Tak terasa satu tahun berlalu, Nezuko sudah bisa berjalan dan berbicara, tentu Shinazugawa Tanjiro sangat bahagia, apalagi kata pertama yang dikeluarkan anak itu saat melihatnya 'mama', ohh . . . . . Rasanya ingin lari berkeliling komplek sambil berteriak penuh kebahagiaa.
Jika dari sudut Tanjiro penuh aura bunga bunga, lain halnya dari sudut sang suami, Shinazugawa Sanemi. Lelaki itu murung setengah mati. Selama satu tahun belakang ini Nezuko selalu menangis jika digendongnya, tak betah dengan dirinya, bahkan sampai sekarang tak ada kata 'papa' yang keluar dari mulut sang anak, selalu saja suara tangisan yang keluar. . . . . apa Salahnya sampai sang anak sangat membencinya?
"Ara-ara, kau kenapa nak?" Kamado Kie bertanya, wanita itu menatap sang menantu risau. Belakangan ini dia selalu saja termenung, terkadang menatap langit dengan mata kosong, tak ada semangat sama sekali.
Sanemi menggeleng pelan, tersenyum seperti biasa, mengisyaratkan bahwa tak ada apa-apa. Lihatlah, Nezuko tertawa senang digendongan sang nenek, tangannya bergerak aktif, berusaha menjangkau wajah sang nenek. . . . . Iri, dia Iri. Kenapa Nezuko tak seperti itu juga dengan dirinya?
Tanjiro datang dari dapur, membawa nampan berisi teh dan cemilan, berjalan menuju teras depan.
"Tanjiro" Pria itu menoleh, sang Ibu memanggilnya
"Kenapa bu" Tanjiro berjalan kearah sang Ibu, matanya tiba tiba teralihkan kearah sang anak Yang ada digendongan Ibunda Tercinta. Nezuko tertawa, tersenyum lebar ssat melihat dirinya datang, mulut kecilnya tak henti henti mengucap kata 'mama' "Nezuko cayang~~~ uhhh imutnya anakku. Mou, kau tak membuat nenek kerepotan kan?"
Tanjiro meletakkan nampan diatas mejaNezuko makin riang gembira, tangannya berusaha menggapai sang Ibu tercinta, Minta digendong
"Ara, Ibumu sedang sibuk sayang, jangan diganggu. Bagaimana kalau kita jalan jalan keluar." Nezuko mengangguk antusias, entah karna mengerti atau apa, tangan kecil itu menunjuk nunjuk kearah pintu Yang terbuka
"Mou, kau sepertinya senang diajak jalan jalan yah. Ingat jangan nakal, jangan buat nenekmu kesulitan" lagi lagi dia mengangguk, seperti sudah mengerti perkataan arti perkataan sang ibu. Tanjiro mencubit pipi sang anak gemas, tak lupa mengecup dahinya.
"Oh ya Tanjiro, suamimu kenapa lagi? Dia lagi murung diluar."
Tanjiro tertawa, mengeleng gelengkan kepala didepan sang Ibu "Masih sama bu, dia masih murung karna si kecil ini" Tanjiro kembali mencubit gemas pipi mungil itu. nezuko makin sengan diperlakukan seperti itu, Tangan kecil itu menyentuh erat jari sang ibu.
"Oh Astaga, jadi Nezuko masih terus menangis dengan dirinya. Ya Tuhan, jadi bagaimana? "
"Entahlah bu, kuharap dia tak seperti itu terus. Mou, ini salahmu sayang, Kenapa kau terus saja menangis jika didekat Ayahmu? Dia sangan sedih kau tau! "
Nezuko langsung berhenti tertawa, mimik wajah anak itu langsung datar, sedatar wajah pamanya, Tsugikuni Yoriichi. Kie dan Tanjiro melihat tak percaya, tak menyangka sang anak bisa memasang ekspresi papan cucian seperti itu.
"Ya Tuhan, kenapa wajahmu bisa semirip Yoriichi sayang?
"Oh astaga, dimana kau belajar ekspresi itu nak? jangan bilang kau tertular pamanmu! Oh tidak, anakku tertular mimiknya suami kakaku."
Ditempat lain, Sumiyoshi dan Yoricchi Yang sedang makan dengan hikmat tiba tiba merinding
"Ah, sudahlah. Ibu mau jalan jalan dengan cucu kesayanganku"
KAMU SEDANG MEMBACA
We Baddas
FanfictionHidup memang kadang tak berjalan sesuai rencana Lihat saja meluarga Shinazugawa Satu ini Sanemi tak pernah berencana menikahi laki laki Tanjiro tak pernah berencana menikahi laki laki bahkan bisa sampai hamil empat kali Tapi lihatlah Mereka berdua m...