1

2K 124 66
                                    

-o0o-

CLARISSA POV

SAKIT. Sampai sepagi ini aku masih menangis hebat dalam kamarku. Rasanya sakit, luar biasa sakit.

Mencintai dalam diam.

Mungkin cerita lama untuk sebagian orang, contohnya aku. Merasakan rasanya jatuh cinta sendirian lalu sakit sendirian.

Kenapa rasanya susah untuk melupakan dia? Susah mengucapkan kalau aku ingin menyerah saja. Padahal sosok itu tak pernah mengenal siapa aku, aku yang mencintainya.

"Sayang, ayo sarapan ke bawah."

Aku dapat mendengar suara mama lembut dari balik pintu kamarku. Semoga saja mama tidak tau kalau aku menangis semalaman untuk hal tidak berguna.

"Iya, mom."

Jawabku pelan. Aku lalu berjalan gontai menuju ke arah cermin dan menelaah wajahku saat ini.

Kacau.

Hanya kata itu yang dapat menggambarkan diriku saat ini. Mataku benar-benar bengkak, bibirku pucat. Segera aku mengambil handuk dan membersihkan diri menuju ke sekolah.

Handphone -ku berdenting menandakan seseorang mengirimkan ku sebuah pesan lewat whatsapp. Aku lalu melirik handphone -ku di atas meja rias. Ada pesan dari Erika.

ErikaAmanda
Ntr lo jaga di gerbang ya sama pak Budi, bantu catet nama anak-anak yang terlambat.

Aku menghela nafas pelan saat Erika —sang ketos menunjukku untuk melaksanakan piket hari ini. Yah, aku ini adalah seorang anggota OSIS dan setiap harinya kami bergilir piket untuk memantau anak-anak yang selalu datang terlambat.

Setelah siap, aku turun dan menemui yang lainnya di meja makan. Untungnya mama tidak menyadari kalau mataku sedang membengkak, tentu saja dengan sentuhan make-up.

Saat di meja makan semuanya ada kecuali, Rian. Aku lalu mengernyit bingung.

"Rian mana, ma?" Tanyaku menarik salah satu kursi disana untuk duduk.

"Rian udah berangkat duluan. Nanti kamu berangkatnya sama pak Usman ya," Ucap mama memberikan ku dua potong roti dengan selai kacang diatasnya.

Derian Abraham, atau akrabnya ku panggil Rian. Dia adalah sepupu ku dan sudah ku anggap seperti kakak ku sendiri. Rian adalah orang paling menyebalkan di dunia, ya aku benci sifatnya ini. Tapi sebagai kakak dia sangat amat pengertian padaku dan aku sayang dia.

Rian sudah tinggal dengan kami sejak umurnya 9 tahun. Entah, dia bilang nyaman berada di keluarga ini. Tante Indri dan om Fadli —mama dan papanya Rian, tinggal di Australia untuk bisnis.

"Iya, ma" jawabku mengangguk pelan dan perlahan melahap roti juga susu hangat yang mama buat.

"Ayok non Lara, mobilnya sudah siap." Ucap pak Usman dengan tangannya hormat padaku. Aku terkekeh melihat tingkah pak Usman.

Namaku Clarissa Malvies atau biasa dipanggil Lara dan itu pak Usman —supir pribadiku, tapi terkadang pak Usman juga menjadi supir mama saat mama akan pergi ke bandara contohnya.

"Yaudah, Lara berangkat ya mama, papa," pamitku seraya mencium punggung tangan mama dan papa secara bergantian lalu masuk ke dalam mobil.

***

AUTHOR POV

Keluarlah sosok gadis berambut coklat itu dari balik pintu mobil yang dominan berwarna putih miliknya. Rambut panjang nya ia biarkan terurai bersama angin sepoi yang menyambut kedatangannya.

[TFS;1] Clarissa (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang