Bagian 30 Akhir (end)

1.8K 166 21
                                    

"Sini," Wanda menepuk-nepuk bagian samping ranjangnya.

Charis menatapnya heran. "Apaan?" Kata dia lalu mendekatkan diri kepada Wanda yang sudah bergeser ke sisi sebelah kiri. Membiarkan sebuah tempat kosong dinatas ranjang yang sama.

"Capek kan kamu, sini, tidur di sini sama aku," kata Wanda lagi.

Terus terang, Charis suka dengan keputusan itu. Tapi keadaan Wanda yang saat ini dalam masa perawatan membuatnya berpikir untuk menerima tawaran tersebut. Bagaimana jika dia memutuskan untuk tidur di kasur yang sama justru membuat Wanda menahan rasa sakitnya lebih besar?

"Aku nggak apa-apa kok. Sini, kasian kamu duduk terus. Tiduran di sofa juga nggak mau. Makanya sini tidur di samping aku."

Bagi Charis tidur di atas ranjang yang sama dengan Wanda bukan hal pertama. Tapi dalam keadaan seperti ini, tentu saja bahkan dengan wanita lainpun, dia tidak pernah merasakannya.

Pada akhirnya, Charis yang enggan bersitegang hanya untuk membahas tempat tidur itu melepaskan jaketnya. Lalu naik ke atas ranjang yang sama dengan gadisnya. Terlentang di sana. Dengan napas memburu karena aroma Wanda yang tidak berubah.

Wanda di sampingnya tersenyum senang. Lalu dia menyusuri tubuh Charis dengan jemarinya yang terbebas dari jarum infus. Begitu caranya untuk memberi kehangatan pada Charis. Dan begitu juga caranya memberitahu. Bahwa dia begitu mencintai Charis.

"Kamu nggak pulang-pulang, apa nggak dicariin orang rumah?"

Sudah hampir seminggu. Setelah Charis memutuskan untuk menjual seluruh saham yang sudah diberikan Papi kepadanya. Beberapa kali dia harus menelepon manajer keuangan untuk memastikan bahwa pemasukan perusahaan tetap baik.

Charis tidak tahu apa yang terjadi dengan sang Papi setelah itu. Stefan dan Agus tidak menceritakannya. Tapi dia juga tidak pernah bertanya. Karena merasa tidak penting. Keberadaan sang Papi adalah salah satu alasan, terbaringnya Wanda di rumah sakit ini.

"Nggak, mereka nggak akan nyariin aku."

Wanda menarik napas. Lalu menghembuskannya pelan. "Jangan sampai kamu ngorbanin keluarga kamu demi aku. Aku mau kok usaha lebih keras supaya dapat restu dari orang tua kamu. Tapi jangan sampai kamu meninggalkan mereka."

Charis memiringkan tubuhnya untuk menatap Wanda. "Aku masih marah sama Papi. Papi yang kasih tahu Papa kamu dimana kamu sekarang. Dia yang bikin kamu kayak gini. Jadi wajar aku marah."

Wanda menyentuhkan jemarinya kepasa Charis, kemudian tersenyum. "Sayang, tanpa Papi kamu kasih tahu ke Papa aku, aku yakin aku akan ketemu Papa aku suatu hari nanti. Dan aku yakin kemarahan papa aku akan jaug lebih besar daripada ini."

"Pelarian kamu jadi percuma. Selama ini kamu udah jauh menghindari papa kamu. Tapi sekarang? Kamu celaka. Papi aku yang berperan atas ini," sergah Charis.

"Aku memang dalam masa pelarian. Tapi pas ketemu sama kamu, aku pikir aku udah nggak bisa lari lebih jauh dari ini."

"Maksud kamu?"

Wanda mengalihkan fokusnya ke arah lain, di barang-barang yang dibelakangi Charis. "Aku tahu aku harus berhenti. Kamu itu berharga buat aku. Makanya aku tahu kalau, butuh effort lebih untuk bikin kamu ada di samping aku."

Charis menggeleng, "Kamu nggak perlu ngelakuin apapun. Aku yang akan melakukannya untuk kamu."

"Sayang, cepat atau lambat aku harus hadapi ini. Amarah Papa aku yang mungkin udah menumpuk-numpuk. Masa lalu yang sudah membawa aku ke sini. Ketemu sama kamu, aku punya kekuatan untuk melalui itu semua."

Charis tercenung mendengar kalimat ini. Wanda banyak mengorbankan sesuatu yang berharga. Termasuk pelarian ini. Dan Charis merasa bersalah karena sempat menyusun rencana gila tanpa berkompromi dengan Wanda terlebih dahulu. Membuat gadis itu merasakan sakit atas kesalahpahaman yang ada.

A Midsummer Nights Dream ✔Where stories live. Discover now