--- flashback.
Malam itu hujan turun dengan lebatnya. Udara dingin yang disebabkan oleh hujan pasti membuat kebanyakan orang tak ingin berada di luar rumah. Tapi nyatanya Amelda sedang berlari menerjang deras nya hujan, mengabaikan dingin yang menusuk tubuhnya. Pertengkaran hebat dengan ibundanya membuat ia tak betah berada di rumah.
Badan nya sudah basah kuyup, gigi nya sudah mulai menggertak sendiri karena tak kuasa menahan dingin nya malam ini. Tapi dia tak berniat menghentikan langkahnya. Dia ingin pergi sejauh mungkin dari tempat dimana ia berada.
Semakin malam, intensitas hujan semakin lebat dan suhu udara semakin dingin. Tenaga Amelda pun sedikit demi sedikit berkurang. Akhirnya ia menyerah, ia tak bisa lagi melawan hujan dan malam yang menyerang bersamaan.
Ia berteduh di sebuah minimarket. Duduk di kursi yang ada di teras nya sambil memeluk tubuhnya sendiri. Sesekali ia gosok gosokkan tangannya lalu ia tempel kan pada wajahnya untuk sedikit mengusir rasa dingin di
Amelda menyeka air matanya yang jatuh bersamaan dengan air hujan yang bersinggah di kepalanya. Ia sibuk memikirkan kejadian dirumahnya yang membuat ia sampai berakhir di tempat ini.
Lalu tiba tiba Sebuah jaket berada di depannya, Amelda menyusuri tangan dari orang yang berbaik hati mau meminjamkan pakaian hangat itu, lalu menemukan seorang laki laki seumurannya bersama temannya sedang berdiri di belakangnya.
"Nih Pake" Ucap lelaki itu.
"Lu kenal sama dia?" tanya temannya.
"Kenal, gua tadi liat dia pas lagi upacara pembukaan MPLS" tangan lelaki itu masih terulur, menunggu jawaban.
Amelda menyingkirkan tangan Itu dari hadapannya. Ia tak berniat menerima bantuan dari lelaki itu.
Lelaki itu menghela nafas, lalu memakaikan jaket itu kepada Amelda.
"Gausah sok sok an nolak deh lo. Udah menggigil gitu. Besok wajib masuk, buat pendataan. Kalo kena demam repot sendiri lo nanti"
"Bukan Shiga namanya kalau tangannya ga gatel buat nolongin orang" Temannya menarik kursi di samping Amelda lalu duduk.
"Brisik lu, dari pada cuma bengong mending lu beliin handuk buat dia" Titah Shiga yang masih sibuk memakaikan jaketnya pada Amelda.
Sebenarnya Amelda merasa sedikit sungkan menerima bantuan dari orang yang ia tak kenal. Tapi dari perlakuan orang itu padanya ia percaya, kalau orang di depannya ini bukanlah orang jahat, bukan orang yang berpura pura baik kepadanya. Jadi, ia hanya menerima dan menikmatinya. Lagi pula ia sudah tak punya tenaga untuk menolak.
"Yaelah baru juga duduk" walau sedikit kesal, Ia tetap berdiri. Memenuhi permintaan Shiga.
Baru hendak membuka pintu. Suara Shiga mengentikan langkahnya.
"Luis, sekalian roti sama air mineral"
"Nanti duit gua ganti loh" Teriak Luis. Yang tak dijawab oleh Shiga.
Shiga mengeluarkan ponsel nya, menyodorkan nya pada Amelda. Amelda mengangkat alisnya, menanyakan maksud Shiga.
"Tulis nomer keluarga lo yang bisa dihubungi" perintahnya mutlak.
Amelda tak menolak, walau tangannya sudah bergemetar karena kedinginan, ia berhasil mengetik nomor ibundanya. Amelda pun mengembalikan ponsel itu pada Shiga. Tanpa pikir panjang Shiga langsung menelpon nomer itu.
"Nih" Luis datang, meletakkan roti dan air mineral di meja, lalu menyerahkan handuknya pada Amelda. Tangan Amelda bergerak untuk menerimanya, tapi tak bisa menjangkaunya karena dingin sudah menguasai tangannya.
Shiga merebut handuk itu, lalu menukarnya dengan handphone yang tadi ia pegang.
"Bilang suruh jemput dia" Shiga berdiri, membuka handuk baru itu dan mulai mengusap kepala Amelda dengan lembut untuk mengeringkan rambutnya.
"Lo bisa makan sendiri kan?"
Amelda menganggukkan kepala nya. Menghadirkan sedikit ketenangan di benak Shiga.
"Udah nih, katanya mau berangakat" Luis meletakkan ponsel Shiga di atas meja.
"Lo abis berantem ya sama keluarga lo ya? " Terka Luis. Orang mana yang mau bermain hujan hujanan di malam yang dingin seperti ini, terlebih lagi Luis melihat mata Amelda yang sedikit sembab, tanda ia habis menangis. Menguatkan prasangka Luis.
Tak ada jawaban dari Amelda. Dia hanya sibuk menguyah roti nya. Tapi kata kata Luis mengingatkan nya kembali pada pertengkarannya dengan Ibundanya, air matanya lolos dan membasahi pipinya.
"Luis ih. Diemin aja dulu" Shiga melemparkan Handuk yang baru saja ia gunakan untuk mengeringkan rambut Amelda, kemudian duduk di bangku sebelah Amelda.
"Punya masalah mah biasa. Namanya juga hidup. Yang penting kita ga nyerah buat ngadepin masalah kita. Jangan lari juga, lari cuma nunda masalah, bukan menyelesaikan masalah" jelas Shiga. Membuat Amelda tersedak.
Cepat cepat Shiga menyodorkan air mineral pada Amelda, dengan cepat Amelda meminumnya.
"Bener bener, pidato bapak Shiga memang ampuh" Ledek Luis.
"Brisik"
15 menit kemudian, sebuah mobil berhenti menghampiri mereka. Amelda sedikit mundur, merasa sedikit ketakutan. Lalu ia merasakan kehangatan di pundaknya. Tangan Shiga.
"Gapapa, hadepin aja" Shiga menenangkannya. Walau sedikit, Amelda merasakan keberanian mengalir di tubuhnya.
Pemilik mobil keluar, mengembangkan payung lalu berjalan mmendekati mereka bertiga. Mereka kompak berdiri, menyambut kedatangan wanita paruh baya itu.
Setelah sampai di teras, ia melemparkan payung nya ke segala arah. Dengan cepat mendekati Amelda lalu memeluknya erat erat. Meminta maaf atas perbuatan yang telah ia lakukan. Amelda pun sama, ia tahu kalau ia telah melakukan kesalahan yang seharusnya tak dilakukannya.
Setelah sedikit bercengkrama. Amelda disuruh masuk ke mobil oleh ibundanya. Tanpa protes, Amelda menuruti perintah ibundanya itu.
Dari dalam mobil, Amelda memandang Shiga yang sedang ngobrol dengan ibundanya. Shiga sedang menjelaskan kepada Ibunya Amelda kenapa Amelda bisa bersamanya.
Ibunda Amelda sangat berterima kasih kepada Shiga, mengeluarkan beberapa lembar uang 100 ribuan lalu menyerahkannya pada Shiga.
Senyum Amelda tercetak jelas, melihat Shiga yang bersusah payah menolak uang itu dari ibundanya.
"Aku mungkin akan jatuh cinta pada hujan juga, yang telah mempertemukan kita. Seperti aku jatuh cinta padamu"
-Prayxga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MiRAINcle (ON HOLD)
Teen Fiction#1 wattysid 020120 #3 dingin 020120 #2 mati 020120 "Harusnya aku sudah mati" "Tidak, Saat ini sedang hujan. Kau tidak ku izin kan mati sekarang!" "Apa ini kutukan?" "Tidak, Kau memang tak boleh mati"