Setelah berjam-jam mengerjakan kertas kerja dan tumpukan laporan yang tidak ada habisnya aku akhirnya bisa keluar dari kantor, begitu juga dengan Albert, yang seharian ini lebih pendiam dari biasanya tapi aku tidak begitu peduli. Hari ini aku sudah berjanji pada Aurora untuk melihat matahari terbenam di patung Liberty. Setelah sampai di dalam mobilku aku menatap tas tangan dengan logo Victoria Secret dan tas tangan yang lain yang lebih kecil ukurannya dengan logo Tiffany & Co berada di bangku belakang sejak semalam. Pada dasarnya aku tidak mengeluarkan mereka dari mobil ini.
Aku berkendara cukup cepat hingga sampai di halaman gedung apartemen tempat Aurora tinggal dan aku sudah melihatnya berdiri di samping pintu masuk ke dalam gedung. Aku menurunkan jendela mobilku sambil menekan klakson hingga mendapatkan perhatian Aurora. Dia mendongak dari ponselnya dan berjalan ke arahku begitu dia menatapku. Aku tidak tahu kalau jeans dan sweater bisa terlihat sangat seksi jika Aurora memakainya.
Begitu dia masuk ke dalam mobil aku kembali menjalankan mobilku dengan laju yang lebih santai. Aku menyalakan layar monitor yang berada di tengah-tengah dashboard dengan jempolku menempel di tengah-tengahnya. Aku memang sengaja membawa mobil ini karena aku ingin menunjukkan pada Aurora kalau aku jauh lebih jenius dari Max.
"System activated."
Suara wanita dengan logat Inggris menggema di seluruh mobil begitu layar menyala. Aurora terlihat kaget dan menatapku dan apa yang aku lakukan berulang kali. Aku hanya sedang menentukan lokasi tujuan namun sepertinya Aurora masih belum paham.
"Apa itu tadi?" Katanya.
"Kau akan tahu." Kataku melepaskan tanganku dari setir dan menyeringai menatap Aurora yang panik.
"Apa kau gila!" Katanya sambil mendorongku menyetir kembali dengan benar namun aku hanya tertawa kecil ketika mobil keluar dari jalur.
"Auto drive engaged."
Mobil kembali ke jalurnya dan berjalan lurus. Aurora menghela napas setelah melepaskanku, dia menatap setir yang memutar dengan sendirinya dan dia kembali menatapku dengan kesal tapi juga takjub.
"Bagaimana?" Katanya sambil menatap ke sekelilingnya.
"Kau pikir hanya mata-mata atau di film yang ada mobil seperti ini? Tentu saja tidak. Aku bahkan yang membuat sistemnya sendiri." Kataku sambil menatap Aurora yang sepertinya kembali tenang.
Aku mengulurkan tanganku ke belakang dan mengambil dua tas tangan itu lalu memberikannya pada Aurora. Dia mengernyitkan keningnya menatapku kemudian melihat isinya. Aku tersenyum padanya ketika dia mengeluarkan satu bra berwarna hitam yang aku yakin pasti akan sangat cantik jika dia pakai. Aurora memasukkannya kembali dengan cepat dan menatapku tajam sedangkan wajahnya merona ketika lampu jalanan menerangi wajahnya. Aku duduk menghadapnya dan menyandarkan kepalaku di punggung kursi masih dengan senyum tertera di bibirku membayangkan suatu hari dia benar-benar memakainya.
"Apa itu tadi?" Katanya.
"Tentu saja beberapa baju dalaman, aku yakin kau tidak memiliki beberapa yang cantik jadi aku membelikannya untukmu. 34-B, aku yakin." Kataku sambil menyilangkan lenganku. Aurora menghela napas dan membuka tas yang kedua. Dia mengernyitkan dahi nya sambil menarik kotak beludru berwarna biru tua yang cukup panjang sambil menatapku bergantian.
Saat dia membukanya liontin berbentuk crossbow jatuh bergelantung dengan rantai berwarna perak. Aku melihat senyum terukir sedikit di bibirnya ketika mata Aurora tidak bisa lepas darinya.
"Ini indah. Apa itu?" Katanya sambil menatapku sekilas.
"Crossbow. Itu sesuai denganmu." Kataku tidak lelah menatap wajah Aurora yang tidak pernah membuatku bosan. Dia bahkan tidak banyak memakai makeup.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil is a Player
RomanceCopyright 2020 | FRAMADANI|All right reserved| This is work of fiction. The characters, incidents, locations and the names herein are fictitious and any similarity to or identification with the location, names, and character or history of any person...