Chapter 13. Kunci Kasus

175 23 10
                                    

Fery membaca rekam medis hasil otopsi dengan raut serius. Ada tiga tusukan di perut yang dua diantaranya berada di perut bagian bawah. Terdapat luka gores pada sela jari tengah dan manis serta luka koyak sebesar 3 sentimeter di jari manis. Fery berasumsi atas semua foto dan laporan medis akan menjadi bukti bahwa tusukan brutal tersebut tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang bunuh diri.

Ia mencermati hasil rekam mengenai kondisi fisik, perkiraan tekanan darah, lebar luka, hingga perkiraan waktu kematian. Di akhir, ia mendapatkan kesimpulan resmi bahwa Desya sedang hamil. Mengenai umur janin masih tidak dapat terprediksi karena hancur bersama luka tusukan yang mengenai rahim ibunya.

Pemuda itu berdecak, sungguh menyayangkan kejadian tragis kali ini. Ia membaringkan tubuh, berguling pada permadani beludru kediaman Ganendra, memutarkan badannya seperti adonan sushi roll hingga menyentuh kaki Cleosa yang sibuk dengan ponselnya. Dengan semena-mena pemuda yang lebih muda darinya itu langsung menyepak punggungnya hingga ia berguling kembali ke tempat asalnya.

"Sadar umur kau!" Fery misuh-misuh, kembali duduk untuk mengelus punggungnya.

Cleosa melepaskan pandangannya dari ponsel lalu menatap jengah teman mendiang kakaknya. "Aku tidak akan menerima tamu gila di sini."

"Hei, lagak sekali kau, Tuan Rumah." Pemuda berkaos kerah warna biru laut itu mendekati Cleosa, menekankan dua kata terakhir.

Tersadar akan kalimat Fery, Cleosa melotot horor. "Kau benar, oh tidak! Aku adalah tuan rumah di sini. Berarti jika ada tamu, apakah aku harus keluar dan menyambutnya?" Cleosa memutar bola mata. Jarinya memijit kepala―pening karena kurang tidur. "Tidak, tidak. Aku akan bangun sesuai jadwal normal pada umumnya. Tidak sepagi ini tentunya."

"Sekarang hampir jam 12 siang, jika kau lupa."

Cleosa memajukan bibir, lalu kembali meneliti ponselnya sendiri. "Desya benar-benar menjadi trending topic. Bahkan ada akun vlogger youtube yang sedang live streaming di depan rumah ini untuk memberikan perkembangan situasi."

"Ya, lalu kau membiarkan Wira yang menghadapinya sendiri."

"Ia suaminya, sedangkan aku hanya adiknya yang tidak pernah terkespose publik. Gelar itu tidak boleh berubah sedikitpun." Cleosa menutup ponselnya lalu menatap intens Fery. "Karena aku dan pekerjaanku adalah aib untuk keluarga ini. Desya yang bercahaya terang menyembunyikan sisi gelap adiknya sendiri. Sungguh, ia sudah banyak membantuku."

"Ia membantumu? Bukan justru sebaliknya? Kau yang menyembunyikan identitasnya yang sebenarnya?"

Tatapan tidak bersahabat langsung dilayangkan Cleosa. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar. Tapi dari sorot itu, Fery yakin bahwa adik Desya itu begitu terganggu. Mencarikan suasana, Fery menutup map hasil penyelidikan yang telah berlangsung 4 hari sambil memperhatikan lembar bukti alibi. "Hei, apakah kau sudah menyerahkan bukti keberangkatan dan kepulanganmu?"

"Sudah. Aku juga menyertakan pembelaan diri agar mereka mengecek jadwal keberangkatan yang sebenarnya pada pihak penerbangan sehingga aku terlepas dari tuduhan merekayasa tiket pesawat." Cleosa meraih rokok, menyulut, lalu menyelipkannya pada kedua belah bibir. "Mereka terlalu berprasangka buruk."

"Daripada prasangka buruk, aku lebih suka menyebutnya sebagai praduga."

Cleosa bersiul. "Wow, bahasa mahasiswa Kriminologi memang beda."

"Aku sudah bukan mahasiswa."

"Ya. Pengacara. Pengangguran banyak acara."

"Sialan kau, Closea."

"Bisa kau ucapkan namaku dengan benar?"

Fery mengangkat bahu; tak peduli. Ia kini menuju monitor komputer yang berada di sudut ruangan dan tengah menyiarkan rekaman CCTV beberapa sisi ruangan saat ini. Ada 9 sudut peletakan kamera pengawas yang tertampil. Posisi ruang keluarga berada di tengah dan ia bisa melihat dirinya sedang berada di depan komputer dan Cleosa sedang merokok sambil bermain ponsel. Seseorang bertubuh tinggi besar dengan kaus kasual terlihat memasuki ruangan, membuat Fery menoleh ke belakang.

IN Series 4: PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang