03. The Offer

47.4K 3.3K 19
                                    

Suara ketukan di pintu kos membuat Aviva mengerang pelan, namun itu sama sekali tidak membuatnya bergerak dari kasur. Meski begitu ketukan bukan hanya sekali terdengar melainkan berulang kali, sama sekali tidak berhenti. Sehingga dengan berat hati Aviva membuka matanya. Ia mengembuskan napasnya dengan keras, melirik jam dindingnya. Pukul satu siang.

Kurang, Aviva masih merasa waktu tidurnya kurang. Ia menginjakkan kakinya di kos pukul dua malam, tidur pada pukul tiga pagi dan rencananya Aviva hendak tidur saja sepanjang hari. Tetapi sepertinya rencananya gagal total karena ketukan sialan di pintu kamarnya.

Siapa orang gila dan kurang kerjaan yang berani mengetuk pintu kamar kosnya itu? Tidak tahukah ia betapa lelahnya Aviva?

Dengan suaranya yang serak karena baru bangun, Aviva bersuara dengan sedikit keras. “Siapa?” Kepalanya masih setia menempel di atas bantal.

“Aku.”

Mendengar suara itu Aviva mengangkat kepalanya dari bantal. Katakan jika Aviva masih tidur dan sedang bermimpi, tetapi kenyataannya tidak. Ia sudah cukup sadar saat mendengar suara terkutuk itu. Hanya satu kata, namun Aviva sudah sangat berhasil mengenalinya.

Dengan gerakan cepat Aviva keluar dari selimut dan menuju pintu kamar untuk langsung membukanya. Pemandangan yang buruk karena di hadapannya saat ini berdiri pria tinggi dengan pakaian santainya, kaus hitam dan celana jins, sudah terlihat rapi dan tampan.

“Pak Abimanyu?” Pekik Aviva melihat kehadiran Abimanyu di depan pintu kamar kosnya.

“Ya. Ini aku.”

Aviva tidak peduli dengan penampilan lusuhnya yang baru saja bangun dan pastinya buruk rupa. Yang ia pedulikan saat ini adalah suara menyeramkan di depan kamar kosnya. Mau apa lelaki kaya ini berada di depan kamar Aviva?

“Bapak, sedang apa di sini? Saya ‘kan hari ini libur,” ujar Aviva dengan pelan. Rasa kantuknya hilang dalam sekejap begitu melihat kehadiran Abimanyu. Pria ini seperti mimpi buruk yang sama sekali tidak diinginkannya.

Abimanyu mengernyit. “Aku berubah pikiran. Bersiaplah. Aku akan menunggumu di ruang tamu di bawah. Jangan terlalu lama.”

Setelah berkata demikian Abimanyu lalu beranjak dari situ. Membiarkan Aviva yang masih terpaku di depan pintu, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.

Hingga pekikan pelan terdengar jelas dari mulutnya.

Aviva tidak akan pernah bisa diberikan hari libur oleh Abimanyu. Ia sudah mau percaya bahwa Abimanyu akan membiarkannya tenang dan beristirahat hari ini di kamar tercintanya, tetapi semua itu ternyata mustahil. Abimanyu terlalu egois, ia selalu menempatkan kepentingannya di atas segalanya.

***

Kesunyian di dalam mobil tidak Aviva pedulikan. Saat ini perasaan kesalnya tidak berkurang sedikit pun. Ia melirik Abimanyu yang duduk di belakang.

Seenaknya saja kalau bertindak. Hanya karena ia kaya, dipikirnya ia bisa semena-mena. Hanya karena ia Bos bisa berbuat sesuka hati? Mengapa juga Aviva harus berurusan dengan orang seperti ini?

“Kita akan ke mana, Pak?” Aviva melihat Abimanyu melalui cermin depan.

Abimanyu mengetukkan jemarinya di dagu. “Bagusnya ke mana?” Lelaki itu balik bertanya pada Aviva.

“Bapak, bertanya pada saya?” Aviva menoleh sekilas.

“Memangnya di sini ada siapa lagi?” Abimanyu berpaling menatap gadis yang tengah menyetir itu. Ia berkata dengan nada sarkas sehingga membuat Aviva bungkam.

Alasan Aviva bertanya seperti itu karena selama ia bekerja untuk Abimanyu tidak pernah sekali pun lelaki itu memberikan pertanyaan tersebut. Wajar saja jika Aviva bertanya karena baginya itu aneh.

“Maaf, bukan seperti itu maksud saya. Kalau begitu bagaimana jika makan siang? Bapak belum makan siang, ‘kan?” Aviva menyuarakan pendapatnya dengan suara yang pelan.

Abimanyu mengangguk sekilas. “Restoran biasa.”

“Baik, Pak.”

Setelah itu tidak ada obrolan apa pun hingga mereka sampai di restoran tempat Abimanyu biasa makan.

“Selamat siang, Pak Abimanyu,” sapaan lembut begitu Abimanyu masuk ke dalam restoran.

Bukan hal baru jika Abimanyu akan selalu disapa setiap ia mampir ke restoran ini. Sesering itulah ia datang kemari dan Abimanyu juga bukan sembarang pelanggan. Ia adalah pelanggan setia mereka juga jangan lupakan bahwa ia adalah seorang CEO perusahaan besar dan ternama.

Suatu hal yang biasa juga jika Aviva tidak akan pernah disapa oleh pelayan-pelayan wanita di restoran ini. Mereka menganggap Aviva makhluk tak kasat mata.

Pernah sekali ia ditumpahkan minuman oleh seorang pelayan wanita dan pelayan itu justru menyalahkan Aviva.

Bagaimana bisa Aviva yang salah jika ia sedang duduk menyantap makanannya? Pelayan itu saja yang ceroboh.

Melihat itu bukannya balik memarahi pelayan tersebut, Abimanyu justru berusaha menenangkan Aviva dan menyuruhnya meminta maaf pada pelayan wanita tersebut. Bahkan sambil mengumbar senyum manisnya pada pelayan itu.

What the freaky head! Padahal jelas-jelas itu bukanlah kesalahan Aviva.

A Job As A Secretary 👠 [Revised: Completed] || RepublishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang