"Lo, gak seharusnya ada di sini"Kalimat sederhana dari mulut Shiga sukses membuat hati Amelda hancur seketika. Rasanya ngilu, seperti ada ribuan jarum yang menusuk hati nya. Sekuat tenaga Amelda menahan air matanya agar tak jatuh, setidaknya jangan sekarang.
"Lo, juga gak seharusnya ada disitu" dengan susah payah Amelda mengatakannya. Ia berusaha keras agar kesedihannya tak nampak.
"Maksudnya?" Shiga sedang berada di kamar nya sekarang. Jadi, sudah wajar ia ada di situ.
"Seharusnya lo baru pulang sekolah, sama kaya gue"
"Gue demam. Gue juga udah izin kok ke sekolah"
"Kenapa bisa demam?"
Pertanyaan itu, sukses membuat ingatan Shiga kembali ke hari kemarin. Saat ia menjalani hari di sekolahnya tanpa semangat. Karena, sesuatu.
"Ya tiba tiba hujan dan gue-"
"Hujan hujanan"
Shiga sama sekali tak menyangka jawaban itu akan keluar dari mulut Amelda. Bagaimana wanita itu tahu kalau ia tanpa alasan yang jelas hujan hujanan kemarin. Shiga yakin tak ada siswa selain dirinya di sekolah saat ia bermain hujan seperti anak kecil. Jadi, dari mana Amelda tahu?.
"Kok? Dari ma-"
"Kenapa? Apa alesannya? Setahu gue lo orang yang paling benci sama hujan"
"Alesan?"
Shiga sama sekali tak mempunyai alasan. Ia sendiri tak tahu kemana pergi nya akal sehatnya saat ia memutuskan untuk membiarkan dirinya di terpa hujan kemarin. Mood? Pelajaran? Cuaca?. Setahunya, semua baik baik saja kemarin. Jadi, apa alasannya?.
"Apa jangan jangan lo sebenernya ga benci sama hujan, yang lo benci itu gue dan lo jadiin hujan itu alesan buat bikin jarak supaya gue ga berani deketin lo lagi?"
Air mata jatuh dengan sempurna dari pelupuk mata Amelda. Ia sudah tak kuasa menahannya. Sekarang ia biarkan air matanya jatuh dengan bebas. Meluapkan emosi nya.
"Itu bener, juga salah" Jawab Shiga pelan. Entah kenapa, melihat Amelda seperti itu membuat hatinya seperti tersayat.
Dibalik pintu kamar Shiga, tepatnya di luar kamar Shiga. Dewi dan Luis berdiri disana, mereka hendak masuk tapi Dewi mengurungkan niatnya karena mendengar obrolan Shiga dan Amelda. Dewi merasa kalau dia dan Luis masuk mereka hanya akan merusak suasana.
"Kalo lo bilang gue benci hujan, mungkin bisa dibilang seperti itu. Tapi sebenarnya ungkapan yang paling tepat adalah gue gabisa berdamai dengan hujan. Gue, takut"
Air mata Dewi jatuh mendengar pernyataan Shiga. Dia tahu, apa yang membuat Shiga tak pernah merasa nyaman saat Hujan turun, apa yang membuat Shiga sebisa mungkin menjauhkan diri dari tetes hujan yang jatuh. Dia tahu, karena dia ada disana saat kejadian itu terjadi.
"Gue sebenernya juga ga benci sama lo. Gue iri, ngeliat lo dengan bebas nya milih buat suka sama hujan. Sementara gue, pilihan itu ga ada. Kebahagiaan gue seakan hilang gitu aja pas hujan turun"
Kaki Amelda bergerak mendekati ranjang, mendekati Shiga.
"Lo tau ga siapa yang ngasih pilihan itu? Pilihan buat suka sama hujan?"
Shiga mendongak, menatap Amelda tepat dimatanya.
"Elo. Gue suka sama hujan gara gara lo"
"G-gue?" Shiga tak mengerti.
"Lo gak inget?" Rasa kecewa sedikit dirasakan Oleh Amelda, padahal malam itu adalah malam yang sangat spesial baginya. Tapi Shiga bahkan tidak mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MiRAINcle (ON HOLD)
Novela Juvenil#1 wattysid 020120 #3 dingin 020120 #2 mati 020120 "Harusnya aku sudah mati" "Tidak, Saat ini sedang hujan. Kau tidak ku izin kan mati sekarang!" "Apa ini kutukan?" "Tidak, Kau memang tak boleh mati"