13. This Protect Feeling

34.2K 2.8K 37
                                    

Aviva berdiri di depan mejanya dengan lutut yang terasa lemas. Dengan menyeret kakinya ia menuju ke mejanya lalu duduk. Keringat dingin mengalir dari dahinya. Tangannya gemetar dan detak jantungnya tertompa cepat.

Menghadapi Abimanyu tadi seperti habis lari maraton saja dan raut wajahnya yang tegas itu membuat nyali Aviva menciut. Tetapi entah keberanian dari mana sehingga membuatnya dapat berbicara semantap itu pada atasannya.

Setelah dipikirkan lagi, Aviva sangatlah bodoh. Ia memang ingin cepat-cepat berhenti dari perusahaan ini, tetapi bukan dengan cara dipecat juga, ia lebih memilih mengundurkan diri. Dan ia tadi dengan berani berkata bersedia dipecat demi sekelompok orang yang pekerjaannya memang kurang becus.

Aviva menundukkan kepalanya dan menyandarkan pipinya di atas meja kerja. Kepalanya terasa pusing.

Abimanyu kalau sudah tegas dan tidak ingin dibantah seperti itu sangatlah menakutkan. Bekerja sekian tahun tetap tidak membuat Aviva merasa terbiasa dengan aura Bosnya itu. Apalagi ini adalah pertama kalinya ia berani menentang Abimanyu.

Aviva pasti sudah kehilangan akal sehatnya.

“Aviva.”

Aviva mengangkat kepalanya dan menatap seorang perempuan yang tengah berdiri di depan mejanya.

“Eh, Mbak Rini. Ada apa, Mbak?”

Rini tersenyum. “Kau melamun, Avi?”

“Maaf, Mbak.”

Rini mengibas-ngibaskan tangannya. “Tidak apa-apa. Bos besar ada? Aku membutuhkan tanda tangannya.” Rini menunjukkan sebuah map di tangannya.

Aviva tersenyum kecil. “Tunggu sebentar ya, Mbak.”

Aviva segera mendial panggilan cepat ke ruangan Abimanyu. Hanya sebentar saja Aviva langsung menutup telpon itu.

“Pak Abimanyu mempersilahkan Mbak masuk,” ujar Aviva.

“Oke. Aku masuk dulu.” Rini segera berjalan masuk ke dalam ruangan atasan tertinggi di perusahaan itu setelah mengetuk pintunya.

Melihat Rini yang telah masuk ke ruangan Abimanyu itu membuat Aviva langsung menghembuskan napas panjang.

Kenapa hari ini terasa panjang sekali?


Elang menatap Aviva yang sedang duduk seorang diri di kafetaria perusahaan. Kakinya pun melangkah mendekatinya dengan nampan di tangannya.

“Sudah selesai makan?” Elang mengambil tempat duduk di hadapan Aviva.

Aviva mengangkat kepalanya, ia tersenyum tipis. “Iya. Tinggal ini.” Aviva menunjukkan kotak susunya. Ia lalu melirik tempat makan Elang. “Selamat makan.”

Elang tersenyum. “Terima kasih.” Lalu ia mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Elang makan dalam diam dan Aviva yang melamun sambil menyesap perlahan minumannya.

“Kau tidak makan siang dengan Bos?” Elang bertanya.

“Tidak. Bos menyuruhku makan terlebih dahulu.”

A Job As A Secretary 👠 [Revised: Completed] || RepublishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang