06. Accompanying Him To Eat Martabak

38.2K 2.9K 15
                                    

Senyuman dari hati yang senang senantiasa menemani Aviva hingga gadis itu menginjakkan kakinya di depan kos-kosan tempatnya tinggal.

Aviva menatap Elang yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum.

“Kau terlihat lebih cerah, Vi,” ujar Elang. Ia senang melihat sosok Aviva yang lepas dan tanpa beban itu.

Aviva tersenyum lebar. “Hari ini terlalu indah bagiku. Aku sungguh berterima kasih, Lang.”

“Masuk dan istirahatlah. Kau pasti lelah.”

“Lelah? Aku sama sekali tidak merasakan kelelahan itu. Aneh bukan?” Aviva tertawa kecil.

Elang merasa pipinya terasa panas. Tawa kecil gadis itu sudah cukup membuat hatinya hangat. “Iya, Vi. Masuklah. Jangan lupa mandi sebelum tidur.”

“Iya, Lang. Aku masuk. Terima kasih sekali lagi dan sampai jumpa.” Aviva kemudian melangkah masuk ke dalam kos-kosan dan Elang yang masuk mobilnya lalu mengemudikannya meninggalkan pelataran kosan Aviva.

Aviva membuka pintu kamarnya, menutupnya tanpa dikunci dan langsung membaringkan badannya di atas kasur.

“Ah. Nyamannya,” gumamnya.

Ia memejamkan matanya untuk membayangkan kembali keindahan pantai tadi. Senyuman lebar tampak di wajahnya. Hanya dengan mendatangi pantai sudah membuat Aviva sebahagia ini. Bebannya seakan hilang dibawa debur ombak.

Sudah berapa lama ia tidak merasa bahagia dan lega seperti ini. Ingatannya akan hati yang tenang pun ia sudah lupa.

Setelah berbaring selama sekitar lima menit Aviva memutuskan beranjak dari kasur untuk mengunci pintu kamarnya. Ia harus mandi agar dapat segera tidur, supaya besok ketika ia bangun, tubuh dan pikirannya dapat terasa lebih segar dan rileks.

Inginnya memang begitu, tetapi baru saja Aviva akan memejamkan matanya dan tenggelam dalam lautan mimpi harus terganggu oleh suara ponselnya. Ia merutuk pelan karena lupa menonaktifkan ponselnya. Dengan kesal, Aviva mengambil ponselnya, nama Abimanyu pun terpampang di layar.

Aviva melirik jam dindingnya, jam sembilan malam. Aviva mendesah, apa yang diinginkan lelaki ini?

“Halo. Selamat malam, Pak.”

“Kau di mana?”

“Di kos, Pak.”

“Buka pintunya.”

“Apa?” Aviva berharap bahwa ia salah dengar.

“Aku di depan pintu kamarmu. Buka pintunya.” Harapan Aviva harus terhempas karena pendengarannya masih bekerja dengan baik.

Aviva rasanya ingin menangis. Dengan malas dan pasrah ia turun dari ranjang, menyalakan lampu kamar yang telah dipadamkannya lalu membuka pintu kamarnya.

Mau menghembuskan napas kesal, tetapi tidak bisa ketika ia melihat Abimanyu yang berdiri di depan pintu sambil tersenyum seolah tak membuat sebuah kesalahan.

“Kau sudah tidur?”

Hampir tidur, sialan.

A Job As A Secretary 👠 [Revised: Completed] || RepublishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang