29 : The Twins

478 75 19
                                    

Suara erangan terdengar, memenuhi kamar yang didominasi warna abu-abu yang menjadi tempat berkumpulnya ke-empat sosok--yang dua diantaranya memakai baju serba hitam.

"Get up."

Erangan kembali terdengar dari satu sosok yang tersungkur di lantai, tengah memegang pipinya yang kini memerah—meringis saat jarinya tidak sengaja menyentuh sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah. Sosok itu hanya diam, tidak mengindahkan perintah dari pria berpakaian rapi dihadapannya. Ia terus menundukkan kepala, rahang mengeras saat mendengar langkah kaki yang mendekat dan berhenti tepat di depannya.

"I said get up, Annika." Ujung sepatu pria itu mendorong pelan lutut Annika—yang masih tersungkur di lantai.

"Cukup Yoga." Teguran yang berasal dari sosok berambut pirang dengan kulit putih membuat Yoga—yang masih berdiri di depan Annika—menoleh menatap Agus dengan tatapan anehnya.

"Shut your mouth, August. Know your place."

Agus mengepalkan tangannya, memalingkan wajahnya pada Bobby yang sejak tadi menunduk dengan kedua tangan terkepal erat. Sekali lihat, ia tahu bahwa Bobby kini merasakan hal yang sama dengannya. Mereka tidak tahan melihat Annika—wanita yang sempat menjadi pemimpin nyctophile—disiksa di depan mata mereka seperti saat ini. Annika adalah sosok yang terus bersama mereka sejak Yoga pergi tanpa meninggalkan pesan apapun. Annika juga yang berusaha menyatukan nyctophile di saat mereka hampir terpecah. Meskipun hampir seluruh anggota nyctophile lebih menyukai Yoga sejak dulu dan kini sudah tidak menganggap Annika sebagai sosok penting lagi, wanita itu tetap memegang posisi penting di hati Agus, Bobby, serta Marcus.

Karena bagi ketiga pria itu, Annika satu-satunya sosok yang membuat hidup mereka yang berwarna abu-abu, menjadi berwarna. Tidak peduli dengan kondisi Annika yang sedikit tidak stabil, mereka pasti akan melakukan apapun agar wanita itu bahagia—meskipun yang mereka lakukan menyakiti orang lain.

Agus mengeryit, erangan Annika yang kembali terdengar benar-benar membuatnya hampir maju dan membawa kabur wanita itu dari sosok gila yang kini berjongkok di depan sang wanita. Bukan hal tidak mungkin untuk Agus dan Bobby bekerja sama menahan Yoga dan membawa Annika ke tempat aman. Hanya saja, keduanya terikat dengan peraturan nyctophile—yang menyebabkan Agus menghujat organisasi yang didirikan oleh Titus dalam hati.

Peraturan yang paling penting dalam nyctophile : mengikuti perintah para pemimpin dalam kondisi apapun.

Sejak awal ia mengikuti Titus—sebelum akhirnya menjadi wakil ketua nyctophile—ia menyadari bahwa pria yang menjadi ayah dari tiga bersaudara dengan dua anak kembar itu memiliki pikiran yang bisa dimasukkan dalam kategori 'gila'. Membuat kedua anak kembarnya berlatih bela diri sejak kecil, melatih anak tertua untuk belajar tentang komputer dan hacking sejak usia dini, bahkan mengirim ketiganya ke daerah antah berantah dan harus mencari jalan pulang sendiri saat ketiganya masih berusia di bawah 15 tahun.

Hebatnya—atau mengerikan?—ketiga anak itu bisa menemukan jalan pulang dan tidak menangis sama sekali. Namun saat melihat tubuh Ayodya yang bergetar, Annika yang memasang ekspresi tegang—dan wajah hampir seputih kapas—dengan ekspresi datar Yoga yang berdiri di depan kedua saudara perempuannya dan tangan menggenggam erat ranting pohon yang berlumuran darah di bagian ujungnya, semua yang menyambut kedatangan ketiga anak kecil itu tidak bisa membayangkan apa yang dilalui oleh mereka.

Agus—yang saat itu ikut menunggu kepulangan mereka—hanya bisa terdiam saat melihat Yoga melempar ranting itu dihadapan Titus sembari berkata : Ada yang mau bawa pergi Annika, jadi aku tusuk kakinya supaya dia nggak bisa bawa lari Annika. Mungkin ini lah awal mula terbentuknya keluarga gila—sebutan Agus untuk keluarga Annika.

Not a Fake Lover ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang