Pemuda itu masih memejam erat, kepalanya ditundukkan dalam-dalam. Terlalu takut bahkan untuk satu kali helaan napas.
"Apa kau merasa sudah sejantan itu, hah?! Sudah sehebat apa dirimu sampai sudah berani berpacaran, saat kau masih harus menyelesaikan satu tahun terakhirmu di sekolah menengah!" Pria paruh baya itu menggertakkan giginya. Rahangnya mengeras. Beomgyu sudah hapal bagaimana raut marah ayah nya disana.
"Jawab aku!" bentak ayahnya lagi, membuat Beomgyu yang tadinya ingin berucap, akhirnya mengurungkan niat. Semakin menunduk dalam.
Beomgyu juga sebenarnya heran. Seharusnya ia punya hak untuk bertanya. Dari mana ayahnya bisa tahu bahwa hari ini ia sempat bertemu dengan seorang gadis di rooftop sekolah dan membahas tentang hal yang disebut cinta, yang bahkan Beomgyu sendiri tidak mengerti apa itu.
Beomgyu tentu tidak tahu saat dia sedang di rooftop dengan gadis itu, dan orang-orang suruhan ayahnya—kita sebut saja mata-mata— melapor kejadian siang itu pada ayahnya, membuat pria itu salah mengartikan adegan itu dengan menyebut bahwa putra nya lah yang sedang di landa mabuk cinta, dan ingin memulai hubungan berkencan.
Dari dalam gedung apartement lantai sepuluh yang berdiri tepat di samping sekolah itu, si mata-mata suruhan pak Choi mampu memerhatikan melalui teropong, apa yang di lakukan Beomgyu di atas rooftop sekolah.
"Masih tak mau bicara?" gertak ayah nya sekali lagi, sambil tangan kekarnya mulai terangkat, siap dikibaskan ke pipi mulus anak nya.
Mata Beomgyu pun memejam erat, mempersiapkan diri.
"Ayah!"
Tangan itu pun tertahan. Bertepatan saat Soobin mulai berlari dan berdiri membelakangi adik nya, tubuhnya tegap menghadap ayahnya. "Beomgyu tidak begitu, ayah. Ayah tahu itu."
Tapi kalimat itu belum bisa mengendurkan urat-urat tegang di wajah sang ayah. "Tidak usah memanjakan anak itu, Soobin. Minggir."
Soobin menggeleng, "Ayah harus percaya padanya."
"Aku bilang minggir. Ini urusan nya, tidak usah ikut campur." ucap ayahnya makin frustasi.
Soobin menghela napas panjang nya. Ia menyesal terlambat mengetahui ini. Maksudnya, bagaimana tidak? Ini sudah jam sebelas lewat, hampir tengah malam. Secara tiba-tiba, ayahnya memanggil putra bungsu nya sesaat setelah sampai di rumah, sepulang dari kantor, dan langsung menyidangnya dengan cara seperti ini? Untung Soobin langsung menyadari saat mendengar bentakan keras ayahnya tadi. Jadi dia masih sempat membela adiknya.
"Ayah, biar ku urus ini. Kita tidak perlu sekeras ini padanya." Soobin berucap pelan, berusaha menenangkan. Ia tahu ayahnya sedang lelah sepulang kerja seperti ini, mungkin juga sedikit stres karena urusan pekerjaan. Soobin tidak akan mau membayangkan bagaimana ayahnya yang dalam keadaan seperti itu memarahi adiknya hanya karena masalah kecil ini. Bisa-bisa dia tidak akan menjumpai adiknya lagi di pagi hari.
Lagi, ayahnya mengerang frustasi. "Harusnya kau bisa di andalkan, Soobin. Didik dia dengan benar! Aku tidak mau mendengar hal-hal seperti ini terulang lagi. Kalian tahu, di mataku pendidikan terpenting di banding segalanya." tegas ayahnya, menatap kedua putra nya kecewa, sebelum memalingkan wajahnya, dan perlahan meninggalkan tempat itu, memasuki kamarnya.
Akhirnya Soobin bisa menghela napas lega. Ia pun berbalik, mendapati adik nya yang masih menunduk, lalu memegang kedua bahu yang lebih kecil darinya itu. "Ya sudah, lupakan itu, sekarang pergilah tidur, kita bisa bicarakan ini besok." ucapnya lembut.
Tapi Beomgyu masih diam disana. Masih menunduk. Soobin tidak bisa tidak membuat kepala itu mendongak dengan sedikit tarikan pelan di dagu anak itu. "Beomgyu.."
![](https://img.wattpad.com/cover/190018270-288-k975466.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BE THE STAR | TXT
Fanfiction[𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓] "Kematian seseorang tidak akan menyelesaikan masalah apapun. Kau yakin masih ingin melakukan ini?" "Tidak ada alasan untukku berkata tidak." This is a TOMORROW X TOGETHER Fanfiction. Dedicated to The Dream Chapter : STAR. S...