya sendiri yang dengan bodohnya tak bisa pergi dari Ion. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia benci dirinya sendiri.
Pelukan Alkan begitu menenangkan. Kuna yang sedari tadi meracau kini agak lebih tenang walaupun sesekali terdengar isakan yang keluar dari bibir mungilnya. Alkan mengecup puncank rambut Kuna dengan sayang. Berharap gadis malang itu bisa tenang. "Kamu mandi sekarang, setelah itu istirahatlah," suruh Alkan lembut. Kuna hanya mengangguk singkat. Kemudian Alkan membopongnya menuju kamar mandi untuk lekas membersihkan diri. Tapi apakah noda itu akan hilang jika hanya dengan mandi saja? Kuna hanya tersenyum kecut. Menjijikkan.
****
Alkuna duduk, menatap pantulan dirinya pada cermin. Ia tersenyum masam ketika melihat beberapa bercak merah di leher jenjangnya. Memori malam itu kembali lagi, menghantui serta menyesakkan hati.
Deru suara AC mengalun lembut di pendengaran Kuna. Rasa dingin seolah menyelimuti kulit yang terekspos itu. Tanpa diminta air matanya luruh begitu saja. Kejadian itu membuat hatinya tersayat. Merasa dirinya kotor dan menjijikkan.
Kuna mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri. Ia tak boleh menangis walaupun hatinya teriris. Tapi tetap saja, mau sekuat apapun Kuna, ia tetap rapuh dan tak mampu. Bayangan ruang yang temaram dan sosok pria besar itu selalu menghantuinya. Tak mau pergi.
"Kuna? Kamu sudah mandinya?" tanya seseorang dari luar kamar Kuna. Sesegera mungkin gadis itu menyeka cairan bening yang membasahi pipinya. Kuna langsung memasang kaos hitam polos dengan celana pendek yang hampir tak kelihatan karena tertutupi oleh kaos hitam besar yang entah milik siapa.
Kuna membuka pintu, terpampanglah sosok pria tampan dengan balutan jas yang sedikit kusut dan kotor. Ia Deka.
"Kak Alkan dan Ken mana?" tanya Kuna dengan suara serak.
"Mereka lagi keluar sebentar, cari sarapan." Deka menatap gadisnya. Rambut yang basah dengan bibir mungil yang pucat pasi. "Boleh aku masuk?" tanya Deka hati-hati. Kuna tampak mundur, rautnya sangat khawatir dan ada rasa takut tercetak jelas di sana. Gadis itu trauma kah? "kamu takut sama aku?"
Kuna menggeleng. Tidak, ia hanya sedikit trauma jika berduaan dengan pria. Tapi ini Deka, kekasihnya.
"Ayo masuk," ucap Kuna pelan. Deka tersenyum, kemudian masuk ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairytale
Romance"Percaya gak sih kalo cerita cinta dalam dongeng itu bisa jadi nyata?" "Percaya." "Kenapa bisa percaya?" "Karena aku yang akan mewujudkannya jadi nyata, untuk kamu. Bersama kamu." Dia yang selalu berusaha mewujudkan mimpi dan menentang kebenaran yan...