"Kenapa kamu nggak cerita ke Mama kalau kamu jadian sama Adipati Seno Widjaya?"
Annika menghela nafas pelan saat mendapat 'tembakan' dari sang ibu, tepat saat mereka duduk di mobil dan dalam perjalanan menuju rumah. Ia sudah menduga bahwa sang ibu—dan juga Ayahnya—akan memborbardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penerus Widjaya yang tampan itu. Well, Annika bisa sedikit paham kenapa sang ibu langsung menembaknya dengan pertanyaan itu—mengingat hubungannya dengan pria-yang-Annika-tidak-ingin-sebut-namanya berakhir dengan tidak baik.
"Papa sampai kaget waktu dihubungi Marcus, bilang kalau sekarang kamu jadian sama cowok yang jadi penerus Widjaya."
Kali ini Annika mendengus saat mendengar nama Marcus, ia tidak menyangka bahwa pria bule itu masih menjalankan tugasnya—melaporkan segala kegiatan atau berita tentang Annika, Yoga, dan Ayodya pada ayah mereka. Padahal Ayah mereka sudah menyerahkan kepemimpinan nyctophile pada Yoga, tapi masih saja anggota nyctophile mengikuti perintah sang ayah.
"Heh, Mama tanya kok nggak di jawab? Ngelamunin Seno ya?"
Sindiran sang ibu membuat kepala Annika menoleh dengan cepat. Matanya terbelalak lebar, "Nggak!"
Kerutan tertera pada dahi sang ibu saat mendengar nada Annika yang naik beberapa oktaf. "Yaudah biasa aja dong jawabnya, orang mama di sebelah juga. Woles."
Annika mengerucutkan bibirnya, "Mama sih ada-ada aja. Kalau soal Seno, aku nggak ngasih tau Mama sama Papa karena Yoga udah tau dan setuju. Aku pikir dia bakal kasih tau Papa sama Mama."
"Orang tuamu itu Yoga apa Papa Mama? Kok minta persetujuan Yoga."
"Kan biasanya—"
"Biasanya apa? Kamu dari kecil nggak dekat sama siapa-siapa, sama Arjuno itu juga kamu ngomongnya ke Mama—"
"Dan Mama salurin ke Papa waktu Papa lagi meeting, sampai semua orang di kantor tau aku jadian sama Juno. Terus Mama minta bang Agus cari tau soal Arjuno dan keluarganya. Setelah itu Mama kasih tau Yoga, yang bikin Arjuno digebukin Yoga," potong Annika, memasang ekspresi cemberut di akhir.
Sang ibu terdiam selama beberapa saat, sebelum menganggukkan kepalanya. "Harusnya Yoga ada waktu cowok kurang ajar itu mainin kamu, biar ada episode gebuk-gebuk yang ke-dua."
The heck?! Annika menatap Ibunya seolah sang ibu telah menjadi sosok lain. "Mama...main sama anak nycto ya?"
"Sembarangan kalau ngomong!"
Sebelum Annika sempat menghindar, tangan sang ibu telah mendarat tepat di pahanya—melayangkan tepukan yang cukup keras. Sebenarnya tidak sakit—jika dibandingkan dengan semua yang telah Annika lalui—namun, karena pada dasarnya Annika memiliki sisi yang jahil dan suka melebih-lebihkan sesuatu, ia dengan cepat mengelus-elus pahanya yang menjadi sasaran kekerasan sang ibu. "Sakit Ma!"
Bukannya merasa bersalah, sang ibu kembali melayangkan tangannya—yang dengan cepat membuat Annika merubah posisi kakinya demi menghindari kejadian sebelumnya terulang. Sang ibu mendengus melihat Annika yang kini merapat ke sisi pintu, dengan kedua kaki yang di naikkan ke atas kursi dan dipeluk dengan erat.
"Lebay. Biasanya juga berantem sama Arjuno juga."
Tubuh Annika menjadi tegang saat mendengar perkataan sang ibu."H-ha? Maksud Mama ap—"
"Annika, Mama diam tapi bukan berarti Mama nggak tau kamu ngapain aja sama Arjuno."
Annika terdiam, mengalihkan pandangannya dari sang ibu. Keringat dingin mulai mengalir di balik tengkuknya saat melihat ekspresi sang ibu yang berubah menjadi serius.
"Mama sudah pesan ke kakakmu waktu Bobby keceplosan cerita soal kamu yang berantem sama Arjuno. Mama minta supaya kakakmu pengaruhi kamu untuk putusin Arjuno, tapi sampai akhirnya kamu diselingkuhin sama dia, Aya nggak pernah jalanin pesan Mama."
Annika mengulum bibirnya, tidak tahu harus merespon perkataan sang ibu seperti apa. Karena pada kenyataannya, Ayodya berulang kali menyuruh Annika untuk menyudahi hubungannya dengan Arjuno—dan berhenti saat Annika mengancam akan menjalankan protokol nyctophile pada Dwino yang telah 'ember' tentang organisasi mereka pada orang lain.
Protokol yang mengharuskan nyctophile melenyapkan orang yang membocorkan tentang keberadaan mereka pada individu lain. Intinya, Annika harus melenyapkan Dwino dan teman-temannya secara diam-diam, atau mengirim mereka semua ke daerah yang tidak dapat dijangkau dengan mudah.
Seperti mengasingkan mereka semua ke desa Pelangi Jingga.
Helaan nafas yang terdengar membuat Annika kembali menatap sang ibu. "Mama nggak mau kamu terjebak sama cowok nggak bermoral kayak dia. Yah, untungnya kamu udah nggak sama dia lagi."
Dalam hati Annika bersorak, menyadari bahwa ia baru saja lolos dari hukuman sang ibu.
"Oh ya...Seno nggak tau soal..."
Mengetahui apa yang hendak Ibunya tanyakan, Annika menggelengkan kepala. "Nggak, dia nggak tau soal nyctophile."
"Oh..."
Tapi nggak tau kalau kak Dio udah ember ke dia juga, batin Annika dalam hati saat melihat ekspresi lega sang ibu.
"Kamu mau berapa lama di Surabaya? Kok nggak sekalian kenalin Mama ke Seno?"
Otak Annika berputar dengan cepat, berusaha mencari-cari alasan yang masuk akal. "Err, itu... Seno lagi sibuk, apalagi kan kayaknya Widjaya mau ngeluarin produk baru."
Ingin rasanya Annika bersorak saat melihat sang ibu mengangguk-anggukkan kepala.
"Terus kamu mau berapa lama disini?"
"Hm? Belum... tau. Aku mau ngurus kasus baru, soalnya Yoga sibuk beberapa minggu ke depan di Jakarta, jadi nggak bisa ngurus kasus yang disini."
"Hmm..."
Lagi-lagi Annika ingin bersorak saat sang ibu kembali mengangguk-anggukkan kepala. Sayang, perasan bahagianya tidak bertahan lama.
"Terus mau sampai kapan kamu ngibulin Mama?"
"...ha?"
Sang ibu berdecak saat melihat ekspresi bingung tertera pada wajah Annika. "Kamu ini jadi ketua nyctophile berapa lama sampai nggak bisa ngerti maksud ucapan Mama?"
"...ha?" Annika sungguh tidak mengerti—atau lebih tepatnya menolak untuk menerima kenyataan pahit, bahwa sang ibu...
"Yoga udah ceritain semuanya sama Mama dan Papa. Seno yang pura-pura jadi cowokmu karena Arjuno datengin kamu di pesta, kalian berdua yang akhirnya pura-pura jadian biar Seno itu nggak dijodohin dan kamu yang mau pura-pura nggak gamon dari Arjuno."
Mata Annika terbelalak lebar. Telinganya seolah berdenging saat mendengar kata-kata yang diucapkan oleh sang ibu di awal. "Yoga...ngasih tau Mama sama...Papa?"
"Iyalah, lagian semua juga tau kamu pura-pura doang sama Seno itu?"
...what?
"Yoga, Mama, Papa, August, Bobby, Marcus, Aya, semua tau kalau kamu cuma pura-pura."
Oh, Annika rasanya ingin terbang kembali ke Jakarta—atau ke tempat yang jauh dari sisi sang ibu dan ayah. Ia bisa membayangkan ekspresi sang ayah yang akan menyambutnya nanti saat ia memunculkan wajahnya. Annika belum siap menerima 'auman' sang ayah.
"Tenang aja, Papa lagi nggak di sini."
Baru saja Annika ingin menghela nafas lega, perkataan sang ibu selanjutnya membuat niatnya itu terbang menjauh.
"Papa lagi jemput calon suamimu di Seoul."
"WHAT?!"
×××
jadi.. annika punya calon suami guys. udah, gitu aja
the end *langsungdikeroyok*
nggak usah kangen seno, seno-nya lagi asyik sama cantika *dikeroyokpt.2*
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Fake Lover ✔
RomansaOrang bilang move on itu gampang. Bahkan orang-orang di sekelilingnya memberitahu Annika bahwa move on itu semudah membalikkan telapak tangan, apalagi ia cantik, sudah pasti banyak pria yang mau menjadi kekasihnya. Tapi waktu sudah berjalan 6 bulan...