Bagian 9 Isi Hati Wanda

949 196 61
                                    

"Hai."

Wanda masuk ke dalam mobil Charis yang besar. Dia menemukan pandangan lelaki itu yang tidak lepas dan tidak berkedip. Lelaki itu terpesona dengan pesona Wanda pagi ini. Mengenakan atasan berbahan wol dengan turtleneck. Sementara rok hitam menggantung di pinggang sampai lima senti di atas paha.

"Kenapa?" Tentu saja, Wanda tidak suka ketika mata Charis terus menatapnya intens. Dia juga tidak suka dengan gelagat Charis yang bisa saja menerkamnya.

Charis yang menyadari sikapnya mengedipkan mata. Menarik dirinya sendiri agar sadar. Kenapa juga kencantikan Wanda membuatnya gila seperti ini. Ini bukan kebiasaannya. Terpana dalam waktu beberapa detik. Dan diam mematung.

"Nggak apa-apa. Cuma kelihatan berbeda aja," kata Charis jujur. Dia tidak punya alasan untuk mengatakan hal lain jadi apa yang dikatakan dirinya adalah kebenaran sekarang. Keberadaan Wanda membuat dia tidak bis berpikir.

"Aneh? Apa aku ganti baju aja ya?"

"Eh enggak-enggak. Bagus kok, cantik."

Wanda kini yang mematung. Sejak kemarin, dia sering kali mendengar panggilan cantik di belakan namanya. Dan rasanya semakin sering, semakin hangat. Membuat dirinya, bersemu sekarang. Wanda memalingkan tatapannya. Menyembunyikan guratan itu.

"Aku juga ngerasa aneh sih pakai baju ini. Makanya sempat nggak pede."

Charis memutar setirnya, membawa mobil ke arah jalan raya. "Loh memangnya kamu biasa pakai baju apa?"

Perjalanan dari kosan Wanda sampai ke kantor Charis tidak jauh. Tapi dengan kepadatan jalur protokol Sudirman, mereka biasanya akan menghabiskan waktu paling tidak 45 menit di perjalanan. Meskipun baru dua atau tiga kali – Wanda lupa, dia berada di dalam kendaraan yang sama. Wanda merasa ini sudah menjadi kebiasaannya.

Charis menghangatkan. Dan dia menemukan sesuatu yang tidak dia temukan dari lelaki manapun, kecuali Stefan. Perhatian.

"Biasanya ya yang suka kamu lihat."

"Aku baru lihat kamu lima hari berturut-turut ya," kata Charis.

Wanda baru menyadari. Bahwa lelaki ini, adalah lelaki yang bahkan belum satu minggu dia kenal. Dan bagaimana bisa, Wanda mengeluh dengan penampilannya sekarang? Bukankah itu haknya? Nyaman tidak nyaman, dia yang merasakan, kenapa harus dia ceritakan kepada Charis?

Lalu hening. Wanda menyadari bahwa dirinya harus menahan diri. Tidak terlalu terlarut dengan percakapan itu. Dan dia mulai menyadari. Jika yang terjadi pagi ini adalah bukan dirinya. Jiwanya yang lain. Yang tidak dia sadari bahwa bersemayam di dalam dirinya. Jiwanya yang lain.

"Kenapa? Kok tiba-tiba diam?"

Wanda mengerukutkan bibirnya. Tidak tahu harus bertingkah apa. Entahlah. Bersama Charis, dia mengeluarkan sikap yang berbeda-benda dalam jangan waktu yang sebentar. Kadang merasa kesal. Kadang merasa kasihan. Kadang merasa nyaman, dan kadang-kadang yang lainnya.

"Nggak apa-apa." Jawab Wanda singkat.

Charis hanya mengendikkan bahunya. Kemudian dia kembali melajukan mobilnya.

Hari ini, perjalanan terlihat lebih padat dari biasanya. Panjang kemacetan jauh lebih panjang. Dan mereka terjebak dalam dunia masing-masing, lagi.

Sebenarnya, Charis ingin sekali memulai percakapan. Tapi dia ingat, jika banyak hal yang tidak disukai Wanda. dan Charis tidak mau gegabah untuk memutuskan bahwa mereka bisa membicarakan apa saja.

Sementara Wanda, merasa kecanggungan yang luar biasa. Salahnya juga sudah berbicara banyak dan melantur. Salahnya juga menanyakan pendapat Charis soal pakaiannya yang berbeda. Atau jika perlu dia menyalahkan Gigi yang memberikannya saran untuk mengenakan sesuatu yang lebih manis hari ini. Kenapa juga sih aku nurut aja.

A Midsummer Nights Dream ✔Where stories live. Discover now