16. Malam Pertama

86.5K 5.5K 104
                                    

Jantung Sara berdetak seratus kali lebih cepat, rasanya dia tidak percaya saat ini berbaring di atas tempat tidur setelah seharian melakukan aktivitas, menjadi ratu sehari kalau kata orang-orang. Bahkan dia begitu gugup saat tadi Tio membantunya melepas gaun pengantin dengan susah payah. Pria itu masih saja menggodanya, padahal dia sendiri nyaris tumbang.

Tio keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk piyama, seharusnya setelah resepsi mereka makan malam di rumah Sara, tapi mengingat kondisi Tio, mama Sara dan juga mamanya menyuruh mereka langsung beristirahat di kamar hotel. Tio mandi dan mengingat kondinya, Sara sejujurnya takut dia akan pingsan di dalam. Hanya saja, Sara tidak mungkin menawarkan untung memandikan pria itu bukan?

"Tio." Panggil Sara lirih, tadi dia sudah mandi lebih dulu. Nafas Sara sudah mau berhenti, rambutnya masih sedikit lembab karena tadi dia tidak mengeringkannya dengan seksama. Semisal mereka menjalani yang namanya berpacaran dulu, mungkin Sara tidak segugup ini, tetap gugup, hanya gugup sedikit. Tio merayap ke atas tempar tidur. Dengan menggunakan Bathrobe yang disediakan hotel.

Tio memandangnya dengan sangat dalam, pandangan Tio yang begitu hanya dia lihat setelah mereka berencana menikah. Dulu, Tio kan selalu mengejeknya, walaupun pernah mencuri ciuman, Tio tidak akan menatapnya selama ini.

"Kamu...kamu beristirahatlah." Sara berkata dengan sangat pelan, nyaris seperti bisikan.

"Nanti..." Tio berbaring di samping Sara, mereka berhadapan. "Kenapa kamu malu-malu begitu?"

"Ya, tentu saja malu."

"Seperti menikah karena dijodohkan."

"Memang mirip seperti itu."

"Masa?" Tio membelai pipi Sara lembut. "Cantik."

Tio seperti orang yang berbeda, matanya yang biasa menatap liar terlihat sedikit sayu, bibir tipis yang biasa menyunggingkan senyum simpul sambil mengejek terlihat sexy. Tentu saja Sara mengakuinya seharian ini Tio menuruti keinginannya. Bukan sih, sejak sebulan. Membuat hati Sara mulai berdetak untuknya.

"M..makasih." Sara menjawab dengan kaki, seluruh syaraf-syarafnya menegang. Tubuh Tio panas. Bagaimana ini? Apa sebaiknya mereka menunda aktivitas ini? Cuma Tio sudah sejak tadi ribut, parah di dalam otaknya berpikiran begitu terus.

Tio terus menerus memandanginya dengan tatapan lembut, tangan yang tadi membelai pipi Sara, turun ke pundaknya yang memakai piyama satin bewarna hijau. Tio mencium bibirnya lembut, Sara belum pernah merasakan mabuk sebelumnya, tapi salahkah dia kalau ciuman Tio begitu memabukka? Bisa dikatakan mabuk kepanasan. Tio jatuh menindih tubuh Sara sambil terengah.

"Tiooo!!" Tampaknya sudah tak bisa lagi menahan. "Tio, kita ke rumah sakit." Dengan sigap Sara berganti pakaian. Dia menarik tubuh Tio untuk duduk, sulit sekali. Tio tidak pingsan.

"Jangan." Tio mengerang, tapi nafasnya menderu kuat sekali.

"Tio. Malam pertama bisa dilakukan besok-besok. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, menurutmu bagaimana?"  Dengan nada tegas Sara berkata, Tio akhirnya bangun. Sara memeluk pinggang Tio dan bergegas memapahnya menuju lift. Sara menelpon mamanya juga mama Tio.

"Maaf." Tio masih saja berkata.

"Maaf untuk apa?"

"Menghancurkan malam pertama." Wajah Tio terlihat frustasi sambil menutup mata bersandar di kursi mobil, Sara yang menyupir.

Sara melihatnya, kecemasannya sedikit berkurang mendengar ucapan Tio. Kemudian Sara tertawa.

"Malam pertama di rumah sakit sehabis pernikahan, aku rasa itu juga akan menjadi kenangan tak terlupakan," kata Sara.

Tanpa Keraguan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang