Berbeda (Amelda PoV)

23 4 2
                                    


4 hari sudah aku terbaring disini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


4 hari sudah aku terbaring disini. Ruangan bodoh, pengap, bau obat obatan yang menyengat. Aku tak suka. Untunglah hari ini aku sudah diperbolehkan untuk pulang. Kalau tidak, mungkin aku akan melarikan diri dari tempat ini.

"Sudah baikan?" Suara itu menyebar ke seluruh ruangan, membuatku tergesa gesa menyembunyikan buku diary ku.

Dia adalah Dokter Gerry, dokter langganan keluargaku yang selalu merawatku saat penyakitku kambuh. Umurnya masih cukup muda, belum genap 25 tahun, parasnya yang tampan membuat banyak suster suster atau bahkan pasien jatuh hati padanya. Yah memang wajahnya terlalu tampan untuk ukuran seorang dokter, kenapa ia tak mencoba profesi baru saja yang cocok dengan penampilannya. Idol misalnya.

"Sudah, Lihat!" Aku memutar lengan ku, membuktikan kalau aku baik baik saja sekarang. Hmm, tidak juga sebenarnya, aku hanya ingin keluar dari sini.

"Iya iya percaya, kita lakukan pemeriksaan terakhir, setelah itu kamu boleh pulang"

---

Pemeriksaan terakhir sudah kulakukan, kini kukemas barang barang ku dan bersiap untuk pulang.

Awan yang sedari tadi sudah berwarna hitam, akhirnya tak kuasa menahan beban. Mereka seperti, menyambut Kepulangan ku.

Aku pulang diantar oleh Dokter Gerry, yah memang seperti itu biasanya. Keluarga ku sudah dekat dengan dokter tampan satu ini. Selama perjalanan aku terus memandangi rintik hujan yang turun, yang menabrak kaca mobil yang sedang ku kendarai. Aku merasa senang, juga sedikit kasihan. Ah, lega rasanya bisa pulang kerumah lagi.

"Mau mampir dulu ga?" Tanya dokter Gerry ramah.

"Mmm, gausah deh. Pengen cepet cepet pulang aja. Kangen bunda" kataku sambil tersenyum lebar, membayangkan hangatnya pelukan ibundanya di tengah suhu dingin karena hujan. Ah, tempat yang paling nyaman sedunia.

"Baiklah"

Tak ada yang menarik selama perjalanan, suara radio menjadi satu satunya pemecah keheningan. Melewati sekolah, banyak pikiran yang terlitas dipikiranku. Apa ada yang merindukanku? Apa ada tugas sulit yang menantiku? Apa dia berusaha mencari tahu keberadaanku?. Ah entahlah. Karena perjanjian bodoh itu aku tak bisa mendekatinya lagi. Kupikir karena aku sangat menyukai hujan, hujan akan menyukai aku juga. Karena itulah aku berani membuat perjanjian itu. Tapi nyatanya, aku dikhianati hujan. Menyebalkan.

Kutatap setiap inci dari sekolahanku. Pagar yang basah karena hujan, tumbuhan yang basah karena hujan, pintu gerbang yang belum tertutup sempurna. Dasar, pasti ada orang yang lupa membawa jas hujan, dan saat ini dia tak bisa pulang karena takut hujan. Seperti dia.

Tapi kini mataku membulat sempurna, waktu terasa berjalan lebih lambat saat kulihat pemandangan yang benar benar jarang kulihat. Atau mungkin lebih tepat nya tidak pernah kulihat sebelumnya.

Seseorang yang sangat membenci hujan, kini sedang bermain main dengan air yang jatuh dari langit itu sendirian, di tengah lapangan. Aku bisa melihat dengan jelas senyuman dari bibirnya. Dan juga air yang bukan air hujan di pipinya.

"Shiga Dion Prastawa, menangis"

-Prayxga

MiRAINcle (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang