1. Pemilik Hati

173K 6.2K 107
                                    

Sara menarik nafas melihat cincin di jarinya, hatinya berbunga. Ini memang impiannya sejak dulu.

"Sara! Congratulation Dear." Vivian menghujaninya dengan ciuman. "Uh, yang sudah dilamar pangeran impian."

Sara tertawa, "Terimakasih." Lesung pipi muncul di pipi kanan Sara.

"Kisah cinta kalian begitu indah, aku rasa kalau di filmkan akan laris."

"Bisa saja kamu, Vivian." Sara tertawa geli. Oh, betapa menyenangkan mendengar kata-kata itu. Siapa yang tidak tau kalau Sara dan David dijodohkan oleh kedua orang tua mereka sejak masih SD. Sara selalu mengingat saat itu. Kemudian, Sara bersama keluarganya pindah ke Yogyakarta saat dia masih duduk di bangku SMP.

Lucunya, kisah Sara dan David terus berlanjut. Mereka rajin berbalas email, sesuatu yang sudah sangat jarang terjadi di zaman milenial, berkirim foto maupun pesan. Kalau dibukukan pasti sudah sangat panjang.

"Jangan senyum-senyum terus," kata Vivian.

"Habis bagaimana? Aku seneng banget."

"Jadi kapan rencana pernikahan kalian?"

"Sekitar enam bulan lagi. Dan David menginginkan pesta pernikahan yang besar. Aku sampai pusing."

"Tentu saja, kamu tau bagaimana keluarga David. Relasi bisnis orang tuanya, aku rasa setengah kota ini. Belum lagi orang tuamu."

"Itu sedikit mengkhawatirkanku. Dibandingkan David, aku seperti perempuan yang sangat biasa."

"Itu menurutmu? Apa kamu tau bagaimana irinya para wanita saat melihatmu berhasil menaklukkan David?"

Sara tertawa lagi, dia dan keluarganya kembali ke Jakarta dua tahun setelah dia menamatkan kuliah di Yogyakarta. Begitu mereka bertemu, David segera berdiri dan tercengang, membuat kedua orang tua David tertawa. Padahal mereka kerap berkirim foto.

"David ingin pesta yang begitu spektakuler, padahal aku ingin yang lebih sederhana tapi menyatu. Apa menurutmu aku tidak cocok menjadi Nyonya David, Vivian? Kehidupan keluarga David begitu glamour."

"Hei...hei...bukannya kamu menantu kesayangan orang tua David?"

"Calon, Vivian."

Ayah Sara adalah seorang dokter bedah dan saat ayah David mengalami kecelakaan yang membuat kondisinya kritis, ayah Sara yang menyelamatkan beliau. Sejak itu orang tua David dan orang tua Sara berteman akrab dan bercanda akan menjodohkan anak mereka, ternyata gurauan itu berubah menjadi serius.

David terpaut dua tahun di atasnya, sejak kecil dia menawan. Berkulit putih bersih, berambut hitam lurus dan lembut. Bahkan ketika dewasa dia begitu tampan, Sara selalu saja melihat foto-fotonya.

🌼🌼🌼

Sara berlari-lari kecil menuju kamarnya.
Dia membuka kotak yang dia sebut kotak kenangan. Selain kerap membalas email, setiap tahun mereka rajin mengirim hadiah ulang tahun. Beberapa masih di simpan oleh Sara.

"Sara, ada Tio di bawah." Mama Sara memanggilnya.

Tio? Sara melenguh. Dia kesal pada lelaki itu, sahabat akrab tunangannya. Berbeda dengan David yang rapi dan klimis, Tio terlihat urakan dan tak terurus. Dia bisa berhari-hari hilang ke hutan atau gunung, begitu pulang menjadi gembel.

"Tio."

"Jangan memasang wajah menyebalkan saat melihatku." Rambutnya sudah panjang, nyaris gondrong, penampilannya tidak mencirikan pria seusia dia, seperti mahasiswa abadi. Kaus, jeans belel dan sneaker.

Tuh kan, dia selalu saja begitu, kasar.

"Kenapa sih marah-marah terus?" keluh Sara.

"Kamu melihatku seperti melihat setan. Mau aku cium dengan kasar?"

Tanpa Keraguan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang