Love me like you do

2.9K 159 12
                                    

Tanjiro berjalan menuju kamarnya, anak-anak telah ditidurkan di kamar masing-masing, giliran dia sekarang.

Membuka pintu lalu menutupnya, berjalan pelan menuju lemari, melepas seluruh kain yang menutupi tubuhnya, diambilnya piama tidur lalu memakainya.

Melirik sekilas kearah kasur, Rapi dan tak tersentuh. Terdengar suara gemercik air dalam kamar mandi, pantas saja! Ternyata Suaminya sedang mandi.

Tanjiro melangkah ke kasur, direbahkan dirinya, tak lupa menarik selimut dan menyelimuti diri. Matanya menerawang dalam rebahnya, sudah berjalan 9 tahun hidupnya bersama Sanemi, dan mereka akan kedatangan keluarga baru, anak ke4 mereka, Shinazugawa Nezuko. Dielusnya perut yang mulai mengembung itu, sungguh beruntung dirinya, memiliki Suami yang Perhatian dan Setia, dan dianugrahi malaikat-malaikat kecil yang membuat hari-harinya ceria, tak terasa air mata mengalir pelan, jatuh membasahi bantal.

"Tuhan, Terima kasih atas Rahmat dam Anugrahmu Untukku yang penuh dosa ini. Terima kasih untuk Anak-anak yang kau titipkan padaku, Terima kasih Atas suami yang kau takdirkan padaku, Terima kasih atas cinta dan kasih sayangmu. Ku mohon, apapun yang terjadi .... Apapun yang terjadi ..... Buat mereka selalu tersenyum dan bahagia, hanya itu saja yang kuminta untuk seluruh hidupku ini, untuk setiap tarikan nafasku ini. Ya Tuhan bahagiakan mereka, bahagiakanlah sumber kebahagiaanku. Tuhan, izinkan aku Terus bersama mereka, Izinkan aku terus bahagia bersama mereka. "

Tanjiro menangis, air mata bahagia. Entah kenapa malam ini terasa sangat damai dan penuh cinta. Dia bersyukur atas hidupnya, atas orang-orang disampingnya, atas suami dan anak-anaknya, atas segalanya. Dia berjanji akan melakukan apa saja untuk mereka, sumber tawa dan bahagianya. Entah kenap tiba-tiba dia merasa takut, entah kenapa dia merasa akan pergi dan tak kembali, dia merasa akan meninggalkan mereka, berpisah dengan mereka. Kenapa dia merasa seperti ini? Hatinya gundah, imajinasi melayang entah kemana. Tanpa disadarinya Sanemi sudah selesai mandi dan menatap dia dari jauh, Sang suami menatap cemas, kenapa Tanjiro melamun dengan mimik sedih? Tak seperti biasanya?

Berjalan pelan, mendudukan diri diatas kasur. Dielusnya pelan Surai merah angur itu, terasa lembut ditangan. Tersenyum kecil, ditatapnya Tanjiro penuh perhatian "ada apa? Kenapa melamun dan memasang wajah sedih begitu? Ayo cerita"

Tanjiro menatap Sanemi, ketika melihat senyum Tulus itu rasa takutnya hilang entah kemana. Merekahkan senyum, digenggamnya tangan kokoh yang mengelus rambutnya lembut itu, dielus-eluskannya wajahnya ketangan itu. Sensasi dingin kulit sehabis mandi terasa Hangat dipipi Tanjiro, mengecupnya sebentar. Tanjiro menyukai sensai ini, sensai hangat, sensai nyaman ,sensasi yang hanya bisa diberikan Suaminya saja, Hanya Sanemi saja, tak ada yang lain. Didudukannya dirinya, berusaha sejajar sengan sang suami, Sanemi tak memakai apa-apa, Hanya handuk yang melilit pinggang dan menutup kemaluan saja. Wajahnya memerah malu, walaupun sering melihat sang Suami seperti ini, tapi tetap saja dia tak bisa terbiasa, takan pernah terbiasa, apalagi aroma yang dikeluarkan Laki-laki didepannya ini, memabukan dan jadi candu tersendiri bagi Tanjiro, dalam hati ingin rasanya dia mengendus aroma tubuh suaminya lebih dalam lagi, tapi itu sangat memalukan, ditutupnya wajahnya dengan kedua tangan, berusaha melupakan pemikiran yang sangat memalukan tadi.

Sanemi tersenyum, melihat Tanjiro menggeleng-gelengakan kepala tanpa sebab dengan menutup wajah menggunakan kedua tangan, hanya 2 kata terlintas dikepalanya, lucu dan menggemaskan. Digenggamnya paksa tangan itu, melepaskan paksa dari wajah sang istri, setelahnya di sentuhnya pipi bulat itu menggunakan kedua telapak tangannya, memaksa Tanjiro untuk menatap matanya. Mata yang Indah, mata secerah Mentari. Tanjiro menggigit pelan bibirnya, mata sang suami terasa menenggelamkannya, menenggelamkan ke lautan tak berdasar, mata itu akan selalu membuatnya diam mematung, tak mampu berucap atau bergerak, seolah-olah terkunci ditempat.

We BaddasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang