Sudah dua bulan lamanya Agatha sama sekali tak menunjukan tanda akan sadar. Bahkan dokter sering mengatakan kalau alasan Agatha masih disini hanya karena alat penopang kehidupanya. Dan jika alat itu dilepas maka sudah dipastikan kalau Aagtha tak bisa bertahan. Semua keluarga merasa terpuruk termasuk Richard, ia bahkan tak bisa menyalahkan semua ini kepada Revan karena ia tau kalau dulu laki-laki itu juga pasti mersakan hal ini
Sejak hari itu pula lah kehidupan Revan mendadak tidak tenang. Ia selalu dihantui rasa bersalah dan khawatir pada Agatha. Entahlah ia sudah merasa jatuh cinta atau apa yang jelas memang benar penyesalan selalu datang di akhir. Setiap malam, Revan selalu menyempatkan waktu untuk menengok gadis itu tanpa sepengetahuan siapapun. Ia tak mau orang-orang merasa terganggu dengan kehadiarnya
Sementara itu kehidupan kedua sahabat Agatha yaitu Laura dan Vika mendadak sunyi dan sepi tanpa kehadiranya. Mereka selalu terlihat kusut setiap berada di manapun termasuk disekolah. Bahkan sebagian besar waktu mereka habiskan untuk berada dirumah sakit menemani Agatha. Itulah definisi sahabat yang sebenarnya. Mereka merasa terpuruk saat sahabatnya itu kesakitan
"Ada apa dokter?" Tanya Brian saat sang dokter memanggil untuk datang keruangan nya
"Mohon maaf pak, sekali lagi dengan sangat berat hati kami menyarankan bapak untuk melepas alat penopang hidup Agatha. Karena biar bagaimana pun sudah tidak ada kemungkinan anak bapak akan kembali sadar" jelas sang dokter secara hati-hati agar tak menyinggung perasaan Brian
"Bapak pikir kalau bapak ini tuhan yang bisa se-enaknya menjudge kalau Agatha sudah meninggal! Tidak! Sampai kapanpun saya tidak akan menandatangani untuk melepas alat itu dari Agatha! Saya gak peduli apapun yang barusan bapak ucapkan" protes Brian yang sudah jengah dengan kalimat itu
Lelaki paruh baya itupun keluar dari ruangan dengan wajah merah menahan emosi. Siapa dia yang bisa menentukan kehidupan orang lain. Begitulah gerutunya
"Ada apa mas?" Tanya Addela yang melihat suaminya keluar ruangan dengan amarahnya
"Seperti biasa" jawab Brian
oOo
Dilain tempat, Richard tengah duduk disebuah caffe sendirian. Tetapi sebenarnya dia tengah menunggu orang lain
"Ada apa?" Tanya orang yang di tunggu Richard sedari tadi
"Duduk dulu, Van. Gue mau ngomong penting sama lo" ucap Richard pada Revan. Ya, orang itu adalah Revan
"Ngomong apa?" Tanya Revan yang tak suka basa-basi
Tapi sebelumnya Richard lebih memilih untuk memanggil writers dan memilih menu untuknya dan Revan. Ia hanya ingin pertemuan ini lebih santai karena ini kali pertamanya mereka bisa berbicara
"Gue cuman mau jelasin semuanya sama lo. Dan gue harap lo bisa ngerti apa yang gue maksud" ucap Richard yang membuat Revan menautkan alisnya
"Jujur, setelah waktu itu lo ungkapin semuanya, gue baru tau tentang itu Van. Dan gue gak pernah tau kalau-" Richard menjeda terlebih dahulu ucapan nya
"Kalau Vanya udah meninggal" potong Revan saat mengetahui arah bicara Richard
Lelaki itupun mengangguk "gue juga gak tau kalau Vanya suka sama gue dan bahkan lebih jelasnya terobsesi. Karena cuman nganggap dia sala satu temen sekolah, sama kayak yang lainya" jawab Richard pula
"Bodoh sampe lo gak nyadar" ketus Revan
"Iya gue emang bodoh. Tapi setelah kita lulus, gue milih pindah ke London dan lanjutin kuliah disana" jelas Richard
"Tapi kenapa tiba-tiba?" Heran Revan
"Karena waktu itu, cewek yang gue kenalin sebagai pacar ke Vanya dia ternyata hamil anak orang. Gue depresi dan milih buat pindah jauh supaya bisa lupain cewek itu" jawab Ricahrd
KAMU SEDANG MEMBACA
M Y B A D B O Y (Completed)
Roman pour Adolescents[follow saya dulu, nyatanya itu lebih baik] "Itu bukan urusan lo ta! Dan kenapa lo terus-terusan gangguin gue, hah?" tanya Revan dengan nada suara tingginya. "Kamu pasti tau jawabanya, Van. Itu karena aku sayang sama kamu," ucap Agatha lembut "Ini...