"Apa menurutmu ini berlebihan?" Kataku sambil berjalan memutar. Ini adalah malam pesta peluncuran Lucy Beauty. Aku sebenarnya tidak ingin datang namun Louis memaksa.
"Tidak. Kau terlihat, bagus." Katanya sambil menyimpulkan dasinya.
Aku menggunakan gaun hitam sutera panjang dengan v neck dan tanpa lengan. Aku menggerai rambutku, menambah beberapa hair extensions, mengintenskan gelombang di rambutku, dan menggunakan bandana berwarna perak. Aku tersenyum pada Louis kemudian membantunya menggunakan tuxedo hitamnya dan membenahi dasi yang berwarna perak.
"Mungkin kita tidak usah pergi." Kataku masih memiliki banyak keraguan di hatiku.
"Kita sudah membicarakan ini. Kau tenang saja, aku akan berada di dekatmu. Lagi pula aku sudah berjanji pada Felicia untuk datang." Kata Louis kemudian mengulum bibirnya dan menatapku dengan ringisan.
"Kau apa?" Kataku berhenti di depan pintu apartemen.
"Aku sudah berjanji pada Felicia untuk datang. Aku ingin memberitahumu tapi aku tidak mau bereaksi berlebihan seperti ini." Kata Louis dengan raut bersalah.
"Sejak kapan kau bertemu dengannya?" Kataku menyipitkan mataku dan mengambil mantel nude dari gantungan.
"Kau ingat dia memberi kita undangan. Dia menulis nomornya di sana. Keesokan harinya aku sarapan dengannya di restoran." Kata Louis mendorongku keluar dari pintu apartemen dan kami berjalan ke arah lift dengan keheningan. Ini sulit dipercaya.
"Felicia memberimu nomor teleponnya?" Kataku saat kami berada di lift dan Louis menekan tombol lantai dasar.
"Benar." Kata Louis sambil menganggukkan kepalanya. Aku menghela napas setelah memakai mantelku. Aku memeluk Louis sejenak.
"Aku mencintaimu." Aku bergumam.
"Aku juga. Ayo." Kata Louis menggandeng tanganku dan berjalan ke arah lobi.
Seorang petugas parkir mengulurkan kunci mobil pada Louis dan teman-temannya membukakan pintu untukku dan Louis. Oh ya, semenjak Louis bekerja di perusahaan teknologi itu hidup kami terasa lebih ringan dan aku mulai bisa merasakan sedikit kemewahan yang berasal dari tangan kami sendiri.
Louis mengendarai mobilnya keluar dan masuk ke jalan. Aku terkejut ketika Louis memberitahu berapa banyak gajinya. Lima ribu lima ratus dolar per bulan dan dua ratus dolar per hari jika dia terlibat proyek. Aku bahkan memuntahkan kopiku ke lantai dan ke novel yang ku baca saat itu. Kami juga bisa lebih mandiri dan tidak lagi bergantung dengan orang tua angkat kami.
Tidak butuh waktu lama, aku dan Louis sudah sampai di tempat pesta. Menurut undangannya pesta itu berada di ballroom hotel four seasons di tengah kota New York. Louis menyerahkan kuncinya pada petugas parkir dan kami berjalan ke arah ballroom yang ada di sayap barat. Kami menitipkan mantel sebelum akhirnya masuk ke dalam ballroom yang sudah dipenuhi banyak orang.
Dekorasi mirip seperti seseorang yang sedang berulang tahun, banyak pita dan balon, namun tidak terasa seperti itu karena mayoritas warnanya hanyalah hitam dan merah muda. Sesuai dengan warna yang ada di logo kosmetiknya. Aku melihat meja yang penuh dengan minuman dan kudapan. Lalu display dari produk baru yang sangat ingin kusentuh. Keseluruhan pesta ini sangat indah.
"Louis kau datang." Aku menoleh ke samping. Begitu juga dengan Louis saat Felicia datang menyapa dengan suara yang ceria dan gaun merah tua yang membalut tubuhnya dengan indah. Belum lagi rambutnya yang di sanggul dan mengekspos lehernya yang jenjang.
Aku membelalakkan mataku saat Felicia tanpa peringatan memeluk leher Louis dan mencium tepat di bibir. Bukan tipe kecupan biasa namun ini benar-benar ciuman dengan mulut terbuka. Aw. Aku bahkan tidak bisa berkata-kata selain melihat Felicia yang nampak sangat agresif dengan ciumannya dan Louis yang sepertinya mulai menikmati dan malah membalas Felicia. Ya Tuhan, berapa lama aku harus melihat kakakku bermesraan. Ini sangat tidak nyaman dan aneh.
Aku mengernyit seolah aku melihat orang muntah di hadapanku saat aku mendengar desahan mereka berdua sebelum ciuman itu akhirnya selesai. Aku mengulum bibirku sendiri mencoba untuk tidak tertawa saat melihat mulut Louis dipenuhi warna merah dari lipstik Felicia.
Beberapa orang yang melihat mulai fokus dengan urusan mereka masing-masing sementara aku mengambil tisu basah dari tas tanganku dan mengulurkannya pada Louis. Aku melirik Felicia yang masih terdiam dengan lipstik yang memudar dan berantakan.
"Kau tidak mau berkeliaran seperti itu kan?" Kataku dengan senyum kecil sementara Louis mengambil tisu basah dan mengelap bibirnya sendiri.
"Aku akan mengambil minuman saja." Kataku lalu dengan sopan pamit pada Felicia dan pergi ke arah meja yang sudah dipenuhi dengan camilan dan minuman.
Aku mengambil piring kecil dan mulai mengisi piringku dengan cupcake dan kudapan kecil sebelum bergeser ke sudut ruangan lain yang kukira cukup sepi dan tersembunyi. Ballroom ini tidak berbentuk persegi panjang seperti umumnya, tapi ballroom ini menekuk dengan cara yang aneh namun dengan dekorasi permanennya malah terlihat indah. Aku bersandar di dinding, memakan makananku dan melihat kerumunan orang yang mengobrol dan bersulang.
Aku melihat Louis dan Felicia mengobrol. Mereka tampak asik sampai tangan Felicia memeluk pinggang Louis dan entahlah, dia terlihat sangat agresif. Aku menghembuskan napasku pelan melihat mereka yang masuk ke segerombolan orang lainnya dan obrolan mereka bertambah seru. Aku sendiri sudah kehilangan semangat ku untuk mendekati booth pameran produk terbarunya. Kurasa kejadian di pintu masuk tadi sedikit mempengaruhi ku.
"Sendirian?"
Aku menoleh dan melihat pria dengan tuxedo merah tua dan dasinya yang berwarna senada. Posturnya tegap dan berotot seperti Louis tapi sepertinya pria ini lebih besar dan lebih tinggi. Aku menelan ludahku begitu merasakan aromanya yang seakan memenuhi udara di sekitar ku. Dia semakin mendekat hingga ditutupi bayangan, namun aku masih bisa melihat matanya.
"Kau bisa lihat sendiri." Kataku sambil tetap makan.
Aku melihat pria itu tersenyum kemudian mengulurkan tangannya.
"James." Katanya.
"Rora." Kataku sambil menyambut jabat tangannya.
"Kukira aku sudah menemui semua jenis wanita, tapi kurasa aku salah." Katanya sambil menyilangkan tangannya dan bersandar ke dinding di belakangnya. Aku mengernyit tidak mengerti apa yang dia katakan tapi aku bisa menarik kesimpulan kalau pria ini bajingan.
"Kau tahu, aku bisa melihat kau memiliki payudara yang bagus. Aku yakin mereka tidak akan keberatan jika ku sentuh." Lanjutnya.
Aku tersedak makananku sendiri sebelum menaruh piringku ke meja kecil di sampingku kemudian menatapnya dengan sengit. Aku mencoba menjauh saat James mencoba mendekat, aku bisa merasakan sentuhannya yang seringan bulu di bahuku yang tidak tertutup dan aku mencengkeram pergelangan tangannya kemudian memuntirnya.
"Jangan sentuh, aku." Kataku berniat untuk menendang kejantanannya namun aku berakhir menendang perutnya. Karena aku belum puas aku kembali menendangnya dengan lututku dan kali ini tepat sasaran. James mengerang kemudian menatapku dengan bingung.
"Kau meleset yang pertama, dan kau tepat kedua kalinya." Kata James di tengah ringisannya.
Wkwk terinspirasi dengan scenenya Gamora sama Peter Quill di Avengers Endgame 😂😂😂
Yang tahu apa yang ku maksud komen di bawah 👇
James emang dasar playboy mesum cap bangau harus dikasih pelajaran
Vote yang banyak dan follow juga comment apapun tulis aja. Aku suka bacanya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil is a Player
RomanceCopyright 2020 | FRAMADANI|All right reserved| This is work of fiction. The characters, incidents, locations and the names herein are fictitious and any similarity to or identification with the location, names, and character or history of any person...