Bohong jika Charis tidak memikirkan apa yang dikatakan Gigi soal Ayahnya. Lelaki yang punya kekuasaan penuh dan ambisius. Pernikahan kakaknya yang berlangsung dua tahun lalu diingat betul jika ada campur tangan sang ayah. Belum lagi jurusannya kuliah.
Charis mengerutkan dahinya. Dipandangnya foto keluarga yang diletakkan di sudut kamar. Foto yang diambil saat pernikahan kakak perempuannya. Mereka semua tersenyum. Tapi, Charis yakin jika ada banyak yang dipikirkan oleh dirinya saat itu. Yura juga. Bahkan suami dari Yura.
Charis sejujurnya takut. Jika nanti ketika dia sudah berusaha, dan Wanda memberikan sambutan yang baik. Ternyata sang Ayah tidak mengizinkannya. Tidak memberikan restu padanya.
Tapi, Charis tidak mau perempuan lain. Dia hanya ingin Wanda. entah dari mana perasaan itu. Datang begitu saja. Mendadak. Terlalu besar. Dan obsesif. Dia ingin Wanda saat itu juga. Melihat Wanda di dalam ruang yang sama. Jarang pandang yang pendek. Sampai dengan, bangun di alas yang sama.
Charis meringkukkan tubuhnya. Mengubur tubuhnya sendiri dengan menggunakan selimutnya. Berusaha mencari cara, agar dia tidak perlu melakukan perang kecil dengan ayahnya nanti. Beradu argumen yang tidak pernah dia lakukan sebelum ini.
Tidak terasa, Charis tidak bisa menutup matanya selama berjam-jam. Sampai suara berisik di luar kamar menyadarkannya. Bahwa sudah saatnya melakukan Ibadah Shubuh. Dia bangkit. Kemudian, melihat lagi pigura yang semalaman dia pandangi.
"Jangan. Jangan begini. Gue harus punya cara agar Ayah tidak campur tangan dalam urusan percintaan gue." Ujarnya pada diri sendiri.
.
Yusrizal menatap headline koran yang menjadi langganan keluarganya. Sambil mengunyah buah apel yang dipotong-potong, dia membacanya kalimat demi kalimat. Lalu seulas senyum keluar saat dia melihat sebuah nama yang begitu akrab di ujung paragraf.
Yusrizal kembali menutup lembaran koran yang dia baca. Bertepatan ketika dia mendengar sebuah langkah dari arah tangga utama. Dilihatnya Charis dengan setelan merah gelap yang kancing teratasnya dibiarkan terbuka.
"Tidur nyenyak?" taya Yusrizal basa-basi.
Charis menatapnya sekilas, kemudian, mengedikkan bahunya. Karena, jangankan tidur. Dia bahkan tidak bisa memejamkan matanya dalam waktu lama. Kepalanya selalu memaksnya memikirkan masalah percintaannya ini.
Yusrizal akan siap bertanya lagi. Sayangnya, Bonanza, sang ibu datang dengan membawa senampan sarapan pagi itu. Dilihatnya dua laki-laki yang dia perhatikan dengan penuh cinta selama ini.
Lalu matanya bergerak ke arah Charis yang tampaknya menyembunyikan bulatanan matanya dengan bingkai kaca mata hitam. Sayangnya, Bonanza tahu jika Charis sengaja menyembunyikan.
"Kamu nggak tidur lagi?" tanya Bonanza. Dia menyerahkan secangkir kopi hitam ke hadapan Charisnd an Yusrizal.
Charis tahu usahanya sia-sia. Sehingga dirinya menatap Bonanza dengan senyum bersalah. "Aku semalam habis marathon film Ma, jadi nggak lama tidurnya," biasanya, alasan ini akan menjadi sangat ampuh. Orang tuanya tahu, salah satu caranya melepaskan penat adalah menonton berbagai macam film di malam hari. Sampai melupakan jam tidur atau istirahat.
"Jangan dibiasain lagi dong Ris. Udah 28 tahun masa mau begitu terus."
"Iya Ma, besok-besok nggak kok."
"Kemarin juga ngomong gitu. Ada masalah apa sih, sampai bikin sumpek?"
Charis menggeleng. Kalaupun bercerita, dia takut jika Ayahnya akan melakukan lagkah pertama penolakan. Belum dia mendapatkan lampu benar-benar hijau dari Wanda, sang Ayah akan turun tangan untuk mencegah hal itu terjadi. Charis tidak mau. Jadi dia hanya menggeleng.
![](https://img.wattpad.com/cover/208848681-288-k120557.jpg)
YOU ARE READING
A Midsummer Nights Dream ✔
FanfictionWanda hanya tidak percaya pada cinta. Dia memilih melakukan apapun sendirian. Lalu Charis datang. Membuktikan cinta itu punya kekuatan magis. Tapi Wanda tidak pernah percaya. Bagi Wanda, cinta sangat menyakitkan. Bagi Wanda, cinta hanya membawanya p...