Sepertinya sudah siang saat Sara terbangun, dia meraba sampingnya yang kosong. Mau menangis lagi. Tapi dia segera tersadar. Bukannya Tio sudah kembali? Apa dia pergi lagi? Sara melirik di atas nakas, ada segelas susu di sana.
"Halo istriku, udah bangun?" Tio muncul di pintu, masuk ke kamae dengan ceria. Seperti tidak terjadi apa-apa. Sara membuang muka dengan malas. Tio melompat ke atas tempat tidur.
"Aku bikinin sarapan, telor ceplok."
"Nggak perlu repot," kata Sara ketus. "Ngapain kamu masuk ke kamar ini?"
"Buat bangunin istri." Melihat wajah Tio yang cengengesan membuat Sara kesal.
"Aku mau bubur ayam."
"Aku pesenin?"
"Nggak usah, bisa sendiri." Sara beringsut bangun dan menuju ke kamar mandi.
Dia mendengar suara langkah kaki Tio dan dia bersenandung dengan riang. Kenapa suasana rumah ini seketika menjadi ceria dengan kehadiran Tio?
Saat Sara keluar Tio telah menyiapkan sandwich dan telor ceplok yang bentuknya jelek, dia menarik kursi untuk Sara.
"Nggak usah repot-repot. "
Tio bergumam.
"Sayang, kamu kerja hari ini?" Tio mengabaikan suara Sara yang ketus.
Sara diam saja.
"Hari ini aku ambil cuti, sekitar seminggu. Bagaimana? Oh nanti siang aku jemput kamu untuk lunch, terus sorenya aku jemput lagi. Kita pergi beli keperluan bayi."
Sara tertegun sejenak. Dia belum mempersiapkan keperluan bayi sama sekali, bahkan di dokter kandungan dia tak mau mengetahui jenis kelamin bayinya. Karena ingin mengetahuinya saat bersama Tio.
Tio terus mengoceh dan mondar mandir dari dapur ke ruang makan. Kepergiannya selama dua bulan seperti mimpi saja, keluh Sara. Setelah sarapan Sara kembali ke kamar, dia mandi dan mengganti pakaiannya. Dia melirik diam-diam ke arah Tio yang buru-buru mandi, bersiap-siap sendiri dan ke garasi untuk memanaskan mobil.
Sepanjang perjalanan Tio terus mengocehkan banyak hal, sedang Sara diam saja. Sesekali Tio akan mengusap punggung tangannya.
"Sayang, nanti aku jemput kamu lagi."
Sara diam saja dan masuk ke outlet sepatu.
Vivian menyambutnya, memeluk Sara.
"Are you okay?" Dia bertanya. Sara mengangguk. Matanya kembali berkaca. Vivian tau kalau Tio telah pulang. "Banyak kerjaan sih, tapi aku penasaran dengan apa yang terjadi. Jadi sebaiknya kita ngobrol aja."
Sara dan Vivian juga telah melewati banyak hal bersama, tidak ada rahasia di antara mereka. Sara menceritakan alasan Tio meninggalkan dia, membuat Vivian berdecak berkali-kali.
"Seperti dalam drama."
"Benar kan? Masuk akal menurut kamu?"
"Jadi kamu udah maafin dia?"
Sara diam, "Nggak tau deh, aku harus memikirkannya dulu. Tau begini mendingan nggak usah nikah." Sara kemudian menyesali ucapannya, karena dia sadar sedang hamil.
"Kenapa orang ingin menikah, kalau lebih baik sendirian?" Vivian berkata.
Sara menatapnya, "Pemikiran itu aneh, manusia diciptakan berpasang-pasangan." Dia membelai perutnya. Ada anak Tio di sana, yang diragukan oleh ayahnya sendiri.
"Kalau tidak bahagia untuk apa?" Vivian melanjutkan pertanyaan.
"Kenapa nggak bahagia?" Sara berpikir, dia menyandarkan tubuhnya ke kursi. Selama pernikahan dengan Tio, dia bahagia terkecuali ketika Tio pergi, hingga saat ini. "Menurutmu aku sedikit sial?" Dia memikirkan kisah percintaannya, sejak dari kasus David kemudian beralih ke Tio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Keraguan (END)
Romance"Aku akan menikah," kata Sara pada David. Wajahnya tersenyum tapi hatinya pilu. "Apa maksudnya itu, Sara?" David mencengkram pundak gadis itu. "Tidak salah dengar. Aku akan menikah, bulan depan," jawab Sara. "Tidak! Tidak akan kubiarkan!" Davi...