Aku meregangkan tubuhku dan menguap dengan lebar ketika aku menuangkan adonan pancake ke atas penggorengan. Aku bekerja semalaman suntuk untuk acara peragaan busana dan mendandani lebih dari dua puluh model dan hari ini aku masih harus ke pemotretan. Aku tidak tahu apakah pergelangan tanganku masih sanggup untuk bekerja.
"Selamat pagi,"
Aku mengernyitkan dahiku melihat Felicia berada di sini pagi-pagi sekali. Dia duduk dengan santai di bangku pantry setelah menyapaku dan aku lebih bingung lagi ketika Louis berjalan di belakangnya mencium keningnya sebelum melintasiku dan membuat kopi.
"Hai, Felicia. Apa yang kau lakukan disini?" Kataku dengan penasaran melihat muka bantalnya sambil membalik pancake ku.
"Aku tidur di sini semalam." Katanya dengan santai sambil menerima kopi yang Louis berikan padanya. Kemudian aku menarik kesimpulan.
"Kalian sudah berhubungan seks." Kataku sambil menahan teriakanku.
"Aku berharapnya begitu, tapi tidak. Kami memang tidur bersama tapi tidak melakukan itu." Kata Felicia di tengah-tengah menyeruput kopinya.
"Kau masih ada pekerjaan hari ini?" Kata Louis duduk di sebelah Felicia.
"Yah, nanti siang." Kataku sambil tetap menggoreng pancake ku.
"Kau tidak harus menerima semua pekerjaan yang di tawarkan padamu, kau tahu. Kau juga harus memiliki waktu untuk dirimu sendiri." Kata Louis yang sedang dalam mode kakak yang protektif. Aku tersenyum kecil.
"Aku tahu batasanku, big brother." Kataku.
"Atau, kau bisa menjadi Brand Representative ku." Kata Felicia menatapku dengan senyumannya yang harus kuakui sangat cantik. Sekarang aku merasa minder, dia bahkan terlihat sangat menawan walaupun dia hanya memakai kemeja Louis dan tanpa makeup, jika itu aku, aku sudah pasti terlihat seperti Harley Quinn yang baru saja putus.
"Itu, aneh." Kataku sambil menatap pancake di tiga piring.
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" Kata Felicia menganggukkan kepalanya ketika aku menunjukkan botol madu padanya.
"Kau baru mengenalku kemarin dan kau memberiku pekerjaan dengan posisi yang cukup tinggi. Kau tidak berpikir itu terlalu berlebihan." Kataku sambil menuangkan madu di atas tumpukan pancake.
"Tidak ada 'terlalu berlebihan' di kamusku. Lagipula pekerjaanmu bagus, selain itu kau sangat berarti bagi Louis maka kau juga berarti untukku." Kata Felicia dengan ringan. Dia terdengar seperti malaikat. Aku tidak tahu kenapa ada orang yang bisa terlahir seperti Felicia, seluruh keluarga menakjubkan kecuali kakaknya yang devilishly handsome. Oh ya. Bajingan itu, aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya dan aku tidak mau tahu.
"Kurasa aku akan baik-baik saja." Kataku dengan lembut menolak. Aku duduk seberang mereka sambil menuangkan susu ke dalam gelas.
"Kau tidak harus melakukan itu, Fely." Kata Louis yang aku setujui dengan anggukan kecil.
Kami memakan sarapan dengan tenang lalu setelah itu aku bermalas-malasan di sofa sementara Louis dan Felicia kembali ke kamar melakukan yang hanya Tuhan dan mereka saja yang tahu. Aku mengalihkan pandanganku dari televisi saat teleponku berdering dan pesan masuk. James Bradford. Sial.
Besok minggu, kencan pertama, aku tahu restoran di East Village. Aku akan menjemputmu pukul tujuh. Aku tahu kau tidak memiliki agenda, jangan mengelak.
Aku memutar mataku tapi kemudian aku berpikir ulang. Bagaimana dia bisa tahu, dari siapa. Aku tidak membicarakan jadwalku pada banyak orang. Louis. Yah, itu mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil is a Player
RomanceCopyright 2020 | FRAMADANI|All right reserved| This is work of fiction. The characters, incidents, locations and the names herein are fictitious and any similarity to or identification with the location, names, and character or history of any person...