Chapter 1. Pesta Pernikahan

338 35 3
                                    

Fery memandang kanan dan kiri. Perhelatan besar pernikahan seorang teman kuliahnya sedang dilaksanakan di salah satu hotel berbintang lima dengan konsep yang mengusung kemewahan dan pesta yang elegan. Pemuda berperawakan tinggi dengan lesung pipit tipis ini hanya tersenyum bosan, menunggu mulainya acara sementara ia sudah tidak memiliki hal lain yang akan dikerjakan. Ada rasa risih juga disebabkan oleh getar ponsel akibat panggilan dari orang yang sangat ia kenal. Menyerah, ia pun mengangkatnya.

"Ada apa, Vir?"

"Kenapa tidak kau angkat? Sibuk?"

"Pertanyaanmu seperti seorang pacar yang khawatir kekasihnya berselingkuh."

Suara di seberang sana tidak terdengar untuk dua detik sebelum suara merendah dan dingin menyambut gendang telinga Fery. "Katakan bahwa kau hanya bercanda."

Pemuda itu tertawa canggung menanggapi nada mengancam yang diberikan sahabatnya di sana. Sedekat apapun mereka saat ini, tidak ada hubungan apapun yang mengikat keduanya selain pertemanan. Vira adalah satu-satunya yang paling tidak suka membahas mengenai hubungan berpacaran yang selalu Fery utarakan.

"Baiklah, aku bercanda. Katakan apa keperluanmu menghubungiku di saat tidak tepat seperti ini."

"Lagakmu seolah aku sangat membutuhkanmu saja."

Fery menghela napas. Menghadapi wanita―mau dia dekat ataupun berada ratusan kilometer darinya―memang membutuhkan ekstra cadangan kesabaran. "Sayang.., ada apa menghubungiku, hm? Kau sedang bosan 'kah?"

Terdengar helaan napas di ujung sana. Fery bertaruh, sahabat manisnya itu tengah tersipu. "Kau benar, skripsi ini membunuhku."

Mata Fery terbelalak. Jangan! Jangan katakan Vira ingin berkeluh-kesah di saat tamu undangan sudah semakin banyak. "Vira, bagaimana jika kau menghubungiku besok pagi? Aku benar-benar sibuk saat ini."

"Baik. Aku tutup teleponnya," Vira otomatis mengatakan hal itu. Namun selang tiga detik telepon tidak juga diakhiri sehingga membuat Fery ingin bertanya tapi tetap diurungkannya.

"Tapi ini cukup menjadi dasar untukku mengatakan bahwa semenjak kau sarjana dan memilih mencari pekerjaan di ibukota, membuatmu berubah seutuhnya."

"Astaga Vira! Demi Tuhan, aku sedang berada di acara pernikahan temanku saat ini dan tidak ada sangkut pautnya dengan keputusanku untuk bekerja di sini."

"Pernikahan? Oh baiklah. Aku tutup."

Ketika Vira benar-benar mematikan sambungan, maka helaan napas lega yang dapat Fery keluarkan. Namun belum juga ia memasukkan ponsel, getaran kembali dirasakan. Napasnya tersendat karena mengenal betul getaran ini bukan untuk melakukan panggilan biasa, tapi video call dari orang yang sama menghubunginya beberapa detik lalu. Berperang dengan batinnya, akhirnya dengan berat hati ia mengangkat panggilan itu.

Wajah sahabatnya yang terlihat kusut dengan rambut acak-acakan dan pelupuk mata menghitam langsung terpampang di layar. Keadaan Vira yang kacau mengingatkannya pada masa kelam menyusun skripsi, atau bahkan gadis berkacamata ini lebih parah darinya. Hal itu membuatnya tidak tega untuk tidak menemani teman kecil yang sepertinya memang butuh teman.

"Fer..,"

"Sebentar, Vir..," Fery langsung memasang earphone tanpa kabel yang bersyukur ia bawa kemana-mana. Setelah memastikan earphone sudah terpasang, ia kembali melihat layar yang menampilkan Vira sedang merapikan rambut setelah memasang earphone pula. Senyum cerah gadis itu benar-benar membuat Fery merindukannya, padahal baru seminggu mereka tidak melakukan panggilan seperti ini. "Skripsimu membosankan, hm?"

Mungkin karena senyum Fery yang tulus dan sangat manis mampu membuat Vira salah tingkah dan tersenyum malu-malu. "Aku kekurangan sumber teori manajemen konstruksi yang cocok untuk judulku. Aku sudah mencarinya di seisi kota tapi tidak menemukannya. Rasanya ingin mati saja."

IN Series 4: PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang