03 : Chiki dan Kangkung

709 75 7
                                    

Setelah kurang lebih 1 jam berada di ruangan Arjuno seorang diri, pintu yang tadinya tertutup rapat terbuka. Arjuno masuk dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan. Annika-yang sedang asyik bermain Dinner Dash di laptop Arjuno-mengangkat kedua alisnya melihat penampakan sang pria.

"Kamu kenapa?"

Arjuno menggelengkan kepalanya. Dengan kasar, pria itu membuka dua kancing bagian atas kemejanya. Ia melempar dasi serta jasnya pada sofa di seberang Annika, sebelum beranjak duduk dan merebahkan kepalanya di atas pangkuan Annika.

Bohong kalau Annika bilang Arjuno tidak terlihat berkali lipat lebih tampan saat ini.

Tangannya yang tersampir di atas dahi, alis yang saling bertaut dan wajah tampan yang langsung menghadap pada Annika membuat jantung Annika seolah sedang lari marathon. Bahkan dengan kedua mata yang terutup rapat, Arjuno masih terlihat tampan.

Dunia sungguh tidak adil.

"Ayah marahin kamu lagi?"

Menerima gelengan dari Arjuno, Annika menghela nafas pelan. "Kalau gitu kamu minggir deh. Ini lagi rame resto-nya. Aku nggak bisa main kalau kamu gini."

Mata yang sejak tadi tertutup rapat kini terbuka secara perlahan. Arjuno kini memandangnya dengan sinar geli terpancar lewat bola matanya. "Jadi game itu lebih penting dari aku?"

"Iya. Aku belum pernah menang di level ini dari jaman SMP aku main game-nya, tau?!" jawab Annika tanpa ragu.

Detik berikutnya, pipi Annika ditarik oleh Arjuno. Pria itu tersenyum lebar, hingga ia terlihat seperti kelinci di mata Annika. "Kamu tuh, bisa aja bikin mood-ku baik lagi. What am i gonna do without you, princess?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Arjuno, Annika menepis tangan Arjuno yang masih setia menarik pipinya. "Minggir gak? Atau aku berdiri sekarang biar kamu jatuh."

Ancaman Annika justru membuat sang pria tertawa. Namun, saat Annika benar-benar beranjak berdiri secara perlahan, Arjuno segera merubah posisinya dan duduk dengan benar di samping Annika.

"Mana sini, aku mainin. Kamu cupu banget, gini aja nggak bisa."

"Mau gue lakban mulut lo ya?!"

"Coba aja kalau bisa. Nanti aku bales pakai mulut aku."

Annika mengeryit selama beberapa saat, sampai saat ia melihat Arjuno yang menaik-turunkan alisnya dan tersenyum jahil, barulah wanita itu mengerti maksud sang pria. Wajahnya memerah. Tanpa membalas ucapan Arjuno, ia meraih bantal sofa dan memukulkannya pada sang pria. "Mati aja lo! Mati!"

Dan ruangan yang tadinya sepi itu, kini dipenuhi dengan suara tawa Arjuno dan caci maki Annika untuknya.

---

"Alasannya kita kesini..."

"Karena bunda dengan baik hati ngingetin aku soal snack kamu yang abis. Kamu dari kemarin ngode aku soal keju. Terus dua hari yang lalu kamu ngode aku soal buah apel. Tiga hari yang lalu kamu bilang ngidam choco pie. Empat hari yang lalu--"

"Oke. Oke. Aku ngerti. Please stop." Bibir Annika mengerucut saat mendengar Arjuno yang baru saja memberi alasan kenapa mereka berada di supermarket saat ini.

Setengah jam sebelum jam kerja Arjuno selesai, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan Ibu Arjuno. Wanita yang tetap cantik meskipun sudah berumur itu terkejut melihat Annika yang duduk di kursi kerja Arjuno dengan komik dan chiki berserakan di atas meja kerja sang pria. Ia makin terkejut saat melihat Arjuno sibuk bermain game-dinner dash tentunya-dengan penampilan yang...sangat tidak professional. Rambut berantakan, dua kancing atas kemeja terbuka dan lengannya digulung hingga sebatas siku, dan tidak lupa...memakai jepit Annika yang memiliki hiasan anjing mungil-alasannya agar ia lebih fokus bermain.

Not a Fake Lover ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang