Peaky Peril 9

385 59 23
                                    

Chapter 9

Mobil-mobil mewah berwarna hitam keluar dari mansion utama mengiringi sebuah limousine hitam yang menuju sebuah pemakaman pribadi. Para kerabat dekat dan orang-orang penting keluar dari mobil mereka dengan pakaian hitam. Sehun berjalan mendampingi Kai, ini adalah kali keduanya mengenakan pakaian serba hitam. Sebuah peti hitam dengan karangan bunga di atasnya perlahan diturunkan ke dalam lubang. Suasana haru terasa kental dan raut sedih tak dapat disembunyikan.

Para tamu undangan yang tak lain adalah anggota tinggi Peaky Peril terkesiap saat memandang seseorang yang tak diharapkan ada di tempat ini. Beberapa ajudan terlihat mengeluarkan senjata mereka karena di sebrang jalan, pria dengan pakaian serba hitam dan kacamata berdiri memperhatikan mereka. "Tidak apa, biarkan dulu." Kata Kai pada orang-orang di sekitarnya. Ia berjalan menuju pria itu dengan tenang, raut kakunya terlihat. "Tunggu sampai kami selesai." Kata Kai, Arata hanya tersenyum tipis dan mengangguk.

Oooo oooO

"1 Oktober 1998, seorang wanita terbunuh dalam sebuah ledakan hotel yang telah terbukti bahwa Peaky Perillah pelaku utamanya. Wanita itu adalah salah satu dari ratusan korban tak bersalah yang sama sekali tak mengetahui permasalahan antara Peaky Peril dan pemilik hotel." Arata menyeduh teh hijau dalam cangkir kristal di atas mejanya. Mereka berada di sebuah rumah kaca yang sama saat Kai dan Arata bertemu. Hanya Arata, Kai, Polly dan Taeyong. Sehun terpaksa tak ikut karena Kai tak ingin ia ikut campur dalam hal ini.

"Ia terbunuh dan meninggalkan seorang suami yang mencintainya dengan sepenuh hati serta seorang putra. Saat itu umurnya masih 10 tahun. Ia harus kehilangan ibu di usia yang sangat muda." Kai mengambil sepuntung rokok dari dalam jasnya dan menyalakannya. Polly menghela nafas dalam dan menggeleng pelan. "Setiap hari mereka berdua merindukan sosok wanita cantik yang mereka cintai. Pria itu semakin hari semakin menua, anak itu semakin hari semakin dewasa dan dendam mereka semakin hari semakin membara. Jika saja pria itu masih hidup, aku yakin ia akan bangga sekali dengan apa yang telah anaknya capai." Arata memandang sebuah bingkai foto di ujung mejanya. Pria tua yang sedang tersenyum.

"Puluhan tahun kau dan ayahmu berusaha balas dendam dan baru sekarang kau dapat melakukannya?" tanya Taeyong yang terdengar sangat muak. "Ayah kalian, Jae Wook Kim mati sebelum ayahku mendekat. Dan saat semuanya telah tertata rapi, ayahku tak memiliki waktu panjang. Aku yang akan menjadi malaikat maut kalian semua." Taeyong berdecih pelan. "Kalian berhasil mengambil satu dari kami, dan kami berhasil mengambil dua dari kalian. Secara tak langsung aku juga berperan dalam pembunuhan Irene, so let's count it as three."

"Dan balas dendammu telah terjadi." Kata Kai dengan nada rendah. "Aku bilang, pembalasan dendam ini berhasil. Aku pernah bilang bahwa aku tak membutuhkan backup dari Peaky Peril, karena aku memiliki dua geng dari New York yang siap melindungiku." Arata terlihat senang. "Serahkan semua bisnismu padaku. kau bebas memilih, kau setuju dengan kesepakatan ini atau aku akan membunuh kalian satu per satu." Kai memandang Arata dengan ekspresi datarnya. "Pembalasan dendammu berhasil. Jangan ada lagi pembunuhan." Kata Kai dengan nada rendah. "Kau pikir siapa dirimu Kai Kim?!" Kata Arata yang terlihat sangat tersinggung dengan kalimat dan nada yang Kai gunakan.

Oooo oooO

Kai dan Polly duduk di dalam ruang kerja Kai dengan tumpukan dokumen di atas meja. Selain suara lembaran kertas yang dibalik tak ada suara lain dalam ruangan itu. Dokumen demi dokumen mereka teliti dan pahami. Mereka berdua terlihat fokus dengan kegiatan yang mereka lakukan hingga suara pintu yang terbuka dari luar menggema dalam ruangan. Sehun memasuki ruangan dengan raut datar. Ia melempar jaket kulitnya ke atas sofa membuat kemeja putihnya yang berlumuran darah terlihat jelas. "Kau tak mengetuk pintu?" kata Kai.

Sehun tak menghiraukannya, ia berjalan menghampiri Kai dan Polly dengan aura kesal."Hai Sehun apa kabar?" tanya Polly basa-basi. "Dia hampir mendapatkanku." Kata Sehun. "Arata?" tanya Polly lagi. Sehun duduk kursi di samping Polly. "Aku jenuh ada dalam mansion ini tanpa melakukan apapun, jadi aku memutuskan untuk menerima pekerjaan. Semua berjalan lancar, hingga saat perjalanan pulang sebuah mobil berusaha mendorong mobilku masuk jurang. Hal itu tak terjadi karena refleksku menyelamatkanku. Aku membanting setir dan hampir menabrak pohon. Ia masih berusaha mengejarku hingga aku memutuskan memutar arah kembali ke kota. Aku berhasil mengecohnya dan kembali dengan selamat." Sehun mengakhiri ceritanya dengan helaan nafas panjang.

Peaky PerilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang