Chapter 17. Karena Cinta

175 22 3
                                    

Vira masih bermain ponsel dengan seriusnya ketika Fery merangkulnya cukup keras untuk menjauh dari pejalan kaki lain yang kini menatapnya sengit. Si gadis bengong sesaat lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.

"Jangan lupa untuk memandang ke depan juga, Vir." Fery merangkul sahabatnya walau tidak mendapati respon. Ia merengut. "Dan jangan lupa ada orang di sampingmu yang harus kau ajak bicara juga."

Langkah Vira terhenti tepat di salah satu toko yang terdapat koran terpajang di etalase. Bukan kali ini saja Vira berjalan keliling pertokoan di kawasan metropolitan Jakarta. Tapi, ini pertama kalinya ia melihat sebuah toko buku sangat ramai disambangi pengunjung―terlebih muda-mudi yang tengah membaca koran di tengah globalisasi yang hanya membutuhkan sentuhan jari untuk mendapatkan informasi.

"Astaga! Jadi Desya dibunuh oleh adiknya sendiri?"

"Bahkan motifnya sangat menjijikan. Karena adiknya cemburu dengan pernikahan sang kakak."

"Lihat! Lihat! Aku menemukan wajah keparat ini! Kau harus menjauhi orang-orang dengan wajah sok malaikat seperti ini."

"Malaikat apanya? Tindik itu malah menunjukkan kesan berandal―sekalipun menurutku ia cukup tampan menjadi pria bad boy."

Vira berwajah datar mendengar percakapan tersebut. Ia melirik beberapa gadis yang salah satunya sedang mengerumuni ponsel. Pasti sedang menampilkan wajah Cleosa yang kini viral di jagat maya.

"Hei, apa kalian―para gadis―akan membicarakan hal absurd tentang ketampanan pria yang di luar konteks jika sedang berkumpul?" Fery bertanya penasaran.

"Ya. Sama seperti kalian yang melecehkan bagian tubuh wanita lewat perbincangan kotor antar lelaki."

"Ti..tidak..," Kepala Fery tergerak kesana-kemari―mencari topik yang lebih baik daripada dipojokkan seperti ini. Pandangannya jatuh kepada ponsel Vira yang tengah menampilkan thread di media sosial twitter. "Apa yang kau lihat dari tadi?"

"Trending topik," Vira menunjukkan barisan tren hari ini di Indonesia. "Kata 'Desya' masih menjadi bahan perbincangan. Menyusul 'inses' dan 'Cleosa'."

"Padahal sudah 3 hari berlalu."

Jari Vira mengetuk dagu. "Mungkin tidak semua orang mengetahui Desya―hanya penggiat modeling, busana, dan penonton setia kontes kecantikan yang pasti sangat mengenalnya. Berita ini lah yang membuatnya berada di puncak. Sayangnya, ia tidak berada di sini untuk melihatnya."

"Ya. Tapi, daripada itu, sepertinya Cleosa yang mendapatkan paling banyak hukuman. Tidak hanya sanksi hukum, tapi juga sanksi sosial yang menunggunya kelak setelah keluar," Fery menyahut sambil mengajak Vira duduk di salah satu bangku. "Dosa yang ia dan Desya perbuat sebagai kakak beradik, kini ditanggungnya sendiri di dunia. Sungguh pemuda yang kuat."

"Sungguh mengerikan." ― Tidak, itu bukan jawaban Vira, melainkan beberapa orang yang lewat dan masih membahas hal yang sama pada teman lainnya.

"Sepertinya orang lain masih lebih baik meresponku dibanding kau," kata Fery.

"Jangan samakan aku―"

"―Dengan orang lain; atau Desya; atau kodok. Terserah, aku paham." Fery angkat bahu. Ia melirik sekitar yang masih kental akan perbincangan tentang keluarga Desya. "Polisi pada akhirnya membeberkan semua motif pembunuhan tersebut berikut dengan kejahatan lain yang Cleosa lakukan. Kali ini, semua mata tertuju pada kediaman Ganendra. Entah bagaimana cara Wira menghadapinya."

"Kudengar Bu Indri akan merawat Bella, namun tidak diindahkan mantan suaminya?"

Fery mengangguk. "Ya, pertengkaran mereka tidak pernah berakhir. Pak Benito masih kukuh bisa merawat anak bungsunya sekaligus satu-satunya darah daging yang tersisa untuk tinggal di rumah itu. Namun, sebagai ibu juga Mantan Nyonya Ganendra, ia ingin merawat anaknya sendiri. Berakhirlah dengan kesepakatan bahwa Bu Indri akan datang sekali dalam seminggu untuk bertemu buah hati terakhirnya."

IN Series 4: PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang