PROLOG

13.1K 319 4
                                    

Keesokan harinya aku masih berada di rumah sakit. Masih dengan baju yang sama hanya sedikit lebih lelah dan berantakan. James masih tertidur setelah operasi untuk mengeluarkan peluru yang ada di perutnya dan juga dia sudah menghabiskan banyak kantung darah. Aku bisa menghitung berapa banyak perawat yang bolak-balik mengganti kantung darah dan cairan infus. Aku bisa mengerti mengingat seberapa banyak darah yang keluar dari satu tembakan. Aku merinding ketika kembali mengingatnya. Si Detektif juga datang sangat pagi untuk bertanya padaku banyak hal tentang James dan perusahaan yang mana aku tidak tahu banyak.

Aku sudah menyiapkan banyak hal ketika James bangun. Mulai dari air, makanan, dan bahkan minuman keras. Aku baru tahu seberapa besar James menyukainya setelah satu minggu tinggal di penthousenya. Dia bahkan memiliki seluruh rak di dinding untuk berbagai macam jenisnya.

Pintu terbuka ketika Max juga seluruh keluarga James masuk dan mengerubunginya. Aku melangkah ke samping bersama Max yang menggunakan penyangga untuk tangan kirinya. Aku yakin itu akibat tembakan yang dia dapatkan kemarin sebelum memotong tenggorokan pria itu.

"Bagaimana bahumu?" Kataku sambil menguap tanpa bisa aku tahan.

"Lumayan. Kau tidak tidur?" Balas Max sambil mengusap lengan atasku. Aku menggelengkan kepalaku.

"Bagaimana aku bisa tidur setelah semua itu. Butuh segenap usaha agar aku tidak mengalami trauma karena insiden itu." Kataku sambil mengingat tadi malam ketika James sudah berada di ambulans, Louis datang dan bertingkah seperti orang tua yang overprotective. Dia menanyaiku banyak hal dan berulang kali memastikan kalau aku tidak terluka karena aku memiliki banyak darah di tangan dan pakaianku. Aku akhirnya bisa menyuruhnya pulang dengan alasan mengambilkan pakaian baru untukku setelah semalaman menemaniku menunggu James di ruang operasi.

"Bagaimana kau melakukannya, tadi malam?" Kataku merujuk pada Max yang entah bagaimana bisa membunuh pria itu sekaligus mengalihkan pembicaraan.

"Aku hanya melakukannya." Balasnya dengan singkat dan aku tidak mengatakan apapun selain menunjukkan dengan jelas kalau aku menunggunya berbicara lagi.

"Oke, katakan saja aku mengikuti beberapa kelas bela diri." Katanya lagi yang membuatku menganggukkan kepala.

"Tapi bagaimana kau mendapatkan pisau itu?" Kataku sambil mengingat kembali momen dimana tiba-tiba saja tenggorokan pria itu berdarah dan Max yang memegang pisau berlumuran darah.

"Aku meminta pada bartender ketika James berbicara dengan pria itu. Aku hanya berpikir mungkin aku bisa menggunakannya untuk nanti." Balas Max yang sama sekali tidak aku ketahui. Membuktikan bagaimana fokusnya aku pada James.

Aku terdiam ketika ayah James berjalan mendekatiku. Dia mungkin sudah tua tapi sama sekali tidak mengurangi ketampanannya ataupun tatapan tajamnya yang sangat mengintimidasi. Aku tersenyum kecil namun sepertinya berubah menjadi sangat konyol sekali.

"Max memberitahuku bagaimana kau sangat peduli pada James sampai kau harus dipaksa agar kau bisa meninggalkan sisinya. Terima kasih." Katanya sambil menepuk bahuku dan entah kenapa aku merasa bahagia  mendengarnya keluar langsung dari mulut pria di depanku ini. Aku tersenyum lebar dan menganggukan kepalaku mencoba untuk tidak bereaksi berlebihan.

"Kami semua berterima kasih padamu." Sambung sang ibu Laura, dan yang bisa kulakukan hanya menganggukkan kepalaku.

"Sialan, dad. Jauhkan tanganmu darinya."

Di tengah-tengah momen itu tiba-tiba suara James menyela dengan lirih namun cukup keras untuk di dengar semua orang. Semua orang tertawa kecil dan aku tiba-tiba meneteskan air mata. Bukan karena sedih namun bahagia sebab James sekarang baik-baik saja. Aku dengan cepat menyeka aliran air mata di pipiku di tengah-tengah tawaku yang sangat menyedihkan. Aku dengan cepat meraih air yang ada di meja dan mendekatinya. Tanpa kata sepertinya Laura mengerti dan membantu untuk James minum.

Setelah itu hanya ada percakapan ringan dan candaan walaupun aku sedikit bisa merasakan kecanggungan James pada keluarganya terutama ayahnya. Tidak terlalu jelas tapi entah kenapa aku bisa menangkapnya. Ketika mendekati jam makan siang Louis datang membawa pakaianku dan sebungkus makanan dari taco bell. Orang tua James mengajak semua orang untuk makan siang bersama tapi aku memilih untuk tetap bersama James, sejalan dengan semua orang yang pergi aku masuk ke dalam kamar mandi dengan pakaian bersih yang di bawa Louis. Aku masih ingin berusaha meyakinkan diriku sendiri kalau James benar-benar selamat karena aku masih tidak bisa menyingkirkan wajah James yang pucat pasi dan kulitnya yang dingin seolah kehidupan diserap habis darinya. Aku takut bahkan setelah Louis meyakinkan ku berulang kali kalau semua baik-baik saja.

Setelah aku berganti pakaian aku mengumpulkan rambutku menjadi gelungan besar di atas kepalaku dan ketika aku keluar dari kamar mandi James menghela napas sambil menatapku. Dia terlihat kembali hidup saat ini, warna kulitnya kembali seperti semula dan tidak ada lagi tatapan sayu yang seolah bisa menutup kapan saja dan tidak akan pernah terbuka lagi. Aku berjalan ke tas tanganku dan mengeluarkan botol gin berukuran sedang. James terlihat tersenyum lebar ketika aku berjalan mendekat dan menuangkan gin itu ke dalam gelas air yang sudah aku kosongkan.

"Kau adalah pacar terbaik yang pernah ada." Katanya sambil meminum dari gelas.

"Pacar?" Kataku sedikit bingung tapi juga bahagia.

"Yah, ketika ada seseorang yang mau merawatmu sampai mati kurasa itu cukup untuk membuatnya resmi." Kata James yang membuatku tersenyum lebar.

"Jadi kita resmi pacaran?" Kataku yang terdengar seperti pengulangan tapi aku tidak peduli. Aku harus memastikan ini nyata.

"Tentu saja." Katanya sambil menarikku mendekat kemudian menempelkan bibirnya padaku dengan ciuman yang lembut. Aku merasakan ada ledakan kecil dalam tubuhku yang dipenuhi dengan kebahagiaan dan aku berharap kalau aku akan memiliki sesuatu yang berbeda dengan James karena aku menyayanginya atau mungkin lebih tepatnya.

Aku jatuh cinta pada iblis pemain wanita ini.

The Devil is a PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang