Keadaan di dalam rumah itu sepi dan hening saat pertama Yeonjun membuka pintu. Ia tetap berjalan masuk dengan santai. Ia tau Yeonji adiknya sedang sibuk berkutat di dapur saat mendengar keributan khas dentingan wajan dan sendok goreng dari dapur.
Sontak, Yeonjun berbicara, setengah menjerit, "Yeonji, aku pulang!"
Yeonji hanya menyahut seadanya, juga setengah berteriak.
Langsung saja Yeonjun mengarahkan langkah kekamar nya, hari ini cukup berat baginya. Jadi ia memutuskan menyegarkan tubuhnya dengan mandi.
Masih sibuk dengan handuk yang mengeringkan rambutnya, ponsel nya berbunyi. Menampangkan nomor asing yang ia sudah tau pelaku dibaliknya. Membuat jantungnya berdegup.
Butuh beberapa detik untuk Yeonjun memantapkan hatinya sebelum mengangkat panggilan itu.
"Halo?"
"Kau ternyata jauh lebih santai dari yang aku kira." balas dari seberang sana tanpa basa basi. Seperti biasa, suara berat yang mengintimidasi.
Yeonjun meneguk ludahnya gugup. "Aku tidak bisa melakukannya secepat itu."
"Hmm ya ya. Aku mengerti.." ucap yang dari sana, dengan nada suara yang di main-mainkan. "Kau punya waktu satu bulan." lanjut pria itu lagi membuat setitik kelegaan dalam hati Yeonjun.
Yeonjun menghela napas berat, "Tapi.. Sejujurnya aku benar-benar tak tau apa aku bisa--"
"Tapi satu minggu sudah berlalu." potong sang penelepon. "Artinya, sisa waktu mu hanya 3 minggu lagi."
Yeonjun menggeleng frustasi. Ia ingat 3 minggu adalah sisa waktu yang tersisa menjelang perilisan preview member dan album debut mereka. "Tidak. Aku tidak bisa--"
"Kalau begitu aku juga tak bisa menjamin keselamatan adikmu atau bahkan dirimu juga." potong pria itu lagi dengan nada menjengkelkan.
"Keterlaluan! Apa maksudmu melakukan ini. Dendam apa yang kau punya sampai kau menginginkan anak itu mati! Jika memang dendam kenapa tidak melakukannya sendiri! Apa kau masih punya hati nurani sampai tidak tega melakukannya sendiri?!"
Yeonjun kehilangan kesabarannya. Ia sangat frustasi dengan semua dilema dan pertanyaan yang tak akan pernah bisa dijawab olehnya. Ya, semua peristiwa ini menuntutnya untuk mengorbankan salah satu dari Yeonji atau Beomgyu.
"Aku tidak pernah meminta orang asing sepertimu untuk ikut campur masalahku. Aku hanya butuh kau membunuh. Lagipula harusnya aku yang bertanya, sejak kapan pembunuh andal sepertimu jadi punya hati nurani sampai tak tega membunuh target." pria disana menjawab ucapan Yeonjun dengan tenang namun mampu membuat siapa saja yang mendengar merinding.
Yeonjun sempat terdiam. Ia jadi ikut merenungkan pertanyaan pria itu dalan benaknya. Itu benar. Ia tak akan segan melakukan pembunuhan pada orang yang tidak di kenalnya, dulu. Tanpa melihat usia, jenis kelamin, jabatan. Ia juga ingat dengan salah satu klien nya yang meminta membunuh seorang nenek tua dan bayi. Ia melakukan itu semua tanpa merasa berdosa. Tapi sekarang? Apa yang salah?
Pria di seberang telepon tersenyum puas. "Tak mampu menjawab?"
Yeonjun menarik napas pelan sebeluk kembali bersuara, "Hanya saja sekarang aku--"
"Oppa?"
Tiba-tiba saja kepala Yeonji menongol dari pintu kamar Yeonjun, membuat Yeonjun kaget sampai hampir melepas ponsel dari tangannya. Dengan tangkas, ia menekan tombol akhiri panggilan itu.
"Yeonji, kenapa tiba-tiba?!" tanya Yeonjun panik, yang ditanya mengerutkan kening, tentu saja merasa aneh.
"Aku hanya ingin bilang bahwa makan malam sudah siap. Dari tadi aku panggil dari dapur tidak ada jawaban, makanya aku kesini." jelas Yeonji, berusaha normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BE THE STAR | TXT
Fanfic[𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓] "Kematian seseorang tidak akan menyelesaikan masalah apapun. Kau yakin masih ingin melakukan ini?" "Tidak ada alasan untukku berkata tidak." This is a TOMORROW X TOGETHER Fanfiction. Dedicated to The Dream Chapter : STAR. S...