“Sudah kuterka kau pasti akan ada di sini.”
Aviva yang sedang duduk sembari menatap ke langit menoleh. Ia menemukan Elang sudah duduk di sebelahnya dengan segelas kopi di tangan.
“Hai,” sapa Aviva sambil menyunggingkan senyuman kecil.
“Setelah membatalkan pengunduran dirimu cukup sulit bertemu denganmu. Seminggu ini kau benar-benar sibuk,” ujar Elang, ia tertawa kecil.
Aviva menatap Elang. “Dengan penuh percaya dirinya aku berkata padamu berhenti, namun aku masih berada di sini.”
Aviva menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat hari di mana ia bertemu Elang dan berkata dengan lugas bahwa ia sudah berhenti bekerja di sini.
Elang tersenyum maklum. “Itu keputusanmu, Vi. Apa pun alasanmu itu kau yang lebih tahu baik atau tidaknya.”
Aviva merasa lega. Ia bersyukur dapat mengenal Elang. Lelaki ini tidak pernah mendesak Aviva untuk berbicara lebih. Ia tahu batasannya dan selalu menjadi seorang pendengar yang baik. Elang adalah satu orang dari sekian banyak orang di kantor ini yang cukup dekat dengannya.
“Ya, kau benar, Lang. Aku senang kau tidak seperti mereka. Kau tahu, aku mendengar semua gosip miring itu.” Ia mendesah pelan, memalingkan kembali arah pandangnya ke langit.
“Kenapa kau harus peduli? Abaikan saja.”
“Aku tidak peduli hanya saja tetap sampai ke telingaku ‘kan, Lang?” Kata Aviva pelan, mengerling pada Elang.
Pria itu mengangguk kecil.
“Ngomong-ngomong apa sepulang kerja nanti kau akan langsung pulang?”
Elang tidak akan membahas lebih hal tersebut hanya membuang-buang waktu saja.
“Sepertinya begitu. Ada apa?” Aviva menoleh pada Elang.
“Mau jalan-jalan? Mengitari kota?” Elang memandang Aviva dengan pandangan penuh harap, jangan lupakan senyuman manisnya.
“Tidak bisa. Aviva harus lembur hari ini.” Itu bukanlah jawaban Aviva.
Kedua orang itu langsung berbalik dan melihat sang Bos besar yang sedang berjalan menghampiri mereka.
Aviva dan Elang saling bertukar tatap.
“Selamat siang, Pak Abimanyu,” salam Elang dengan sopan. Begitu jarang baginya dapat bertatap langsung dengan Abimanyu. Ini tak disangka-sangka.
Elang menerka-nerka dalam pikirannya, apa yang membuat si Bos berada di rooftop?
“Siang.” Singkat, bahkan tanpa menatap Elang.
Tatapannya justru tertuju pada Aviva dimana gadis itu juga sedang menatapnya yang tentu saja semua itu tidak luput dari pandangan Aviva, tapi ia memilih abai.
“Ya. Kau ada lembur, Avi. Kita ada lembur sebentar.” Abimanyu berkata dengan tegas begitu berdiri di sisi Aviva yang sedang duduk.
Ia menatap Aviva dengan lekat sebelum memindahkan sekilas tatapannya pada Elang.
“Seingat saya, pekerjaan kita sudah selesai dan tidak ada pekerjaan yang mengharuskan lembur,” kata Aviva.
Lembur mereka ‘kan sudah diselesaikan minggu lalu. Setelah itu selama seminggu ini ia sibuk menemani Abimanyu ke beberapa tempat di luar kota untuk bertemu rekan bisnis dan memantau beberapa anak perusahaannya.
“Laporan darurat baru saja masuk, dan kita harus lembur.”
Aviva ingin sekali menatap Abimanyu dengan tajam. Tidak ada satu pun laporan yang tidak melaluinya terlebih dahulu. Semua laporan yang masuk, atau keluar harus melalui Aviva terlebih dulu. Kecuali tingkat rahasia suatu berkas yang tinggi barulah akan langsung masuk ke surel Abimanyu, bukan padanya lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Job As A Secretary 👠 [Revised: Completed] || Republished
RomanceSeorang sekretaris yang dipekerjakan di perusahaan tentunya hanya mengurus urusan pekerjaan di kantor tidak secara pribadi. Namun Abimanyu tidak peduli. Umum atau pribadi Aviva tetap harus mengerjakannya. Itulah sifat asli Abimanyu, tak terbantahkan...