"Bisakah kalian tinggalkan aku sendiri." Kata James yang langsung kuturuti. Aku membereskan dokumen dan membawa tablet sebelum keluar dari ruang rapat bersama Maximilian.
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan James akhir-akhir ini dan hari ini sepertinya semakin bertambah parah. Dia terlihat teralihkan dan aku tidak bisa mencari tahu apa yang sedang terjadi dengannya. Aku bahkan yakin sekali dia tidak bisa mengingat topik pembahasan rapat tadi.
"Kau oke? James punya beberapa pakaian ganti di ruangannya. Kurasa dia tidak keberatan jika kau menggunakannya." Kataku sambil menatap Maximilian yang beberapa inci lebih pendek dariku sembari berjalan di sepanjang lorong. Matanya berwarna abu-abu balas menatapku dengan senyuman kecil di bibirnya.
"Aku baik-baik saja." Katanya sambil menatap ke depan lagi. Lift masih terlihat jauh dari pandangan.
"Kau tahu apa yang terjadi pada James?" Kataku padanya yang diam sepanjang jalan.
"Aku tidak yakin." Jawabnya singkat yang membuatku mengerutkan dahiku dan menatapnya.
"Apa ada yang salah?" Kataku menempelkan kartu pengenalku di layar di samping lift yang akan aku gunakan. Pintu lift terbuka tidak lama kemudian.
"Tidak."
Aku masuk ke dalam lift dan Max menyusul tidak lama setelahku. Aku masih kebingungan untuk mencerna apa saja yang sudah terjadi hari ini. Pertama adalah James yang sangat aneh kemudian ditambah lagi dengan Maximilian yang juga terlihat terganggu saat ini, kupikir dia baik-baik saja saat di rapat tadi tapi sekarang dia tampak berbeda. Dia terlihat dingin.
"Kau yakin akan keluar seperti itu? Aku bisa mengambilkanmu pakaian ganti." Kataku padanya.
"Tidak usah." Balasnya singkat.
"Jika kau punya masalah atau sesuatu yang tidak kau sukai di proyek ini kau bisa menyampaikannya padaku. Kurasa James tidak akan keberatan dengan itu." Kataku setelah berpikir cukup lama untuk mendapatkan alasan semua orang bersikap seperti bukan dirinya sendiri hari ini.
"Hei. Jika untuk kebaikan proyek ini, kau benar-benar bisa menyampaikannya padaku. Bicarakan saja." Kataku sambil memegang lengan atasnya dan menatap matanya yang entah kenapa terlihat sangat terang, mungkin hanya karena pencahayaan di dalam lift. Aku merasa aku semakin yakin kalau sesuatu di proyek ini mengganggunya.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan." Kata Max melepaskan tanganku dari lengannya. Dia kembali mengalihkan pandangannya ke arah layar yang masih menunjukkan nomor 10.
"Baiklah, mungkin kita bisa membicarakannya lain kali." Kataku ketika pintu lift terbuka. Max berjalan keluar tanpa mengatakan apapun. Berjalan melintasi lobi hingga dia hilang di dalam mobilnya yang sudah terparkir di halaman. Aku menghela napas dan kembali bingung dengan keadaan. Aku bahkan belum bisa memproses Diana, tidak bisa mencari tahu apa yang terjadi pada James, dan sekarang Max terlihat menarik menjauh tanpa aku tahu penyebabnya.
Ini hari yang sangat aneh.
*~*
Aku bangun dari tidurku, sedikit kaget dan bingung melihat ke sekelilingku lalu aku mengingat kalau tadi malam aku mendapatkan pekerjaan ekstra di tengah malam dan sepertinya aku tertidur di apartemen Maximilian. Aku dengan cepat bangun dan melipat selimut kemudian berjalan ke arah dapur, karena aku mendengar suara mesin pembuat kopi.
"Selamat pagi," Kata Maximilian begitu dia melihatku melangkah masuk ke dapur.
"Aku ketiduran tadi malam?" Kataku sambil mengusap wajahku.
"Ya. Krim atau gula?" Kata Max mengulurkan dua cangkir kopi padaku. Dia nampak juga baru saja bangun dari tidurnya karena dia hanya menggunakan celana pendek dan kimono satin sepanjang lutut yang tidak di simpulkan. Aku mengambil cangkir di tangan kanannya dan menggumamkan terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil is a Player
RomanceCopyright 2020 | FRAMADANI|All right reserved| This is work of fiction. The characters, incidents, locations and the names herein are fictitious and any similarity to or identification with the location, names, and character or history of any person...