Bab 18: Tangisan

1.1K 143 36
                                        

Nayeon sedikit menggerakkan kepalanya melihat Taehyung yang duduk terdiam di sampingnya. Jemarinya masih digenggaman erat oleh Taehyung dan ekspresi wajah sang pemuda yang nampak tegang. Jemari bebas Nayeon kini bergerak membelai lembut punggung tangan Taehyung, membuat sang pemilik refleks menoleh. Sebuah senyuman Nayeon terima, namun dia cukup tahu itu hanya topeng agar dirinya terlihat tenang.

Menatap manik itu Nayeon tersenyum tipis, "kau butuh bahu atau butuh pelukan?"

Taehyung tertawa kering, menarik napas panjang lalu tubuhnya ia jatuhkan ke pelukan Nayeon. Detik itu pula, untuk pertama kalinya seorang Kim Taehyung menangis. Gadis itu bergerak menepuk - nepuk punggung Taehyung. Menyalurkan rasa nyamannya. Dia tidak akan peduli seperti apa buruknya masa lalu itu. Yang Nayeon tahu, pria ini sangat rapuh, pria ini butuh seseorang untuk bersandar.

Jadi, di siang itu, di atas langit antar negara Korea dan Jepang Kim Taehyung menangis.

:::


Jadi, mulai dari mana ketika kita mengawali sebuah kenangan indah? Mungkin bagi Kim Taehyung dia perlu mengawalinya dengan berdamai pada masa lalunya. Kini, keduanya berdiri di persemayaman abu milik ibu Taehyung. Sebuah ingatan tentang senyuman sang ibu, tawa ibunya bahkan bagaimana ibunya menggendongnya dahulu.

Sebuah dongeng masa lalu tentang kisah cintanya bak Disney princess. Awal perjumpaan sang ibu dengan ayahnya, lalu rasa cinta sang ibu pada pangerannya. Namun, sebuah kisah itu hanya terlalu indah jika dikisahkan karena pada kenyataannya di dalamnya penuh luka menganga. Hanya, secarik kertas itu yang memintanya jangan membenci sang ayah, tapi bagaimana bisa dia? Ketika dengan mata kepalanya sendiri ibunya tergantung tak bernyawa.

Menjauh pada Kenyataan, memilih menjauh dari ibunya agar rasa bencinya tidak semakin tertanam pada sang ayah. Taehyung membenci segala hal tentang Jepang agar rasa bencinya pada sang ayah tidak semakin membesar.

Tubuhnya berangsur jatuh, dan tangisnya makin kencang dalam pelukan Nayeon.

"Membenci hanya seperti bom waktu ketika kau sendiri akan hancur bersamanya."

Iya, Taehyung ingin segala berdamai dengan rasa bencinya. Ingin segera meredam rasa amarahnya pada ayahnya. Karena ayahnya yang ia miliki, dan ia tidak ingin mengawali apapun dengan rasa dendam.

:::

Jam pasir itu bergerak dengan jemari lentik di sebelahnya yang nampak mengetuk - ngetukkan meja berirama. Kadang, memilih kehilangan itu lebih baik jadi ia akan lebih mudah menemukan orang lain lagi yang lebih baik.

"Sesuai rencana." Titahnya di ujung panggilan.

:::

Nayeon menepuk punggung Taehyung pelan.

"Pelan - pelan makannya," ujar Nayeon yang dibalas senyuman kecil oleh Taehyung.

Menangis membuat dia sangat lapar, benar - benar lapar. Setelah beberapa menit yang lalu menelepon restoran hotel kini makan itu hampir separuh sudah masuk ke dalam perut Kim Taehyung. Tapi sejujurnya Nayeon merasa sangat lega, kini tatapan matanya yang membengkak itu terlihat lebih bercahaya.

"Aaaa," ucap Taehyung menyodorkan sepotong daging ke mulut Nayeon.

Gadis itu tersenyum lalu dengan senang hati membuka mulutnya lebar.

"Kau harus banyak makan," ucap Taehyung kini kembali menyuapkan nasi ke mulut Nayeon. Nayeon mengangguk senang menerima suapan nasi dari Kim Taehyung.

Setelah makan kini Kim Taehyung sibuk menatap tablet miliknya. Berlibur, tapi tetap harus mengontrol perusahaannya di Korea. Siang tadi Joshua sudah mengirimkan beberapa berkas padanya. Taehyung untuk sementara waktu memang memberikan kuasanya pada Joshua untuk mengatur kantornya, tapi tetap saja segala keputusan ada di tangan Taehyung. Keluar dari kamar mandi hotel Nayeon sudah membawa handuk berisi es di tangannya.

"Kau masih sibuk?" Nayeon duduk di pinggiran tempat tidur.

Mengalihkan pandangannya pada Nayeon kini Taehyung melepaskan kacamatanya.

"Maaf, tapi boleh tidak matamu beristirahat sebentar?" Lirih Nayeon meminta persetujuan.

Taehyung terkekeh lalu meletakkan tabletnya di meja. Nayeon menarik salah satu bantal lalu meletakkannya di pangkuan.

"Kemarilah," Ujarnya menepuk bantal itu. "Aku akan mengkompresnya, setelah itu akan aku pasangkan masker mata, untung saja aku membawanya." Tutur Nayeon sedikit menaikkan hidungnya.

Taehyung terkekeh lalu segera menempatkan kepalanya di bantal. Dari sini ketika matanya terbuka Taehyung dapat melihat fitur wajah Nayeon.

"Pejamkan matamu." Perintah Nayeon lalu mengompres mata Taehyung dengan handuk dingin.

Dengan telaten Nayeon melakukannya. "Sebenarnya, apa yang telah aku perbuat untuk negeri ini di masa lalu?" Pertanyaan Nayeon membuat Taehyung mengerutkan keningnya.

"Bahkan rasanya seperti mimpi kala kau tidur di pangkuanku."

Taehyung terkekeh geli mendengar penuturan Nayeon.

"Memangnya ada yang seperti itu? Kau lucu sekali." Cibir Taehyung masih memejamkan matanya.

Nayeon mendengus, "besok, kita akan ke mana?" Tanya Nayeon mengalihkan pembicaraan.

"Justru, kau yang ingin bepergian ke mana saja? Bukankah kau sudah menentukan beberapa tempat destinasi liburan?" Taehyung kembali menggoda Nayeon, membuat gadis itu marah sangat menyenangkan sekali.

Nayeon mendadak berdiri, "kau? Kenapa kau bisa tahu?"

Taehyung terkekeh lalu segera menarik tangan Nayeon, hingga tubuh gadis itu terjatuh ke tempat tidur. Taehyung segera mendekap gadis itu dalam pelukannya.

"Cepat tidur, aku lelah." Ujar Taehyung memejamkan matanya.

"Tae ah,"

"Hem,"

"Aku belum memasang masker mata padamu."


"Tidak perlu."


"Lalu matamu akan seperti panda?"


"Tidak masalah."


"Tap—"


"Mau kucium?"



"Tidak, selamat tidur."



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang