24. Dua Menjadi Tiga

56.1K 4.4K 63
                                    

Sara telah terlelap, Tio menyelimutinya. Kemudian mengecup pelan keningnya. David mengirimi dia pesan sejak tadi, sekarang lelaki itu ada di depan rumah mereka. Dengan perlahan, Tio menuju teras.

Dia melihat David duduk santai dia kursi teras.

"Keluar juga," David mendengus, sedikit tertawa.

"Ada apa, Vid?"

"Nggak usah ketus begitu,"

"Perasaan kau aja." Tio duduk di samping David. Menghela nafas bergantian, memandang pada kegelapan malam di depan mata. Tak ada angin berhembus malam itu, tapi terasa dingin.

"Aku cuma ingin mengatakan sesuatu." Suara David memecah keheningan.

"Kau tau bukan, Sara tidak suka kita bertemu. Dia ... istriku sekarang."

David terkekeh, "Jelas saja dia tak mau kau bertemu aku."

"Dia masih marah, sorry Vid, aku juga nggak mau hubunganku dengan dia rusak."

David hanya diam, lama terdiam dalam keheningan. "Tapi kau nggak masalah kalau hubungan kita yang rusak, Yo?"

"Kalau kau janji nggak bakalan ngusik aku dan Sara lagi, aku tak masalah."

David diam.

"Vera, bagaimana?" Mau tak mau Tio bertanya.

"Tidak mungkin menikah dengan dia, tapi aku akan bertanggung jawab."

"Bertanggung jawab? Dengan membiarkan seorang wanita tersiksa begitu?"

"Kau menyudutkan aku, Yo."

Tio tertawa pelan, "Kenapa aku menyudutkanmu?"

"Sorry ... nggak bohong, aku masih cinta Sarah."

"Aku tak mau kau mengatakan itu lagi, Vid. Sara sekarang istriku, kau paham artinya itu?"

"Mana bisa, Sara juga masih mencintai aku."

Tio berdiri dari kursinya, "Kau mau membuat keributan di sini?" Jam mulai mendekati angka satu.

David memandangnya, ekspresi wajah itu. Tio memahami, ekspresi di mana David sangat serius. Hanya saja saat ini dia pun dangat serius.

"Sebelum kalian honeymoon, aku bertemu Sara." David berkata lagi.

Tio terkekeh, "Hentikan!"

"Aku khilaf dan dia juga, kami melakukannya."

Tio seketika murka, dia paham maksud ucapan David itu. Ditariknya kerah baju David hingga dia berdiri dari kursi.

"Kau ... sialan!"

"Sorry, Yo. Aku hanya mengatakan apa yang terjadi. Mau percaya atau tidak, itu urusanmu."

"Bangsat!" Tio melayangkan tinjunya ke wajah David. David mengelak. Lampu ruang tamu menyala dan terdengar langkah kaki.

Tio mendorong tubuh David, "Pergi sekarang juga, aku tak mau liat mukamu lagi," desis Tio dengan kemarahan.

David terkekeh, "Kalau Sara hamil, aku mau test DNA."
Dia menepis tangan Tio dengan kasar dan pergi. Tio terduduk di kursi.

Laki-laki sialan!

"Tio, kamu nggak tidur?" Sara mengucek matanya.

Tio berdiri lagi, dengan nada biasa dia menyeka rambut Sara yang terurai.

"Lagi cari angin."

"Aku kayaknya denger kamu bicara dengan seseorang."

"Tadi aku nonton streaming bola."

Tanpa Keraguan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang