36. Terutama (End)

126K 5.3K 327
                                    

"Aku mohon Tio." Pria itu menatap nanar padanya, tubuhnya kurus. Bayangan gelap terlihat di matanya. "Izinkan aku setidaknya, bertemu anakku."

"Anakmu?" Tio terkekeh.

"Sara?" Dia menatap padanya. Sara sudah tahu ini akan terjadi, tetapi tetap saja dia tidak siap.

"Aku masuk pa, liat anak-anak." Sara beringsut bangun dari kursi teras. Meninggalkan Tio dan David, tadinya Sara iba saat di awal David berkata menyesal dan sudah bertobat. Nyatanya pria itu sama sekali tidak berubah. Sara tau dari ayahnya, kalau ternyata David telah diusir untuk kedua kali oleh orang tuanya. Dia hanya bisa kembali kalau membawa bayi lelakinya.

"Enak saja, siapa anaknya!" Sara mendengus marah. Setelah melalui proses persidangan yang panjang, Rai resmi menjadi anak Sara dan Tio. Keluarga David berusaha sekuat tenaga untuk mengambilnya, tetapi tidak bisa. Apalagi ayah David masih berhutang nyawa pada ayah Sara, membuat pria yang katanya memiliki background dunia hitam itu tidak terlalu frontal menyerang keluarga Sara.

"Hei ...." Terdengar suara tawa dari belakang Sara.

Sara berbalik dan melihat Tio, "Apa dia udah pulang?"

Tio mengangguk. Dia kemudian tampak berpikir, "Sayang, apa menurut kamu, kita nggak terlalu kejam?"

"Soal?" Sara mengambil bayi perempuannya dari tangan baby sitter dan menggendongnya.

"Rai." Tio menjawab. "David ... dia terlihat menyedihkan."

Sara tertawa geli mendengar ucapan Tio.

"Malah ketawa." Tio melanjutkan.

"Iya, bukannya di awal dulu kamu yang berkata nggak mau membiarkan Rai tau kalau ayahnya membuang dia."

Seketika Tio melihat ke sekeliling, Rai sedang asyik bermain. Bagaimana kalau dia dengar? Belum tentu anak kecil tidak memahami perkataan orang dewasa.

"Terus sekarang kamu udah luluh gitu?" Sara bertanya lagi.

Lucu sekali suaminya, pikir Sara. Memang dia berhati lembut. Mungkin itulah yang membuat Sara selalu merasa nyaman, kecuali saat Tio bersikap konyol dan menyebalkan tentu saja. Bahkan dia saja masih menyimpan kemarahan pada David.

"Nggak begitu juga." Tio menarik nafas dan menghembuskan kuat.

"Daripada memikirkan masalah yang nggak bakal selesai, kenapa nggak ngomongin yang lain?"

"Contohnya?"

"Apa mau menambah baby lagi?"

Bola mata Tio melebar, menjawab dengan cepat. "Aku mau."

Sara memajukan bibir. Mengurusi Rai dan Mikaila saja sudah akan menghabiskan seluruh waktu-waktu mereka.

"Mau juga, apa kita honeymoon?" Mata Sara berbinar.

"Terus itu kurcaci-kurcaci gembul mau kamu titipkan ke mana?"

"Tio." Sara terpekik, bisa-bisanya dia memanggil putra putri mereka dengan kurcaci.

"Mama dan papa minta nambah cucu, kalau nungguin Yuda nikah masih lama."

"Makanya, sementara minta tolong mama dan papa jagain anak-anak gantian gitu."

"Mana bisa, kamu tau keempat orangtua kita sibuknya kayak gimana?"

"Tio, aku beneran pengen liburan. Atau kita ajak anak-anak, tapi bawa baby sitter dan Yuda buat ngawasin gitu?"

"Oke deh, nanti aku pikirkan caranya. Apa yang nggak buat istri tercinta."

Sara tertawa mendengar ucapan Tio, dia dirangkul dari belakang dan Tio menggoyang-goyangkan tubuhnya. Kata teman-teman mereka, keluarga mereka simbol keluarga kecil bahagia. Semoga itu tetap terjaga untuk selamanya.

Tanpa Keraguan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang