Chapter 3: Selamat Datang, Vira

211 29 0
                                    

Dari lantai tertinggi bandar udara ini, Fery dapat melihat sebuah pesawat besar berwarna dominan putih siap mendarat di landasan. Matanya tidak lepas menyaksikan kapal terbang itu berlabuh di aspal hingga pintunya terbuka―membuatnya bernapas lega. Satu per satu penumpang mulai keluar dari alat transportasi tersebut menuju kerabat atau orang terdekat menjemputnya di Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Sejauh ini ia tidak melihat sosok yang seharusnya ia jemput. Namun, ia tetap mengikuti kata hatinya untuk melangkah di menuju bagian penjemputan penumpang. Saat beberapa meter lagi menuju pintu penjemputan, langkahnya terhenti hanya untuk melihat sekeliling. Rasanya ada seseorang yang melintas di sampingnya dan ia bersumpah mengenal orang itu. Sangat disayangkan, tidak ada satu orang pun di samping kanan, kiri, dan belakangnya selain orang asing.

"Biasanya penjemput yang harus menyadari orang yang ia jemput, bukan malah sebaliknya."

Nada mengejek dari seorang gadis yang sangat Fery kenal membuatnya kembali memandang ke depan. Tatapannya berbinar melihat sesosok perempuan berumur sepantaran dengannya menggunakan celana jeans, jaket tebal, topi cupluk, masker, dan kacamata minusnya. Di tangan kanannya ia menarik koper berisi perlengkapannya selama tinggal sementara di Jakarta.

Ah, jika wanita itu tidak mengeluarkan suara, hampir saja Fery tidak mengenalnya.

Fery menghela napasnya―melupakan sosok yang ia rasa cukup mengganggu pikirannya beberapa detik lalu. Wajahnya berubah senang luar biasa, bahkan ketika sosok gadis itu memilih berbalik dan tidak ingin melihat Fery―kepalang kesal karena pemuda itu hanya diam bengong melihatnya seolah dia adalah hantu―padahal sudah lebih dari setengah tahun mereka tidak berjumpa.

Sebuah pelukan hangat menyambut punggung gadis itu ketika ia baru berjalan tidak lebih dari 5 langkah. Wajahnya sesaat memerah ketika menebak pemuda kesayangannya lah yang saat ini sedang memeluknya.

"Selamat datang, Vira..," ucap Fery terdengar menelan rindu teramat lama. Ia berbicara di perpotongan leher dan bahu sahabatnya ini, menyembunyikan kepalanya di sana. "Terima kasih sudah mau datang."

Vira perlahan melepas lingkaran tangan Fery di pinggangnya. Ia menunduk untuk menutupi rasa malunya sesaat sebelum berbalik dan memasang wajah menyebalkan di hadapan pemuda yang lebih tinggi 5 sentimeter di atasnya itu. "Aku tidak datang ke sini karena keinginanmu, tapi karena kau menjanjikan akan membawaku liburan."

"Akan kulakukan, Sayang."

Setelahnya mereka berjalan beriringan menuju parkir taksi yang akan mengantar mereka menuju apartemen Fery. Rasanya seperti mimpi bisa melihat Vira jauh-jauh menuruti keinginan Fery untuk datang ke sini. Ini sudah masuk bulan ketiga sejak kasus pembunuhan dengan racun yang menimpa suami dari teman kuliahnya―Desya di acara pernikahannya. Sampai saat ini belum dapat ditentukan secara pasti pelakunya. Namun berita buruknya, ayah Desya dilaporkan dan ditangkap sebagai terduga tersangka berkat rekaman video resepsi pernikahan saat itu. Tidak terima atas penangkapan sepihak itu, ayah Desya pun melapor balik keluarga Galang―sebagai pelapor―atas tuduhan pencemaran nama baik. Kondisi ini menuntut adanya persidangan. Hingga detik ini, baru didatangkan dua saksi dan keduanya tidak ada yang dapat membantu.

Maka disini lah kehadiran Vira yang diharapkan dapat memberikan kesaksian membuka sedikit tabir. Tapi masalah baru muncul ketika Vira bersumpah tidak ingin menjadi saksi. Itu terlalu berisiko dan ia paling benci melakukan sesuatu seperti itu. Namun, bukan Fery namanya jika tidak mampu merayu Vira dengan dalih gadis itu menyembunyikan kebenaran. Lagipula, dasarnya Vira bukan orang yang tidak peduli dengan kasus seperti ini―justru sebaliknya. Setidaknya ia ingat dulu ketika SMA mengalami kasus mengerikan ketika melakukan kegiatan lintas alam. Setidaknya dia dan Fery berhasil menangkap pelaku di detik terakhir tim penyelamat datang.

IN Series 4: PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang