Siang itu, Annika menyesali keputusannya yang datang ke kantor Seno demi memenuhi permintaan Ibu Seno agar mengajak pria tampan--yang kini memegang status sebagai kekasihnya itu--makan siang.
Karena saat ini, Annika terjebak dalam situasi yang membuatnya ingin menghujat Seno sampai telinga pria itu panas.
Sebenarnya, Annika cukup menikmati perjalanan mereka menuju restoran yang menjadi langganan keluarga Widjaya. Setelah berhasil menyingkirkan playboy cap sarden, Seno mengajaknya untuk mampir membeli milkshake coklat yang terkenal di kantin kantor milik Widjaya. Tentu saja Annika sudah mulai terlatih untuk mengabaikan tatapan-tatapan yang diberikan oleh karyawan-karyawan yang ikut menghabiskan waktu makan siang mereka di kantin. Setelah itu, Seno terus mengajaknya ngobrol. Entah itu saling bertukar hal-hal favorit mereka, hingga cerita konyol yang Annika tidak menyangka bahwa seorang Widjaya bisa melakukan hal itu juga.
Hal buruk mulai terjadi saat mereka menginjakkan kaki di restoran yang telah di booking oleh Seno.
Saat pelayan mengantar mereka menuju meja yang telah di pesan oleh sang kekasih, kondisi hati Annika masih berbunga-bunga. Namun, saat tatapannya jatuh pada sosok yang duduk tepat di samping meja pesanan mereka, bunga-bunga yang mengelilingi Annika sejak tadi seolah langsung terbakar. Bahkan dari jarak yang tidak dekat, Annika bisa mengenali sosok yang menduduki peringkat satu dalam daftar manusia-yang-pantas-dimusnahkan oleh Ivena. Rambut dengan model undercut yang kini berwarna hitam pekat, garis rahang yang tegas, mata bulat yang membuat sosok itu terlihat imut, semua itu tentu saja melekat pada sosok yang kini menatap Annika dengan ekspresi sedikit terkejut dan bahagia.
“Princess...?”
Annika benci dengan jantungnya yang seketika itu juga berdegup dengan cepat disaat ia mendengar panggilan Arjuno untuknya sejak mereka SMA.
“Oh...Juno...”
Arjuno mengulas senyum lembut. Perhatian pria itu kini terpusat sepenuhnya pada dirinya, seolah lupa bahwa ada koleganya yang kini juga memperhatikan mereka dengan senyum kecil. Arjuno yang dalam proses membuka mulut--ingin membuka percakapan dengan Annika--kembali menutup mulutnya saat tatapannya jatuh pada pria tinggi di samping Annika yang tengah memasang senyum tipis.
“Kamu...”
Teringat akan keberadaan Seno, Annika segera mengendalikan ekspresinya. Ia menggamit lengan Seno, mengulas senyum lembut--yang ia harap terlihat meyakinkan di mata orang lain bahwa ia sedang jatuh cinta--pada Seno, sebelum kembali menatap Arjuno yang tengah mengeryit. “Ini Seno. Masih ingat? Waktu itu kamu ketemu dia di pesta...”
Annika mengatupkan bibirnya saat melihat alis Arjuno yang terangkat, bersamaan dengan senyum miring yang terulas pada wajah pria itu. “Oh? Hmm... ah, ya. Aku ingat kamu kenalin dia ke aku,” masih mengulas senyum yang sama, ia menatap Seno sekilas, sebelum kembali menatap Annika. “Tapi aku nggak tahu kalau selama ini kamu punya saudara yang jadi anggota Widjaya.”
“Wha--”
Sebelum Annika sempat menyelesaikan ucapannya, Arjuno mengalihkan tatapannya pada koleganya yang sejak tadi hanya mengamati interaksi keduanya dengan senyum kecil. “Maaf, apakah anda keberatan kalau--”
Seolah mengerti maksud Arjuno, pria tua yang sejak tadi hanya diam menganggukkan kepalanya. “Tidak. Aku juga ada urusan lain, jadi aku harus pergi sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Fake Lover ✔
RomanceOrang bilang move on itu gampang. Bahkan orang-orang di sekelilingnya memberitahu Annika bahwa move on itu semudah membalikkan telapak tangan, apalagi ia cantik, sudah pasti banyak pria yang mau menjadi kekasihnya. Tapi waktu sudah berjalan 6 bulan...