Sara akhirnya barbalik, memandangi sosok Tio yang tertunduk lesu. Dari mana dia bisa berpikir seperti itu?
"Aku mandul." Dia berkata seperti ingin menangis, wajahnya yang melirik Sara begitu menyedihkan. Kumis dan janggut mulai tumbuh di wajahnya.
Tio? Hati Sara sesak melihat wajah suaminya seperti sangat menderita. Apa yang telah terjadi?
Kata-kata Tio terngiang di kepala Sara. Apa? Mandul?
"Tadinya ...." Tio menghela nafas lagi, "Tadinya aku ingin menemui kamu, berbicara mengenai masalah ini. Tapi aku terprovokasi oleh David. Dan ketika di kantor, tim sedang bersiap berangkat. Entah kenapa aku memutuskan untuk pergi. Beberapa hari aku seperti kehilangan diriku, tak sanggup rasanya bersama kamu. Sebagai lelaki aku mungkin malu istriku akan mengetahui kalau pria yang dinikahinya bukan lelaki sejati. Sara, aku ...."
"Kalau kamu mandul, jadi yang dalam perutku ini anak siapa?" Sara mengumpulkan kekuatan untuk bertanya. "Apa hubungannya dengan David?"
Dia sangat emosi, tetapi sekaligus penasaran. Apalagi melihat sosok Tio yang ringkih. Kekesalannya sedikit mereda, tapi dia belum memaafkan pria itu.
"Sara ... sebelumnya David pernah menemui aku, dia bilang kalian --- kalian melakukan sesuatu secara sadar. Saat itu aku tidak ingin percaya. Sampai---"
Tio berkata sampai dia mengetahui hasil test dan didiagnosa mengalami kelainan kromosom, dia juga pergi mencari second opinion dengan hasil yang sama.
"Kamu bertemu David dan nggak bilang ke aku? Kamu mengalami ini semua dan memilih untuk meninggalkan aku dan anakmu? Ini anakmu, Tio! Anakmu 100%!"
Nyonya Prawijaya dan perawat menerobos masuk mendengar teriakan Sara.
"Kamu nggak mengakui anakmu sendiri. Biarkan dia besar tanpa ayahnya!" Sara tak mampu berpikir jernih, dia sepenuhnya dikuasai oleh emosi.
"Sara ... Bukan seperti itu." Tercekat Tio melihat kemarahan Sara, tak pernah dia melihat Sara begitu. Bahkan saat mereka kerap bertengkar dulu.
"Tio, udah gila kamu?" Nyonya Prawijaya memucat mendengar ucapan Sara.
Sara menangis, tangisnya kemudian semakin keras. Mama dan papa Sara masuk ke ruangan rumah sakit, mereka tampaknya baru saja tiba. Perawat mengenali papa Sara dan memberi salam.
"Kamu sudah kembali." Mama Sara berkata, dia tak emosi atau marah seperti Nyonya Prawijaya. Tapi terlihat kekecewaan di matanya.
"Tio bilang anak dalam rahimku bukan anaknya." Sara terisak. "Jadi anak siapa ini?"
"Tio?" Mama Sara mengerutkan kening. Wajah semua yang berada di ruangan itu seketika tegang.
"Ini masalah besar, kita bicarakan di rumah." Papa Sara menghentikan keributan itu dan meminta maaf pada perawat.
🍁🍁🍁
Ruang keluarga rumah Tio dan Sara telah dipenuhi oleh keempat orang tua mereka, Tio seperti di sidang. Sedangkan Sara berbaring di sofa, masih letih, tapi tidak mau beristirahat di kamar karena ingin mendengar lebih jelas kenapa suaminya meninggalkan dia selama dua bulan.
Papa Sara mengerutkan kening membaca diagnosa dokter yang diserahkan oleh Tio. Sudah hampir hancur karena diremas. Untunglah kertas itu masih tersimpan di dalam tasnya.
"Sara, apa benar?" Papa Sara menatap anaknya. Tampaknya orang tua Sara berusaha objektif. Sedang kedua orang tua Tio berubah warna mukanya.
Jadi beginilah kenapa orang menyebut pernikahan bukan hanya penyatuan dua orang tapi dua keluarga? Bagaimana masalah rumah tangga mereka akhirnya diselesaikan oleh seluruh keluarga begini? Hati Tio tersayat, bagaimana seandainya kalau orang tuanya tidak menerima anak dalam kandungan Sara? Yang bukan cucu mereka? Karena itu Tio tak mau memberitahukan pada siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Keraguan (END)
Lãng mạn"Aku akan menikah," kata Sara pada David. Wajahnya tersenyum tapi hatinya pilu. "Apa maksudnya itu, Sara?" David mencengkram pundak gadis itu. "Tidak salah dengar. Aku akan menikah, bulan depan," jawab Sara. "Tidak! Tidak akan kubiarkan!" Davi...