Bagian 29 Persimpangan

839 135 12
                                    

Seumur hidup, Wanda tidak pernah merasa menginginkan sesuatu sehingga dia harus berambisi memilikinya. Tapi, berbeda jika dihadapkan dengan Charis. Dia menginginkan lelaki itu.

Dia tidak pernah mau jauh dari radar yang diberikan Charis. Bahkan ketika Charis meminta sekalipun.

Setelah tidur panjang, Dia sudah sadar entah sejak kapan. Tapi, ada buncahan bahagia, dimana suara Charis adalah suara yang pertana kalinya dia dengar. Membuat dia dilema. Apakah ini mimpi atau kenyataan. Sehingga dia tetap memejamkan mata

Wanda tahu, Charis begitu berharga. Dia tidak akan lupa, siapa Charis. Apa yang dilakukan lelaki itu untuknya. Apa yang dia janjikan. Apa yang dia dapatkan. Dan membuat Wanda hingga begitu menginginkannya.

Wanda tahu. Charis sangat berharga. Sehingga butuh pengorbanan yang sangat besar untuk mendapatkannya. Untuk memastikan Charis berada di sampingnya. Bahkan ketika tubuhnya remuk pun. Wanda melakukannya.

Sendi di seluruh tubuhnya tentu saja sakit. Dia paham betul. Karena, apa yang terjadi beberapa waktu lalu itu sangat nyata. Dia juga sadar bahwa beberapa luka yang ada di wajahnya, pun dibebat oleh perban. 

Jemarinya bertaut dengan jemari Charis. Lelaki itu menggambarkan dengan baik, apapun yang dirasakan hatinya. Wanda ingin ikut menangis. Tapi dia tahan. Karena dia tidak ingin merusak momen tersebut.

Sampai pada akhirnya dia tidak bisa lagi menahan diri untuk tidak memeluk Charis. Wanda membuka matanya, mengatakan kalimat yang mengejutkan Charis. Membuat lelaki itu yang kini tidak tahan untuk tidak mendekatkan wajah mereka.

Ini pertama kalinya Wanda memaksa untuk mencium lelaki itu. Menyalurkan hasratnya yang tertahan. Berusaha menyampaikan keinginannya tentang keberadaan Charis. Ambisinya terhadap Charis.

"Aku panggil dokter dulu ya," kata Charis. Mencairkan kecanggungan yang diciptakan oleh gadis itu.

"Eum, iya, oke."

Wanda menggaruk tengkuknya. Dia jadi gugup setelah memaksa Charis menciumnya. Oh mungkin dia sudah gila. Sangat gila. Bagaimana bisa setelah tidur panjang dia mencium laki-laki itu.

Wanda tidak berpikir bahwa ciuman itu akan berubah menjadi sangat panas. Dia juga tidak berpikir bahwa mungkin ini membuat tidak nyaman Charis. Lagi pula, kenapa dia tidak bisa menahan dirinya dan emosinya yang meletup-letup itu?

Tidak lama Wanda merutuki dirinya sendiri, pintu masuk terbuka. Seorang dokter dengan suster di belakanganya masuk. Kemudian Charis juga ikut masuk ke dalam ruang rawatnya. Dia menunduk ketika tatapannya bertemu dengan tatapan Charis.

"Selamat siang Mbak Wanda. Bagaimana tidur panjangnya?"

Wanda menautkan kedua alisnya, dia bahkan tidak tahu berapa lama dia tertidur kemarin. Tapi yang pasti tubuhnya merasa sangat remuk dan kaku. Dia ingin segera turun dan meregangkan tubuhnya yang pegal itu.

Dokter yang belakangan diketahui bernama Kevin itu memeriksa bagian vital Wanda. Menempelkan ujung stetoskopnya ke arah dada dan perutnya. Lalu mengangguk-angguk. 

"Keadaan Mbak Wanda sudah cukup stabil. Tapi harus tetap dilakukam pemantauan. Mbak juga dijadwalkan bertemu dengan ahli kejiwaan kami," ujar Kevin lalu menyerahkan stetoskopnya ke arah sang suster.

"Jadwalnya kapan ya dok?" Tanya Charis, dia menatap Wanda yang sepertinya juga ingin menanyakan hal yang sama.

"Kalau Mbak Wanda sudah sangat stabil. Sekarang ada beberapa pengobatan lanjutan dulu, nanti ketika sudah dinyatakan siap, kami akan melakukan persetujuan untuk bimbingan paska trauma."

Wanda tersenyum ragu. Dia merasa tidak perlu untuk melakukan pengobatan paska trauma. Apa yang terjadi di kamar indekosnya adalah sesuatu yang terbiasa dia terima saat masih hidup bersama Papa.

A Midsummer Nights Dream ✔Where stories live. Discover now