[12] James Lavier Bradford

2.2K 162 12
                                    

Keesokan harinya aku memutuskan kalau aku akan mencoba menjalani hidup Max dan melihat apa yang kemungkinan Aurora lihat darinya yang membuat dia begitu menyukainya walaupun mereka belum pernah bertemu. Dia hanya ada sebelahku jadi saat matahari belum terbit sepenuhnya aku sudah bersiap, menyesuaikan gaya pakaianku seperti Max, kemeja, rompi, jas, dan celana, dia tidak terbiasa memakai dasi serta selalu membiarkan dua kancing di atas tetap terbuka. Dia juga mengenakan banyak Prada dan aku punya beberapa. Aku bahkan bercukur di pagi buta dan menyikat rambutku ke belakang, memakai banyak hair gel agar tetap tersisir rapi ke belakang.

Aku membuka pintu apartemen Max   dengan merentas kodenya, bukan hal sulit jika kau pintar, punya gelar, dan punya alatnya. Aku melihat masih banyak tumpukan kardus dan semuanya masih gelap. Aku duduk di sofa ruang tamu setelah menuangkan gin yang ada tidak jauh dari sofa yang ku duduki. Aku tahu ini masih pagi tapi aku punya toleransi alkohol yang tinggi.

Setengah jam kemudian beberapa tirai mulai terbuka sendiri dan cahaya matahari menerangi apartemen. Suara pintu terbuka dan Max keluar dengan kimono satin berwarna hitam yang tidak dia simpulkan. Wajahnya yang masih mengantuk menatapku seolah aku ini adalah mimpinya.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau masuk?" Kata Max sambil mengusap wajahnya berulang kali.

"Kau tahu apa, jangan di jawab. Apa yang kau inginkan?" Kata Max melanjutkan langkahnya ke dapur. Aku mengikutinya dengan langkah perlahan dan melihat kegiatannya yang terlihat seperti orang normal.

"Aku akan mengikutimu hari ini." Kataku duduk di kursi dan mengambil apel. Max menatapku seolah dia sedang menilai penampilanku.

"Tidak." Katanya setelah keheningan yang panjang.

"Hei. Kau tidak dalam posisi untuk memilih. Aku akan mengikutimu hari ini, terima saja." Kataku sambil melemparkan apelku padanya yang dia tangkap dengan cakap dan membuangnya ke tempat sampah.

"Ada apa denganmu?"

"Terima saja oke?"

"Apa ini ada hubungannya dengan Aurora?"

"Kenapa kau bilang begitu?" Kataku sambil menggaruk bagian belakang telingaku. Max menatapku dan menyeringai, sialnya dia paham dengan apa yang baru saja aku lakukan.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Kata Max sambil menggoreng telur, sosis, dan daging asap.

"Albert bisa mengurusnya." Kataku dengan santai.

"Oke," Kata Max dengan ragu seolah aku masih punya sesuatu yang belum aku katakan.

"Lagipula semua berjalan dengan lancar. Hanya tinggal mengurus di sekelilingnya. Aku yakin Albert bisa menanganinya." Kataku yang dibalas dengan anggukan. Max duduk di seberangku dan memakan makanannya dengan tenang. Aku hanya menunggunya sambil memakan satu apel lagi.

"Berbicara tentang Albert. Dia putus dengan pacarnya." Kataku sambil menyeringai. Albert terlihat memiringkan kepalanya dengan wajah bertanya-tanya.

"Apa itu akan memengaruhiku?" Katanya sambil memasukkan suapan lain.

"Well, karena kau menyukainya, tentu saja. Kau punya kesempatan untuk mendekatinya."

"Tidak," Kata Max menggelengkan kepalanya dan menunduk menatap makanannya. Aku menghela napas.

"Aku yakin dengan wajahmu, kau bahkan bisa membuat pria berbelok arah jika kau benar-benar menggunakan potensimu secara penuh. Lagipula, apa ruginya?" Kataku sambil membayangkan jika Max benar-benar memiliki pacar sekarang. Pasti akan sangat lucu.

"Itu kau. Bukan aku." Balas Max sambil menghabiskan suapan terakhirnya. Dia membuka ponsel setelah menyisihkan piring dan memegang kembali cangkir kopinya yang masih mengepul panas. Semuanya masih normal.

The Devil is a PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang