10

647 72 13
                                    

-o0o-

"Cinta itu rumit, kadang kita sulit untuk bisa mengerti"

-

"JADI apa rencana lo selanjutnya? Gue nggak mau nyerah gitu aja!"

"Gue nggak tau lagi, kalau emang lo mau berjuang buat Lara jatuh cinta sama lo, pake dengan cara lo sendiri." Ucap Nayla pasrah pada Erik.

"Kalau emang lo nggak bisa, berhenti. Dan coba sekali aja lo liat ke belakang, siapa orang yang udah berjuang hebat buat lo, bisa?" Nayla lalu beranjak dari duduknya dan tertunduk lesu.

"Gue rasa lo nggak bisa, Rik." ucapnya lagi. Erik lalu mengernyit bingung, ada apa dengan Nayla?

"Lo kenapa, Nay?"

"Lo harus tau. Mungkin gue juga harus nyerah sampai titik ini, disini. Gue gak mau lagi sakit dan berjuang mati-matian, kalau akhirnya gue bener-bener harus jatuh cinta sendiri. Gue sayang sama lo, tapi gue rasa lo nggak"

Nayla tersenyum hangat pada Erik dan pergi dari kantin.

***

Lara datang seperti biasa. Hari ini ia berangkat dengan Rian. Ia masuk ke dalam kelas dan melihat Erik sedang berbicara sangat serius pada Dera.

"Kalian kenapa?" Tanya Lara penasaran, lalu meletakkan tas nya di atas meja.

"Ini nih si curut, gue bingung. Coba deh lo bantu dia." ucap Dera dengan raut wajah bingung. Sementara Erik duduk di bangkunya dengan tatapan lesu dan berkaca-kaca.

"Lo kenapa, Rik?" Tanya Lara perlahan dan duduk di hadapan Erik.

"Nayla.." lirih Erik. Lara mengernyit bingung menunggu kelanjutan kalimat Erik.

"Apa gue terlalu bodoh? Sampai sering buat orang kecewa. Apa gue ini selalu jadi orang yang terlambat, untuk tau semua realita?"

"Maksud lo?"

"Nayla sama kayak lo, dia nyerah. Dia udah capek jatuh cinta sendirian, sakit."

Jadi selama ini Nayla suka sama Erik?

"Gue gak tau harus gimana? Arghhh!"

"Rik, dengerin gue. Gue suka sama lo, gue sakit karena gue jatuh cinta sendirian. Tapi, Nayla? Dia orang yang selalu ada buat lo, dia sayang sama lo, jangan biarin dia terlanjur sakit. Sebelum lo terlambat dan Nayla tutup hatinya buat lo, lebih baik lo nyatain perasaan lo."

"Gue tau lo nggak ada perasaan. Tapi emang iya? Selama bertahun-tahun kalian temenan? Belajar mencintai dia, belajar terima dia. Siapa tau, lo dan Nayla ternyata emang cocok." jelas Lara panjang lebar.

Erik pun mendongak seketika dan berpikir sejenak.

"Tapi, emangnya bisa?"

"Ck! Udah nethink duluan. Udah sana, belajar pertahanin orang yang udah berjuang buat lo! Princess udah ga sabar dapet pajak jadian dari kalian." Ucap Dera mengulum senyum.

"Iya juga ya?" Sahut Lara tertawa kecil.

Erik lalu tersenyum simpul dan bangkit dari duduknya.

"Thanks ya, Ra."

"Lara doang? Princess nggak nih?" Ucap Dera.

"Sama aja 'Ra'. Udahlah, gue mau pergi dulu."

Lara dan Dera akhirnya tersenyum puas melihat Erik yang mulai menjauh dari kelas, entah kemana perginya. Yang pasti, kini ia sudah sadar dan mengerti.

"Lara!"

Si pemilik nama pun mendongak. Ada seseorang yang memanggilnya dari ambang pintu, itu Ferdi. Segera Lara menghampirinya.

"Kenapa, Fer?"

"Nanti bakal ada rapat OSIS untuk persiapan bulbah. Kumpul di ruang OSIS ya pulang sekolah." Lara mengangguk paham.

"Oh iya. Tadi gue liat Erik exited banget. Mau ngapain dia? Pakek minjem mic segala."

"Hah? Erik pinjem begituan buat apa coba?" Dera dan Ferdi mengendikkan bahu mereka, entah apa yang akan dilakukan Erik.

"Haloo.. teman-teman semuanya,"

"ERIK!" histeris Lara, Dera dan Ferdi. Mereka lalu bergegas menuju ke lapangan utama, dimana mic itu berada.

"Gue disini bakal panggil seseorang yang spesial dan istimewa, yang selalu ada buat gue. Saat gue sedih atau senang, tanpa gue sadari."

Mendengar penuturan Erik lewat mic itu membuat semua siswa bergerombol dan beramai-ramai melihat apa yang terjadi.

Nayla ingat kejadian beberapa menit yang lalu. Ia memutuskan untuk menyerah dan berhenti tersakiti. Nayla yang duduk di salah satu bangku panjang dekat lapangan langsung ikut melihat apa yang sedang terjadi di lapangan tengah.

Itu Erik? Gila! Ngapain aja sih tu anak! Batin Nayla.

"Gue akan nyatain perasaan gue hari ini, mungkin di awal emang sulit. Tapi setelah gue pikir lagi, apa salahnya kita belajar mencintai? Bahkan untuk orang yang sudah berjuang luar biasa hebat?"

Nayla hanya diam mendengar penuturan Erik. Semuanya hening dan masih setia mendengar setiap kalimat diucapkan Erik.

"Emang udah gila tuh anak!" Ketus Dera merutuki Erik yang kini menjadi pusat perhatian di tengah sana.

"Ra, kayaknya ini saatnya Erik nyatain perasaannya ke Nayla. Gue udah ga sabarr." Ucap Lara bersemangat dan sesekali mengguncang tubuh Dera.

"Ihh! Lo kalau mau semangat, semangat aja. Gausah dorong-dorong gue, sakit tau!"

Mendengar keributan yang terjadi, semua guru keluar berhamburan dari gedung utama dan menyaksikan apa yang tengah terjadi.

"Clarissa Malvies, gue suka sama lo. Gue pengen lo jadi pacar gue."

Dera membulatkan matanya tak percaya. Sementara Lara terkejut bukan main, pandangannya lalu beralih pada Nayla di seberang sana. Ia tau sehancur apa perasaan gadis itu hari ini.

Air mata Nayla jatuh dengan sempurna. Ia tak tau lagi harus mengatakan apa, mungkin memang lebih baik menyerah. Ia memandang Lara sejenak dan mengusap air matanya kasar.

"Nayla bilang, gue harus buat lo jatuh cinta sama gue dengan cara gue sendiri. Hari ini gue buktiin, gue jatuh cinta sama lo,"

Nayla tersenyum hambar lalu berlari sekencang mungkin meninggalkan gerombolan disana. Sakit. Ia hancur saat ini, sangat amat hancur.

Lara yang melihat itu langsung berlari menyusul Nayla. Susana kembali hening, bahkan para guru disana tak bisa berbuat banyak. Seolah mereka seperti sedang menonton mini drama.

"Sakit lo!" Ucap Lara saat berpapasan dengan Erik dan melanjutkan langkahnya menyusul Nayla.

Tiba-tiba tangan Erik menahannya sehingga langkahnya terhenti dan berbalik menatap pria itu.

"Tunggu. Gue mau ngomong sesuatu sama lo, ini penting."

***

Yang belum vote sama komen lo parah sieee😤😡

JANGAN LUPA TANDAIN TYPO🙆

[TFS;1] Clarissa (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang