Kalau ada yang minta Annika untuk mendeskripsikan seorang Arjuno, jawaban yang dilontarkan Annika cuma terdiri dari dua kata. Boyfriend material.
Bharraka Arjuno itu pria yang memiliki tingkat care melebihi pria pada umumnya. Arjuno selalu rela menjadi supir dadakan Annika, rela datang ke rumah wanitanya hanya karena sang wanita lapar tengah malam dan cuma mau makan nasi goreng--yang pada akhirnya hanya habis separuh--, rutin memeriksa keadaan dan keperluan sang kekasih. Intinya, semua hal yang dilakukan Arjuno membuat pria itu pantas jadi icon boyfriend material untuk para pria lainnya.
Kata lainnya, Arjuno itu bucin-nya Annika.
Seperti saat ini. Arjuno rela menunggu Annika yang masih membereskan café, padahal jarum jam sudah menunjuk angka 10 dan Arjuno ada meeting jam 6 pagi besok. Entah bagaimana caranya pria yang susah bangun itu bisa menghadiri meeting besok, tapi yang jelas kepentingannya saat ini adalah Annika.
Bukan salah Annika, wanita itu tidak pernah menyuruh Arjuno menunggunya hingga larut malam. Sudah beberapa kali Annika menyuruh Arjuno pulang duluan--karena wanita itu tahu Arjuno sudah kelelahan--tapi Arjuno menolak dan berikeras untuk menunggu hingga selesai.
Jujur saja, Annika kasihan melihat pria yang sudah menjadi kekasihnya sejak ia kelas 11 kini tertidur di sofa café yang berada dekat jendela. Kemeja putih pria itu sudah kusut, dasinya menghilang entah kemana, lengan kemeja digulung hingga mencapai siku, sepatu kerja sudah berganti menjadi sepasang sendal jepit yang memiliki gambar Iron Man--hadiah dari Annika saat pria itu berulang tahun yang ke 20--, dan yang terakhir, rambut pria itu sudah tidak berbentuk.
"Eh cewek, lo pulang duluan deh. Biar gue urus sisanya, kasian cowok lo tuh. Sampe mangap gitu tidurnya."
Annika menatap tajam Bobby. Kalau saja Arjuno tidak sedang tidur dengan lelap, Annika sudah mencekik rekan kerjanya itu dengan kain basah yang ada di tangannya saat ini. "Bob, lo masih mau hidup kan besok?"
"Oh jelas. Btw, gue serius nih. Kasian si Juno. Lo pulang dulu aja biar gue urus sisanya. Lagian si bos juga nggak balik kesini kok. Gih, pulang sana."
"Beneran? Lo gapapa nih gue tinggal?"
"Iya ndoro, masih ada bang Agus juga. Santai aja~"
"Kalau ada apa-apa..."
"Hubungi Marcus kan? Iya gue tahu--AW!"
Bobby mendelikkan matanya pada Annika yang baru saja mencubit lengannya cukup keras. "Salah gue apa?!"
"Maksud gue itu, kalau ada apa-apa yang tanggung jawab elo! Ngapain Seobagjo dibawa-bawa, sempak!" bentak Annika yang membuat Bobby menyunggingkan senyum kelincinya.
"Gue kira kalau ada 'apa-apa' tuh--"
Belum sempat Bobby menyelesaikan perkataannya, alisnya terangkat melihat Arjuno yang terduduk dan menatap mereka dengan ekspresi bingung. "...princess?"
Dengan cepat Annika mendelikkan matanya pada Bobby, sebelum berbalik dan mengulas senyum manis pada Arjuno yang berusaha mengumpulkan kesadarannya. "Hei! Kamu kebangun gara-gara kita? Sorry ya.."
Senyuman kecil terulas pada wajah tampan Arjuno, "It's okay. Kamu udahan? Atau masih lama?"
"Udahan kok ini. Aku ambil tas dulu, kamu tunggu di mobil aja ya?"
Arjuno menganggukkan kepalanya. Pria itu berdiri lalu mendekat ke arah Annika. Tangannya mengelus pelan pucuk kepala sang wanita. "Jangan lama-lama," ucapnya sebelum mengangguk sekilas pada Bobby dan menghilang dari balik pintu café.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Fake Lover ✔
RomanceOrang bilang move on itu gampang. Bahkan orang-orang di sekelilingnya memberitahu Annika bahwa move on itu semudah membalikkan telapak tangan, apalagi ia cantik, sudah pasti banyak pria yang mau menjadi kekasihnya. Tapi waktu sudah berjalan 6 bulan...