"baiklah aku kini mengerti, kau merasa tidak pantas untukku bukan? Iya memang. Beruntunglah kau tahu diri."
Dirinya merasa ditampar sekarang oleh ucapan Kim Taehyung. Tapi, bukankah itu tujuannya? Membuat pria itu sadar akan kenyataan. Bahwa garis nyata itu yang tengah ia perjuangkan.
"Tapi, apakah kau tahu darimana sudut pandang itu berada? Tentang dirimu yang sangat tahu diri itu?" Taehyung menghela napas lalu mematikan pemanggang di hadapannya.
"Dari rasa takutmu sendiri, jauh dari dirimu yang takut untuk tersakiti. Apakah kau pernah bertanya tentang sudut pandang aku melihatmu? Sejak pertama kita bertemu? Lalu, saat ini juga ketika aku menatapmu?"
Taehyung terdiam sejenak "bagiku awalnya kau terlihat seperti wanita pada umumnya, tapi aku sadar kau wanita kuat dan berlapang dada. Kau terlihat lembut dan lemah, jadi, kau wanita seperti apa? Itulah awal aku memberanikan diri untuk mengajakmu bermalam. Namun, keesokannya kau bahkan seperti angin, tidak menyisakan apapun, hanya sisa - sisa keberadaanmu yang membekas di tubuh."
Nayeon memejamkan matanya sejenak, ucapan Taehyung tidak boleh membuatnya terlihat lemah. Meskipun kenyataannya, apa yang pria ucapakan sejak awal benar. Dia memang takut. Takut kembali terluka dan tersakiti.
"Bahkan aku mencoba menyukai apa yang kau sukai, apa itu masih belum cukup untuk melihat ketulusanku?"
Tatapan mereka terjalin, seolah bagai angin yang berhembus menembus dadanya. Terasa nyaman dan menenangkan.
"Im Nayeon?!" Keduanya memutar kepala, teralih pada sosok yang berdiri tidak jauh di belakang Taehyung. Hwang Minhyun, dengan wajahnya yang masih membekas luka pukulan.
"Kau?!" Kini nada terkejut itu beralih ke nada kesal kala Minhyun bertukar tatap dengan Taehyung.
"Yak! Pria brengsek!" Seru Minhyun kini menarik kerah baju Taehyung.
Nayeon reflek berdiri, menarik paksa lengan Minhyun. "Apa - apaan kau?"
Minhyun mengerutkan alisnya berfikir, melihat meja di dekatnya dengan sisa - sisa makanan lalu pria yang kini tengah ia cengkram kerah bajunya.
"Dia kekasih barumu?" Pertanyaan yang terlontar dari Minhyun entah mengapa menoreh sedikit luka dihati Minhyun.
"Bukan urusanmu!" Tegas Nayeon yang kini berhasil melepaskan genggaman Minhyun di kerah baju Taehyung.
"Bukan urusanku?!" Minhyun terkekeh kering menatap Taehyung dan Nayeon bergantian.
"Baiklah," Minhyun mengangguk - anggukan kepala kecil. "Tapi setidaknya dia harus membayarnya dengan ini." Di akhir kalimat itu, sebuah kepalan tangan mendarat di bibir Taehyung. Pria itu terhuyung hingga terantuk kursi yang tadi ia duduki sedangkan Nayeon terlihat berteriak histeris lalu secara refleks mendorong Minhyun.
"Apa kau gila?!" Seru Nayeon kesal lalu menarik tangan Taehyung untuk pergi. Setidaknya agar tidak terjadi keributan yang lebih besar.
Nayeon bisa mendengar suara umpatan Minhyun tapi dia tidak peduli bahkan ketika pria itu samar - samar berkata bahwa ia akan berubah demi Nayeon gadis itu juga tidak peduli.
:::
Seperti de ja vu ketika ia membawa kantong plastik berisi obat lalu pergi kepada Taehyung. Namun kali ini, bukan berada di apartemen milik pria itu. Duduk di dalam mobil, mencengkeram plastik yang dia bawa gadis itu menghela napas.
"Maafkan aku," lirih Nayeon merasa bersalah. Ayolah, dua kali sudah Taehyung mengalami luka karena dirinya.
"Bukan salahmu." Sahut Taehyung menggeserkan tubuhnya agar dapat melihat Nayeon penuh.
"Tetap saja gara - gara aku." Nayeon memejamkan matanya. Tempo lalu ia tanpa sengaja melempar sepatu ke kepala Taehyung dan kini ganti Minhyun memukul Taehyung.
"Bukan kau yang memukulku, jadi tidak usah merasa bersalah." Taehyung mengambil bungkusan plastik di tangan Nayeon berniat memakai sendiri salep luka yang dibeli oleh Nayeon.
Seolah sadar gadis itu merebut paksa kantong itu dari Taehyung. "Biar kupakaikan, aku benar - benar merasa tidak enak dengan dirimu."
Taehyung tersenyum mendengar ucapan Nayeon, bibirnya masih terkembang bahkan ketika ia menatap Nayeon yang membuka kantong plastik lalu mengeluarkan kapas dan pembersih luka. Menuangkan cairan bening itu ke kapas lalu ketika tangan gadis itu terulur Taehyung mulai mengontrol ekspresi miliknya.
Belum sampai kapas itu menyentuh ujung bibir Taehyung tangan Nayeon berhenti bergerak. Kini, tatapannya beralih pada lapisan bibir milik sang pria. Sebuah sensasi aneh seolah menjalar dalam tubuhnya, bahkan kini ia kembali merasakan ketika bibir Taehyung mengabsen tiap inci tubuhnya malam itu. Sialan! Melihat gadis itu yang tertegun, kelopak matanya mulai sedikit meredup. Taehyung tentu saja tidak akan pernah lupa bagaimana tiap garis ekspresi milik Nayeon malam itu. Hingga pada detik ini juga sebuah rasa menjalar tanpa sopannya. Sebuah keinginan yang terpendam kembali mengapung dengan seenaknya. Taehyung menggerakkan sedikit tubuhnya, merasa pada situasi yang mendukung—karena berharap seperti sebelumnya Nayeon tidak menolaknya.
Tapi salah, gadis itu menggerakkan kepalanya mundur. Berdehem kecil, mengalihkan pandangannya ke segala arah karena gugup. Sedikit kecewa, namun Taehyung segera mengambil alih kapas di tangan Nayeon lalu mulai membersihkan lukanya sendiri. Nayeon sedikit mematung, tidak seperti tadi—ia yang reflek bergerak mengambil alih—gadis itu hanya menatap saja apa yang tengah Taehyung lakukan.
Menjatuhkan punggungnya ke jok mobil Taehyung menatap Nayeon yang masih terlihat canggung.
"Aku menyukaimu, aku menginginkanmu. Mungkin, untuk saat ini aku tidak bisa menjanjikan lebih padamu. Hanya sebuah ikatan, yang orang bilang disebut kekasih. Apa kau setuju?"
Nayeon masih mencerna semua yang Taehyung ucapkan dalam kepalanya. Sebuah tamparan yang menyadarkan dirinya tentang semua hal buruk yang dia ambil terlalu buru - buru.
"Mungkin, perasaan itu timbul karena sebuah hasrat yang dulu pernah terpenuhi. Lalu apa bedanya rasa sukamu itu dengan nafsu?" Nayeon mengambil tas tangan miliknya. "Maaf, aku bukan wanita murahan, ketika ada seorang pria tampan dan mapan menyatakan sebuah ketertarikan dibumbui keinginan lalu aku bilang oke. Mungkin, aku pernah melakukan kesalahan denganmu waktu itu, jadi anggap saja aku hanya seorang anak kecil yang penasaran dengan Soju. Sebuah kesalahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
FanficDia pikir, setelah itu keduanya tidak akan bertemu lagi. Jadi ketika pria itu menawarkan sebuah kesepakatan malam itu, ia menerimanya tanpa pikir panjang.