8 - Kejutan

61.7K 6K 99
                                    

( Ya Tuhaaan, tolong selamatkan Melody! Kenapa takdir dariMu sebercanda ini )
-Melody Adeline

Gerald membanting kasar gambar-gambar desain yang diserahkan oleh Adit pagi tadi, saat ini Gerald memang cukup lelah, ia baru kembali dari Bogor untuk menyelesaikan meeting, kemudian sesampainya di kantor ia diharuskan untuk memeriksa banyak berkas. Dan apa yang kini sedang diperiksa oleh Gerald rupanya berhasil membangkitkan amarah Gerald yang terkubur beberapa hari belakang.

"Fauzi! Panggil Adit ketua divisi arsitek, Aline, dan semua orang yang bertanggung jawab memegang proyek Perum wood hause, sekarang!"

"Baik" Ujar Fauzi mantap dan langsung menyampaikan pesan atasannya tersebut. Fauzi tahu bahwa Gerald sedang dalam mode tak bisa dibantah sedikitpun.

Lalu di divisi arsitek, Adit, Aline dan Ari langsung gemetaran ketika mendengar instruksi dari Fauzi, mereka tahu betul bahwa sesaat lagi mereka akan menghadapi singa lapar yang baru terbangun dari tidurnya. Tak berbeda jauh dari Adit, Aline dan Ari, Melody juga disergap oleh rasa gugup yang dalam, ia takut akan kena damprat dari CEO yang katanya galak ga ketulungan tersebut, dan lagi ini adalah project pertama yang ia pegang, jika ada kesalahan, jangan-jangan ia akan langsung dipecat. Oh tidak, bisa-bisa Melody jadi gelandangan di Jakarta.

Telpon kedua dari fauzi memecah sesaat ketegangan yang mereka rasakan, Gerald sudah kembali berteriak menyuruh mereka untuk segera menghadap. Sontak keempatnya kini tergopoh-gopoh menuju lantai 30.

Saat memasuki ruangan CEO, pemandangan pertama yang dilihat oleh Melody, Aline, Adit, dan Ari adalah kertas-kertas desain yang berserakan, mereka tahu betul bahwa kertas tersebut adalah hasil kerja keras mereka. Dengan melihat ini saja hati melody sudah sesak, apalagi jika mendengar kata-kata CEO nya yang kini tengah duduk membelakangi mereka tersebut.

"KALIAN GA BISA KERJA CEPET? GATAU FUNGSI LIFT?!!" Gerald berdiri, meghampiri 4 anak buahnya dan langsung menyembur mereka dengan omelan.

"Kalau kalian tidak bisa kerja cepat kalian bisa keluar dari Wijaya Group! Kita tidak butuh orang-orang yang bekerja lelet!" Sekali lagi kelimat menohok keluar dari mulut Gerald. Aline dan Ari semakin tenggelam dalam tundukan, namun tidak dengan Melody, dirinya masih sangat syock melihat sosok yang ada dihadapannya, ia masih tidak bisa mencerna kenapa Mas baik hatinya ada disini, di ruangan bosnya, dan marah-marah kepada mereka.

"Aditya, apa begini cara kamu memimpin anak buah kamu di divisi? Bagaimana bisa desain-desain tidak layak acc seperti ini bisa lolos dan sampai kepada saya? Jika kamu terlalu berat mengemban tugas kepala divisi kamu tinggal bilang, saya bisa cari orang lain"

"Aline, sudah berapa tahun kamu jadi arsitek? Tidak bisa baca bestek? Jika kamu membuat desain sesuka-suka kamu perusahaan kita bisa bangkrut gara-gara kamu! Lihat rincian anggaran yang sudah ditentukan! Seluruh desain yang kamu buat over budget!" Aline mengangguk namun semakin menunduk, Melody masih belum cukup percaya bahwa pria yang ada di hadapannya adalah, Mas baik hatinya!

"Ari, apa kamu juga tidak membaca bestek? Lihat tema perumahannya adalah isdutrial! Kenapa kamu menggunakan marmer? Harusnya kamu menggunakan lantai kayu, jika belum mampu memegang proyek kalian mundur saja! Yang begini saja tidak becus!" Ketika Gerald menyelesaikan kalimatnya tersebut mata Melody tengah asyik menelaah meja Gerald dan menemukan papan pengenal yang terbuat dari kaca pertuliskan nama Gerald Putra Wijaya dan jabatannya sebagai CEO, Melody baru ingat bahwa ia sama sekali tidak pernah menanyakan nama Mas baik hatinya. Baiklah, itu merupakan satu penyesalan besar dalam hidup Melody.

'Pantas saja orang ini mampu membeli saputangan seharga 15 juta' Melody membatin.

"Dan kamu Melody, saya tahu kamu anak baru, tapi kenyataan kamu bisa diterima disini seharusnya bisa membuktikan bahwa kamu memiliki kualifikasi yang berkualitas, tapi semua desain yang kamu buat ini adalah sampah!"

JLEBB!!! Rasanya seperti ada 10 tombak yang menancap di dada Melody secara bersamaan, sebelumnya tidak ada 1 orangpun yang menghina karyanya separah ini, dan yang masih sulit Melody terima, orang yang mengatakan tersebut adalah Mas baik hatinya, bagaimana bisa? Yang Melody yakini pria yang berdiri dihadapannya saat ini mengidap penyakit bipolar, ya, pasti!

Tapi yang tidak Melody sadari, setelah mengucapkan kalimat tersebut terbesit rasa bersalah di hati Gerald, ia tahu emosi terlalu menguasainya.

"Revisi semua desain! Dan segera bawa kepada saya, saya tidak mau dengar kalimat over deadline!!" Ujar Gerald tanpa memandang keempat anak buahnya karena telah membalikan badan, dan tentu saja kalimat Gerald barusan membuat Ari, Aline, Adit dan Melody mengangguk pasrah, sangat pasrah.

***

Seluruh penghuni divisi arsitek menatap empat orang yang baru memasuki ruangan dengan tatapan iba dan kasihan, mereka tahu bahwa keempatnya baru saja melewati badai topan yang luar biasa.

"AAAAHHHHHH GUE BENCI AMA PAK GERALD! BENCI BENCI!!! SUMPAH BENCI BANGEEET!" Aline berteriak histeris setelah sampai di meja kerjanya yang kini dikelilingi oleh rekan-rekannya

"Sumpah ya rasanya gue mau mati bediri pas ada di ruangan pak Gerald!" Ari menambahi, dan kemudian seluruh cerita mengalir begitu saja dari mulut Ari.

Melody satu-satunya orang yang tidak tertarik untuk membahas apa yang baru saja mereka alami, pikirannya masih sibuk berkelana, beberpa asumsi keluar begitu saja dari otaknya, apakah Gerald tidak mengenalinya? Apakah benar Gerald mengidap bipolar? Atau jangan-jangan Gerald marah dan pura-pura tidak mengenalinya gara-gara apa yang Melody katakan saat pertemuan terakhir?

Ya tuhaaan betapa bodohnya Melody ini, menjelek-jelekan CEO dihadapan CEO itu sendiri, tanpa Melody ketahui, tanpa Melody sadari. Apalagi waktu itu dia membawa nama teman-temannya. Apa kemarahan Gerald juga ada hubungannya dengan percakapan Mereka? Jangan-jangan setelah ini dirinya dan teman-temannya akan mendapat surat pemecatan. Ya Tuhaaan, tolong selamatkan Melody! Kenapa takdir dariMu sebercanda ini :(

"Mel, Mel, udah dong jangan kaya depresi gitu, kita serem tau liatnya" Lita mengentaskan Melody dari lamunanya. Ia baru sadar bahwa kini teman-temannya salah paham dan menatapinya dengan tatapan miris penuh prihatin

"Omongan pak Gerald gausah dimasukin hati Mel, ntar lama-lama juga bakal biasa kok" Bang Adit mengelus bahu Melody dan tersenyum menguatkan, Melody hanya bisa mengangguk, tentu ia tak mungkin menjelaskan keadaanya.

"Lo inget-ingetnya muka ganteng pak Gerald aja Mel, kaya gue gini meskipun kesel tapi ada anugrahnya juga, seenggaknya gue bisa liat muka pak Gerald dari deket hahaha" Kemana perginya Aline yang tadi berteriak-teriak histeris membenci Gerald?? Baiklah ketampanan Gerald memang selalu mampu menormalkan segala suasana.

"Thankyou guys, gue baik-baik aja kok" Melody tersenyum.

***

Sesuai apa yang diperintahkan Gerald, seluruh desain yang telah Melody buat harus direvisi, mau tidak mau Melody harus bekerja lembur mulai hari ini dan untuk beberapa hari kedepan. Kepalanya pusing, matanya perih, Melody butuh udara segar.

"Lo mau kemana Mel?" Aline yang juga menjalani 'hukuman' lemburnya menanyai Melody yang akan keluar ruangan.

"Ke rooftop, nyari udara seger, sesek gue. Puyeng banget"

Aline dan Ari hanya tertawa mendengar kalimat Melody, berbeda dengan Melody, Aline yang telah 3 tahun bergabung dengan wijaya group dan Arie yang telah 2 tahun menjalani penderitaan sebagai pekerja penuh tekanan, jelas merasa sudah terbiasa dengan hal-hal semacam ini.

Sampai di rooftop, Melody bernapas lega karena melihat keadaan rooftop yang sangat sepi, mungkin memang karena sudah bukan jam kantor, saat ini sudah pukul 7 malam, jelas banyak pegawai yang telah meninggalkan kantor.

Buru-buru Melody mendudukan diri disalah satu kursi, membuka ponsel dan mencari nama Leon. Terdengar nada sambung 3 kali dan kemudian suara hangat Leon langsung menyapa.

"I Need you Leooon" ujar Melody dengan lugas, membuat Leon yang disebrang tertawa dengan renyah, dan Gerald yang kehadirannya tidak disadari oleh Melody sedikit menegang, ada sedikit rasa jengkel menyusupi Gerald, atau entahlah.

Sejak habis magrib Gerald mengajak Fauzi ke rooftop untuk ngobrol santai membicarakan beberapa hal ringan, namun posisi Gerald memang terhalang dinding jika dari tempat duduk Melody, meskipun tak melihat wajah Melody namun Gerald tau betul bahwa yang barusan adalah suara Melody.

BERSAMBUNG

(Un) Perfect LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang