17 : Janji Yoga

658 70 14
                                    

Bisakah seseorang memberitahu Annika bahwa ia baru saja salah dengar? Tidak mungkin kan pria tampan di sebelahnya ini memintanya untuk menjadi kekasihnya?

“Maaf. Maksud saya, saya butuh kamu untuk menjadi kekasih pura-pura saya.”

Kerutan pada dahi Annika semakin dalam. “Lo…minta gue…untuk pura-pura jadi cewek lo?”

Seno menghela nafas berat, kembali menghadap ke depan dan menyandarkan kepalanya sembari memejamkan mata. “Lupakan saja yang barusan saya katakan. Maaf sudah menanyakan hal yang tidak-tidak.”

“Lah? Gak bisa gitu dong. Gue nggak suka berhutang sama orang lain,” gerutu Annika, mengalihkan tatapannya pada keadaan jalanan di luar.

Tidak menerima jawaban apapun, Annika mengulum bibirnya—menahan rasa kesal yang tiab-tiba muncul. Secara diam-diam, Annika melirik pria disampingnya—dan sedikit terkejut karena Seno tengah memperhatikan dirinya dengan tatapan seolah pria itu akan menyerang Annika.

Dan hal itu, menyebabkan jantung Annika berdegup dengan kencang. Ia menggenggam gaunnya dengan erat—dan ia teringat bahwa ia mengenakan choker pemberian Yoga yang bisa dijadikan senjata—

“Kamu…yakin mau mendengar permintaan saya?”

Ah. Jadi itu penyebab Seno memandangnya dengan tatapan seperti itu? Sepertinya Annika harus terbiasa dengan tatapan tajam Seno yang bisa membuat salah presepsi.

Sure. Kenapa nggak?” Annika mengedikkan bahunya, membuat senyuman tipis muncul pada wajah tampan pria itu.

“Sebenarnya…orang tua saya sudah berulang kali menjodohkan saya. Dan… saya tidak pernah memiliki ketertarikan dengan wanita-wanita yang dijodohkan dengan saya. Saya bingung harus menghindar seperti apalagi. Orang tua saya tidak menyerah dan mengancam saya untuk…menikahkan saya dengan anak kenalan mereka jika saya terus menolak perjodohan yang diberikan.”

Annika terdiam, terbelalak lebar mendengar penuturan Seno yang baru saja membuka masalah pribadi pria itu padanya—wanita yang baru saja ditemuinya malam ini. “Mm… lo yakin nggak apa-apa nih gue tau masalah pribadi lo?”

Seno kembali menghela nafas, “Saya sudah pusing dan tidak tahu harus bagaimana lagi. Saya baru saja terpikir ide ini saat kamu tiba-tiba mengaku sebagai kekasih saya.”

Annika ingin memukul dirinya sendiri saat mendengar perkataan Seno. Memang semua ini terjadi karena ulahnya sendiri. Tapi, Annika perlu waktu untuk memikirkan permintaan Seno. Apalagi ia teringat ada dua pria yang akan berubah menjadi singa kalau mereka tahu Annika baru saja menjerumuskan dirinya sendiri ke masalah baru.

“Saya nggak minta kamu untuk menjawab sekarang, tapi tolong pertimbangkan permintaan saya.” Seno merogoh kantung jasnya, sebelum mengeluarkan kartu hitam dan memberikannya pada Annika. “Ini kartu nama saya, tolong hubungi saya kalau…kamu sudah memutuskan.”

Annika menganggukkan kepalanya, sedikit terkejut bahwa pria disampingnya ini bisa mengetahui isi pikirannya. Tangannya terulur, mengambil kartu hitam dengan glitter perak yang menghiasi sisi atas kartu. Nama Adipati Seno Widjaya tertulis di kartu itu, dibuat dengan warna emas dan efek timbul yang membuat Annika bisa tahu jika ongkos pembuatan kartu itu tidak murah.

“Oh ya—”

Sebelum seno sempat menyelesaikan ucapannya, badan pria itu terhempas ke depan—bersamaan dengan Annika yang segera memegang kursi di depannya demi menghindari benturan. Baik Annika maupun Seno segera menatap ke depan. Dan Annika hampir saja mengumpat dengan keras saat melihat sedan hitam yang sangat familiar, serta motor CBR150R menghalangi jalan mereka.

Not a Fake Lover ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang