Dia sangat populer di tempat kerjanya. Jadi ketika dia ijin begitu banyak yang merasa kehilangan.
'Im Nayeon!'
'Im Nayeon!'
'Im Nayeon!'
'Im Nayeon!'
Oh! Tapi jangan salah paham, semua itu bukan karena dia benar - benar populer. Semuanya karena Im Nayeon mudah sekali di suruh - suruh. Memang, dalam lingkaran sebuah sosial pasti ada salah satu yang seperti itu. Seperti saat ini, belum juga selesai Sowon menyuruhnya mengedit laporan miliknya, kini setumpuk berkas pembelian tahun lalu harus ia rekap ulang.
Nayeon menghembuskan napas panjang. Setelah menenggak minuman dari dalam botol minum miliknya kini gadis itu kembali menatap layar komputer. Oke, salah satu hikmahnya adalah dia bisa mengalihkan pikirannya tentang pria itu. Tentang semuanya; wajahnya, suaranya, perlakuannya dan tub—
Ayolah Im Nayeon! Kepalamu harus waras.
:::
Sedangkan Taehyung, Setelah memaksa Jimin untuk mengantarkan dirinya kembali ke rumah yang pernah ia tinggalkan dulu. Kini ia juga memaksa Jimin untuk menampungnya sementara—menunggu rumah ibunya sedikit direnovasi—iya, hanya memperbaiki sebagian kecil saja. Menselonjorkan kakinya di sofa besar milik Jimin, Taehyung beberapa kali memejamkan dan membuka matanya. Mencoba mengingat deretan huruf hangul di tanda pengenal gadis itu.
"Im, Im, Im—"
Taehyung mengeram frustasi. Harusnya dia bisa mengingat deretan hangul selanjutnya, tapi tidak jelas. Sama sekali tidak terbaca.
Menghembuskan napas kasar kini Taehyung bangkit. Kembali menyadarkan kepalanya tentang apa istimewanya gadis itu. Tidak, gadis itu sama sekali tidak istimewa. Kemudian punggungnya nampak sedikit luruh ketika kembali mengingat ekspresi gadis itu.
"Sialan memang gadis itu!" Umpat Taehyung kesal sembari mengacak rambutnya.
Kini Kekesalannya itu teralih pada ponsel yang ia letakkan di samping tempat ia duduk. Hembusan napas lagi, kemudian suara gadis itu sudah mengetuk dinding telinganya.
Kim Jisoo.
Bukannya Taehyung membencinya. Jujur dia berterima kasih karena gadis itu memberinya kepercayaan untuk bekerja di perusahaan milik gadis itu ketika dirinya terbuang. Sifatnya yang ingin memiliki itulah yang Taehyung tidak suka.
'Kau benar - benar tidak kembali ke Busan?'
Taehyung kembali duduk di sofa lalu aehyung menjadikan tangannya sebagai tumpuan kepala.
"Keluargaku membutuhkanku." Ujar Taehyung.
'itu alasan kau meninggalkanku dan perusahaan?'
Dia menghela napas, kata orang sifatnya memang sedikit kekanakan tapi jujur saja wanita ini bagi Taehyung sedikit 'gila'
"Iya."
'setelah aku memungutmu dan memeliharamu begitu?'
Benarkan?
"Kim Jisoo biar kuperjelas, aku masuk perusahaanmu karena ada lowongan saat itu, dan aku pun mendaftar sesuai jalur yang benar."
'saat itu kau diterima karena aku menyukaimu. Dan beruntunglah kau sangat berkompeten.'
"Aku sangat tidak ingin berdebat jadi bye." Taehyung mematikan ponselnya lalu melempar ponselnya begitu saja.
Sebenarnya, dia juga tidak menunjukkan tanda ketertarikan apapun pada gadis itu tapi lihatlah, dia berfikir seolah dirinya adalah miliknya. Jadi Taehyung tidak suka. Sebenarnya pun, tanpa permintaan ayahnya untuk kembali, Taehyung juga sudah ingin resign dari tempat itu. Karena sebenarnya, ia lebih tertarik dunia seni dari bisnis.
:::
Nayeon menyeret kakinya langsung masuk ke dalam kamarnya. Sepertinya Jungyeon juga belum pulang, ah, dia bilang sebentar lagi galeri tempat ia bekerja akan mengadakan pameran seni. Jadi, mungkin dia sekarang lembur.
Sungguh, Nayeon hanya ingin mandi. Sepertinya berendam di air hangat akan cukup membuat pikirannya rileks. Hingga ia teringat akan ponselnya. Bibirnya mendecih kala nama Minhyun muncul di pop up ponselnya. Pria itu benar - benar, tidak punya muka dan rasa bersalah. Begitu banyak pesan yang memintanya untuk menemuinya. Memang dirinya apa? Meskipun Jungyeon bilang salah satu kelemahannya adalah mudah tersentuh dan terlalu baik kali ini tidak. Dia sudah sangat kesal dengan pria itu. Setelah meletakkan ponselnya agak jauh dari bath tub Nayeon mulai menyandarkan kepalanya dan berusaha memejamkan matanya.
Mungkin, baru Lima menit ketika ponselnya berdering sangat kencang. Nayeon yang semula bersandar nyaman itu kini terduduk. Diambil ponselnya itu dan mana manager Bae terlihat begitu memuakan. Pasti dia akan di suruh—lagi.
"Halo, iya Bu." Suara Nayeon terdengar halus.
:::
Benar bukan, dan sekarang di sinilah Nayeon berada, sebuah rumah yang katanya milik putra bos besar mereka. Jika bukan karena hari ini putri manager Bae itu ulang tahun mungkin dia bisa tidur dengan nyaman. Manager Bae bilang hanya menerima barang; beberapa pakaian juga perabotan sang pemilik rumah. Nayeon berkeliling di sekitar halaman rumah yang terlihat indah itu. Rumput hijau yang terawat dan beberapa tanaman hias. Tidak jauh di sana juga ada kolam ikan dan tempat duduk santai.
Nayeon menggerak - gerakkan kakinya di sekitar rumput. Tiba - tiba memorinya berkelana di masa lampau. Ketika dia masih kecil di halaman belakang rumahnya juga di tanami rumput seperti ini. Kemudian Nayeon memilih duduk di kursi santai itu, sembari menunggu kurir barang datang. Lamunannya teralih pada suara gerbang di buka diikuti sebuah mobil yang kemudian mesin mobil itu mati.
Nayeon segera bangkit, karena dia pikir itu mobil kurir, tapi bukankah tidak seharusnya mobil kurir membuka pintu gerbang sendiri? Calon bosnya? Berlari kecil Nayeon segera mendekat ke halaman depan. Baru juga beberapa langkah kini tungkai kaki itu berhenti begitu saja dan dengan cepat berganti arah untuk bersembunyi di pepohonan terdekat.
"Ah sial! Pria itu!" Nayeon duduk jongkok sembari menutup mulutnya kesal.
Taehyung mendesis ketika ponselnya ia letakkan di telinga.
"Katanya kau menyuruh orang ke sini?" Tanya Taehyung menoleh ke kanan dan kiri lalu kini matanya tertuju pada halaman sisi dalam rumah.
Mati aku, Nayeon masih menutup mulutnya, sekarang yang ia bisa hanya merapal doa. Semoga dia bisa hilang? Terserah apalah, yang penting terhindar dari pria ini.
"Tidak ad—"
Ucapan Taehyung terhenti ketika ia mendengar suara ponsel. Bukan ponselnya, miliknya sedang ia gunakan. Nayeon merutuki dirinya yang tidak mengalihkan mode ponselnya ke silent. Menggigit bibirnya, sembari mencoba mencari ponselnya kini nama manager Bae kembali terlihat di layar ponsel.
"Oh, sudah datang, baiklah." Ujar Taehyung kini mematikan ponselnya.
Kalah cepat, niatnya yang ingin menerima panggilan itu kini ponselnya malah beralih pada pria di depannya. Yang sekarang mau tidak mau membuat gadis itu mendongak. Tatapan mereka bertemu. Tunggu, ada sebuah perasaan membuncah di dada Taehyung. Menyusurkan salivanya kini Nayeon bangkit lalu membungkuk dalam.
"Perkenalkan nama saya Im Nayeon, manager Bae yang menyuruh saya kemari."
Sial! Kenapa dunia sempit sekali?
Taehyung tidak bergeming. Hanya menatap saja dengan perasaan senang? Entahlah, setidaknya sedari tadi bibirnya sedikit terbuka menyamarkan senyumnya.
Im Nayeon? Iya Im Nayeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
FanfictionDia pikir, setelah itu keduanya tidak akan bertemu lagi. Jadi ketika pria itu menawarkan sebuah kesepakatan malam itu, ia menerimanya tanpa pikir panjang.