klaut 17

7 4 0
                                    

Selamat menikmati kisah Agatha, Finnick, serta Al dan Ann.

_____

KLAUT 17
{[Kembar Selcouth]}

SETELAH PELAJARAN SEJARAH yang luar biasa membosankan dengan guru yang datar, sekarang Al dan Ann akan berhadapan dengan Pengembangan Energi Klaut, yang kalau tidak salah nama gurunya adalah Raymond Arvad. Kalau dari cerita Fiam, sih, dia guru yang paling seru. Setidaknya PEK adalah sesuatu yang baru, sehingga tidak membosankan. Bagaimana sejarah tidak membosankan, kalau Al dan Ann saja sudah tahu lika-liku sejarah Zourtanzi dengan sangat baik dari kecil. ProfesorNandin juga kurang asyik dalam mengajar.

Ruang kelas PEK berbeda dari ruang kelas Sejarah. Di sini mereka duduk sendiri-sendiri, dan kursinya tidak bertingkat. Ruang itu juga terasa lebih berteknologi tinggi. Yang Al dan Ann lihat, ruangan itu bernuansa tembok putih dan logam. Namun langit-langitnya terbuat dari mosaic kaca, yang memantulkan cahaya-cahaya warna-warni, sehingga banyak bayangan warna-warni di seluruh penjuru kelas.

Al dan Ann duduk bersebelahan dan Agatha memutuskan duduk di samping kiri Al. ketika Al dan Ann duduk dan mengeksaminasi mejanya, ada sebuah panel yang ditanam di pojok kanan depan meja. Panel itu polos, terbuat dari logam dilapisi kaca biru tipis dengan jalinan benang-benang logam.

Apa yang bisa kau rasakan? Suara Al menggema di pikiran keduanya yang terhubung.

Ann menoleh ke arah Al dan mengangkat bahu. Belum ada pertanda.

Profesor Raymond—sekiranya Al dan Ann menduga itu adalah dia—duduk di mejanya yang berada di depan kelas. Ia diam saja melihat murid-murid barunya memasuki kelas dan mengisi tempat-tempat kosong. Perawakannya tegas, namun sorot matanya kekanakkan. Ia memiliki rambut hitam legam dengan mata biru listrik.

Ketika murid-murid kelas keduanya telah mengisi semua tempat, Profesor Raymond menyandarkan dirinya dalam-dalam ke kursinya yang terlihat empuk. “Kalian tahu kita mau belajar apa?”

“Pengembangan Energi Klaut, Profesor,” jawab semuanya serempak, kecuali si kembar.

Professor Raymond tersenyum menyebalkan dan menghembuskan angina dari mulutnya yang hamper tertutup rapat. “Iya, tidak usah diberi tahu… di depan kelas juga sudah ada plang bertuliskan PEK, teman-teman…”

Al dan Ann terkekeh pelan dan menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajah mereka yang menahan tawa.

“Hey, kembar, mengapa kalian tertawa?” tegur Profesor Raymond. Entah kemagisan apa yang dimiliki professor-profesor di Irvifetha, mereka bisa langsung tahu kalau ada murid yang tertawa. Aneh.

Mereka punya jimat apa, sih? Suara Ann bergema di benak keduanya.

Coba tanyakan, biar kita juga bisa pakai, balas Al.

“Memangnya sejelas itu, Profesor?” tanya si kembar.

“Ya aku melihat kalian tertawa, ya jelas.”

Al dan Ann menggaruk kepala mereka yang tidak gatal sama sekali. “Maksudnya, kami ini identik sejelas itu?”

Seisi kelas mendesah dan menepuk kening mereka. Ya sudah jelas kalau mereka kembar…

“Sepertinya aku tidak perlu menjawab pertanyaan yang itu,” kata Profesor Raymond, lelah. Belum sepuluh menit mengajar sudah lelah dengan tingkah laku Al dan Ann. Mereka berdua malah makin terkekeh.

Ya jelas lah, kita identik, kata Al. Mata sama, hidung sama, tinggi sama, rambut sama, semuanya sama. Sama-sama laki-laki juga, kan.

Ann spontan mengetuk kepala Altair.

PRODIGI dan Belati KunoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang