klaut 12

12 4 0
                                    

Selamat menikmati kisah Agatha, Finnick, serta Al dan Ann.

____

KLAUT 12
{[Agatha]}

UNTUK SEORANG GADIS yang tinggal di kota metropolis, Agatha seharusnya terbiasa dengan teknologi, tetapi yang ini berbeda. Seolah-olah yang di hadapannya adalah peradaban baru.

Hal pertama yang diperhatikan Agatha adalah dia tidak tiba di Irvifetha. Kapsul itu membawanya ke semacam stasiun lain, tetapi kali ini di bawah tanah.

Agatha keluar dari kapsul dan ketika kereta kapsul kedua tiba, dia melihat Finnick.

Itu pasti Finnick, pikir Agatha dengan 100% keyakinan.

Ketika Agatha menatap Finnick, dia juga menatapnya. Tatapan mereka bertabrakan dan Finnick segera memalingkan kepalanya, tidak ingin Agatha tahu dia meliriknya. Sayang sekali, Agatha sudah menyadarinya.

Stasiun itu megah, dan ada dua jalur kereta api, yang dibagi oleh lantai marmer lebar untuk orang-orang berkumpul. Desainnya klasik-futuristik; kompilasi yang aneh tapi amat keren. Orang-orang berkumpul, menunggu kereta. Beberapa orang datang untuk menghadiri sekolah sebagai siswa, Agatha yakin. Beberapa lainnya menemani para siswa.

Finnick didekati oleh seorang bocah lelaki yang tampak seperti orang brengsek seperti Finnick. Dia memiliki tubuh berotot untuk anak lelaki berusia 14 tahun. Tapi wajahnya tidak tampan. Malahan wajahnya mengingatkan Agatha dengan Dean—teman Finnick di kota asal mereka.

Keduanya tampak cepat sekali dekat dan mereka mengobrol sambil berjalan pergi.

Agatha menghela napas. Dia berharap memiliki aplikasi panduan bagaimana mendapatkan teman.

“Hei, triplet,” seseorang meletakkan tangan di bahu Agatha dan sontak ia mendorong tangan itu menjauh. Tangan itu milik orang asing dengan suara seorang perempuan.

Orang asing itu muncul di sampingnya. “Kenapa kau sendirian dan tidak menunggu kami?”

Dalam sedetik kemudian Agatha bingung siapa 'kita' yang dia maksudkan. Pertanyaannya dijawab ketika seorang anak laki-laki datang ke sisi kanannya. Oke, itu menyeramkan, Agatha dikelilingi oleh dua anak yang identik.

Anak laki-laki dan perempuan itu memiliki postur dan struktur wajah yang sama. Mereka memiliki mata biru-hijau samudra yang sama, kulit berwarna perunggu, dan rambut cokelat. Ekspresi mereka ceria dan Agatha langsung tahu bahwa mereka selalu menampakkan wajah ceria.

“Ya, kami sudah mencarimu di mana-mana,” kata bocah itu.

“Apa? Tidak. Aku bukan kembar tiga kalian,” Agatha mengerutkan kening dan mulai berpikir bahwa mereka adalah beberapa orang gila yang akan menjadi siswa di sekolahnya. Ia berjalan cepat untuk meninggalkan mereka berdua. Kejadian barusan mulai membuat Agatha khawatir; bagaimana jika semua siswa Irvifetha gila seperti mereka?

Tidak jauh ketika Agatha bisa mendengar kata-kata mereka. “Kupikir lelucon itu tidak berjalan baik untuknya,” kata gadis itu. Bahkan ketika mereka ada di belakangnya, dia bisa merasakan bocahlaki-laki itu mengangguk. “Dia pikir kita gila,” kata bocah itu.

“Tidak, dia pikir kau gila,” katanya. “Hei, tunggu! Jangan pergi!” teriak gadis itu.

Agatha bisa merasakan langkah mereka yang mengejarnya. Dia terus berjalan melewati kerumunan. Sebuah sensasi dingin menjalar di bahu Agatha. Ternyata itu adalah tangan si laki-laki barusan. Oh, sial… mereka berhasil menangkapnya.

Agatha menggigit bibirnya. “Ada apa?”

Mereka berdua terengah-engah, mencari oksigen. “Pertama-tama, kami tidak gila,” kata si laki-laki. “Kami hanya berusaha menemanimu, karena kau sendirian tanpa teman.”

PRODIGI dan Belati KunoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang